Berikut kutipan dari Dr Handrawan Nadesul; 14/11/2015; yang menguraikan bagaimana kita peserta Yakes memahami dan sekaligus mematuhi ketentuan (KD) yang bertalian dengan pemeliharaan kesehatan kita. Artikel ini kami potong menjadi 10 segmen, agar tidak terlalu panjang.
Hanya karena kurang efektif melakukan peran sebagai pasien, ada kemungkinan tambahan ongkos tak perlu yang mesti pasien bayar atau menambah panjang penderitaan. Selain belum tentu keluhan hilang, dan penyakit sembuh. Untuk itu sedikitnya perlu sepuluh kiat, bekal menjembatani gap kompetensi Anda sebagai pasien dengan dokter pada setiap kali Anda sedang memerlukan bantuannya. Silahkan lanjutannya (seri 8) :
8.Kapan obat harus dihabiskan?
Tidak semua obat harus dihabiskan. Sudah disebut, ada jenis obat pereda keluhan, ada obat pembasmi akar penyakitnya. Semua obat pereda keluhan atau obat simptomatik tak harus dihabiskan jika keluhannya sudah hilang.
Sebaliknya, obat pembasmi akar penyakit tentu harus dihabiskan, seperti antibiotika, obat darah tinggi, kencing manis, antigondok, antiayan, obat jantung. Bahkan obat sudah habis pun masih perlu dikontrol dokter lagi, apakah resepnya perlu diulang atau tidak.
Melanjutkan obat sendiri tanpa sepengetahuan dokter, ada bahayanya. Siapa tahu penyakitnya sudah mereda, atau hilang sama sekali. Kita tahu tidak semua pengidap darah tinggi, kencing manis, gondok, perlu minum obat seterusnya, bila penyebabnya faktor sekunder, bukan primer (idiopathic).
Bagaimana tahunya obat simptomatik ataukah obat pembasmi akar penyakitnya? Dengan bertanya kepada dokter sebelum meninggalkan kamar praktik. Dari sana juga bisa ada tawar menawar soal harga obat yang dipilih, perlu tidaknya lebih banyak obat simptomatik, dan bagaimana sisa obat disimpan, atau pemanfaatannya di kemudian hari. (Rizal Chan dari grup FB-ILP; sumber dari Dr Handrawan Nadesul; 14/11/2015; http://herbal-tahitiannoni.blogspot.co.id/2015/01/cara-menjadi-pasien-yang-efektif-baik-dan-bijaksana.html)-FR