Jakarta – Canon punya produk kamera baru di lini camcorder : Canon XC10, kamera perekam video 4K yang sepintas seperti versi mini dari kamera EOS Cinema C100. Kamera XC10 berlensa 10x zoom permanen (tidak bisa dilepas), dibekali sensor 1 inci 12 MP, dua slot memori dan layar sentuh 3 inci yang bisa dilipat.
Kamera ini termasuk kecil dan ringan dan dari target pasarnya kemungkinan untuk videomaker pemula atau jurnalis yang perlu kamera ringkas saat bertugas.
Secara fisik kamera ini terbilang unik, ia mirip seperti kamera foto karena cara memegang gripnya sama. Bedanya, grip di XC10 bisa diputar 90 derajat ke atas atau bawah, memudahkan untuk merekam video dengan angle sulit.
Di bagian atas ada mode yang umum dijumpai di semua kamera yaitu P, Tv, Av, M dan juga ada dua mode otomatis (Auto dan SCN), lalu ada hoshoe untuk memasang lampu kilat, GPS atau microphone. Tidak ada jendela bidik di kamera XC10 ini, tapi dalam paket penjualannya disediakan aksesori yang bisa dipasang di LCD sehingga LCD-nya bisa kita jadikan jendela bidik juga.
Dual slot memori di Canon XC10 punya aturan main sendiri. Slot pertama untuk kartu CFast, disarankan pakai yang versi 2.0 dan slot kedua untuk kartu SD. Untuk merekam video 4K hanya bisa ke slot 1 yaitu CFast, tidak bisa ke slot 2. Sedangkan video HD atau foto harus ke slot SD, jadi kalau slot SD kosong ya kita tidak bisa simpan foto ke CFast.
Kamera Canon XC10 ini punya satu tuas yang menentukan mode kamera apakah untuk rekam video atau ambil foto. Saat dipilih ke mode video, pengaturan kamera akan menyesuaikan layaknya kamera video seperti indikator audio, opsi 4K 25p (305 Mbps/205 Mbps) atau Full HD 50p/25p (50 Mbps/35 Mbps), Look, Timecode dsb.
Format videonya memakai kompresi H.264 yang dikemas dalam kontainer MXF (XF-AVC) dengan 4:2:2 sub sampling warna. Look sendiri adalah pengaturan gambar (ketajaman, kontras, saturasi) dan disediakan pilihan seperti Standard, EOS Std., Wide DR, Cinema EOS Std., Canon Log yang bisa dipilih sesuai kebutuhan.
Sebagai kamera yang dirancang untuk rekam video, Canon XC10 ini sudah dilengkapi fitur dasar yang lengkap seperti Zebra, Peaking, timecode, Bar/tone, Audio Scene dan lampu Tally.
Sebagai kamera foto, XC10 cukup oke dengan shutter mekanik, pengaturan manual (shutter, bukaan, ISO), berbagai Picture Style (Standard, Portrait, Landscape, Neutral, Sepia, Monochrome).
Fitur lain yang dimanfaatkan baik untuk foto maupun video juga ada seperti WB Kelvin, AiAF dengan deteksi wajah (juga kita bisa menentukan area fokus dengan menyentuh layar), Image Stabilizer dan built-in ND filter yang membantu saat rekam video/foto di tempat yang terang sekali.
Dalam paket penjualan disertakan sebuah baterai dan adaptor untuk sumber daya listrik, tapi tidak disertakan charger. Jadi kamera ini bisa dipakai dalam keadaan terhubung ke daya listrik, dan sekaligus mengisi daya baterai LP-E6N yang terpasang.
Saat pertama kali mencoba produk ini, saya perlu adaptasi sejenak karena ada sedikit perbedaan desain tombol dan roda untuk ganti setting. Pertama yang menarik perhatian saya adalah adanya joystick, penting karena di XC10 hanya ada satu roda saja untuk ganti setting.
Kemudian pintu akses kartu memori juga unik karena berada di bawah dengan lampu akses, dan saat dibuka terllihat dua slot kosong untuk memasang kartu CFast dan SD/SDXC.
Di sisi samping kiri kanan selain ada aneka tombol, juga ada port mic dan headphone, juga HDMI out dan USB. Yang unik di kamera ini adalah punya kipas pendingin, jadi di sisi kiri ada sirip-sirip yang menghembuskan udara hangat keluar dari kamera
Karena kamera XC10 ini lensanya permanen, maka fleksibilitas penggunaan tergantung dari spek lensa yang ada. Di sini saya pikir spek lensanya sudah cukup ideal dengan jangkauan mulai dari 24mm hingga 240mm (10x zoom) dan di zoom dengan cara putaran tangan, bukan powerzoom.
Lensa di kamera XC10 ini punya bukaan (Iris) yang mengecil saat di zoom, yaitu saat posisi lensa 35mm bukaannya adalah f/3.2 lalu di 50mm adalah f/4 dan di 200mm sudah ke f/5.6 dan bukaan terkecilnya adalah f/11.
Ketajaman lensa termasuk baik dengan kontras dan warna yang enak dilihat, walau dengan bukaan lensa dan ukuran sensor di kamera ini jangan harap untuk mendapat bokeh yang seperti lensa DSLR.
Ada satu ring manual fokus yang berjenis elektronik, dan ada informasi jarak fokus yang ditampilkan di layar LCD saat memakai manual fokus, dan ada tombol Push AF untuk memaksa kamera mencari fokus otomatis saat di mode MF
Saat saya mencoba untuk merekam video dengan kamera ini, saya bisa merasakan kemudahan untuk mengganti setting dengan layar sentuh, juga adanya 3 tombol yang bisa dikustomisasi membantu untuk menyesuaikan kebutuhan saya.
Saat aksesori jendela bidik dipasang ke layar LCD, melihat gambar jadi lebih enak dan tidak terganggu cahaya matahari. Hanya saja saat jendela bidik dipasang maka fitur layar sentuhnya jadi tidak berguna, tinggal mengandalkan joystick saja dan ini agak merepotkan.
Auto fokusnya juga sesuai harapan, transisi fokus pada subyek dekat dan jauh berjalan halus, saya rasakan kinerja motor auto fokusnya mirip dengan AF memakai lensa jenis STM (Stepper motor) di DSLR/EOS M. Hasil videonya juga bagus, bahkan untuk yang full HD terlihat lebih baik dari kamera full HD lainnya. Efek rolling shutter masih sedikit terasa saat kamera di panning dengan agak cepat.
Untuk pemakaian kamera fotonya, ada beberapa hal catatan saya. Pertama adalah sensor 1 inci 12 MP di Canon XC10 punya aspek rasio 4:3, atau 4000×3000 piksel. Bila ingin merasakan aspek rasio 3:2 maka ada sedikit penurunan resolusi foto menjadi 10,6 MP.
Kedua, tidak ada opsi menyimpan file RAW di kamera ini, hanya JPG dan itupun tidak ada pengaturan kompresi/kualitas JPG. Sebagai info, kalau kita rekam video 4K lalu diambil satu frame menjadi sebuah gambar juga bisa, nantinya frame itu akan disimpan di SD card dengan ukuran 3840×2160 piksel.
Hasil foto dari kamera XC10 ini sebetulnya sudah termasuk baik, tapi memang untuk fotografi yang mengutamakan kualitas gambar maka sensor 1 inch dengan 12 MP terasa biasa saja, dan juga tidak adanya opsi RAW membuat kita hanya bisa menerima hasil JPG apa adanya (juga tidak ada opsi pengurang noise di ISO tinggi).
Maka itu fitur fotografi di kamera ini anggap saja pelengkap. Pada kamera camcorder lain dengan sensor yang jauh lebih kecil, kalaupun bisa dipakai untuk mengambil foto maka hasil fotonya akan jelek.
Tapi Canon XC10 ini pakai sensor 1 inch yang sudah punya kualitas mendekati sensor kelas atas seperti Four Thirds atau APS-C. Buktinya, di ISO tinggi seperti ISO 800 hasil fotonya masih termasuk bersih dari noise, dan di ISO 1600 noisenya masih bisa diterima.
Kamera ini akan disukai berkat kepraktisannya, kemampuan video yang baik (4K 305 Mbps langsung ke kartu memori-walau tidak bisa ke SD card, 4:2:2 dan HDMI out) dan lensanya yang sudah mencukupi untuk kebutuhan dasar.
Untuk fotografi juga kamera ini masih bisa diandalkan bahkan bisa dipasang flash, walau sayangnya tidak ada opsi RAW. Kendala yang dirasakan dari kamera ini adalah antar muka menu yang tidak umum, juga agak sedikit beda dengan kamera Canon lain (misalnya saat ingin memotret saat sedang playback gambar kita tidak bisa langsung menekan tombol shutter tapi harus menekan lagi tombol playback).
Kendala lain yang saya rasakan adalah format video MXF yang tidak umum dan perlu proses lanjutan/konversi untuk editing. Tapi secara umum kamera ini berhasil menjadi produk yang spesifik, yaitu produk all-in-one yang praktis dipakai untuk kebutuhan fotogafi dan khususnya videografi.
Plus:
-. Rekam 4K langsung ke kartu memori.
-. All-in-one, praktis.
-. Grip/pegangan bisa diputar sehingga dapat disesuaikan untuk beragam angle pemotretan.
-. Fitur video yang lengkap
Minus:
-. Fle video MXF tidak populer, perlu di convert dulu.
-. Rekam 4K tidak bisa ke SD card.
-. Fitur pengaturan untuk fotografi terbatas.
(Ash/Ash; Penulis: Erwin Mulyadi – detikinet; *) Penulis, Erwin Mulyadi adalah fotografer yang juga menjadi instruktur di Infofotografi.com.; http://inet.detik.com/read/2016/04/01/083157/3177222/1278/menggali-kemampuan-motret-dan-video-4k-canon-xc10)-FatchurR