Alkisah seorang Raja punya 10 anjing ganas utk menghukum yg bersalah. Jika Raja tdk berkenan maka org yg salah akan dilempar ke kandang agar dicabik anjing² ganas itu. Suatu hari seorg Menteri membuat keputusan salah & murkalah Raja. Diperintahkan agar Menteri dimasukkan ke kandang anjing ganas.
Menteri berkata: “Paduka, saya telah mengabdi padamu selama 10 tahun, tapi Paduka tega menghukumku begini. Atas pengabdianku selama ini saya hanya minta waktu penundaan hukuman 10 hari saja”. Raja mengabulkan. Sang Menteri bergegas ke kandang anjing² tsb & minta izin ke penjaga utk mengurus anjing²nya.
Ketika ditanya utk apa? Maka dijawab: “Setelah 10 hari nanti engkau akan tahu”. Karena tahu itu Menteri maka diizinkan. Selama 10 hari itu sang Menteri memelihara, mendekati, memberi makan bahkan akhirnya bisa memandikan anjing² tsb hingga menjadi sangat jinak padanya.
Tibalah waktu eksekusi, disaksikan Raja dimasukkanlah sang Menteri ke kandang anjing, tetapi Raja kaget saat melihat anjing² itu justru jinak padanya. Maka dia bertanya apa yg telah dilakukan Menteri pada anjing² tsb?
Jawab Menteri: “Saya telah mengabdi pada anjing² ini selama 10 hari & mereka tdk melupakan jasaku. Terharulah Raja, meleleh airmatanya lalu dibebaskanlah sang Menteri dari hukuman & dimaafkan.
Hikmah dari cerita di atas adalah: Agar kita tdk mudah mengingkari & melupakan kebaikan2 yg kita terima dari org² terdekat kita, hanya krn kejadian sesaat yg tdk mengenakkan. Jgn mudah menghapus kenangan yg telah terukir dan persahabatan yg telah terjalin bertahun lamanya hanya krn hal² kecil yg kurang kita sukai darinya saat ini.
Mencari teman itu lebih mudah dari pada mendapatkan sahabat. Jagalah persahabatan yang ada dengan baik karena menjaga persahabatan itu jauh lebih sulit dari mendapatkannya.. (Hidayat B Praptono; dari grup WA-78)-FR
——–
Sajian IBO lainnya :
- Syafaat tahajjud di padang mahsyar
- Do’a Rasul SAW setiap pagi
- Kisah sahabat Sya’ban RA
———-
1-Syafaat tahajjud di padang mahsyar
Rasul saw “Ketika Allah swt mengumpulkan manusia pertama sampai terakhir, akan datang seseorang yang menyeru dengan suara yang dapat di dengar khalayak.’ Seluruh yang berkumpul hari ini akan tahui siapa yang terpantas dapat kemuliaan.’ Dia kembali berseru ‘Berdirilah orang2 yang dahulu, ‘Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya’. Ternyata jumlah mereka hanya sedikit.’”
Pada suatu malam di Yerussalem, Ibrahim bin Adham mendengar suatu suara dari arah Sakhrahah bahwa sejumlah orang berkata ‘Jangan tinggalkan shalat tahajjud karena ia dapat memadamkan nyala api neraka dan meneguhkan tempat berpijak di atas al sirath.”
Dikisahkan, seseorang di hari pembalasan, diadili Allah. Atas saksi2 seluruh tubuhnya yang bicara satu persatu. Ia berduka, karena pasti dijebloskan ke neraka. Tiba2 bulu matanya berkata “Jelang ajalnya pada tengah malam, aku pernah dibasahi air matanya. Ia menangis menyesali perbuatan buruknya itu. Ia betul2 bertobat di tengah malam ketika tahajjud “, ujar bulu mata.
Bukankah Nabi saw berjanji bahwa apabila seorang hamba melakukan dosa, kemudian bertaubat, walaupun selembar bulu mata dibasahi air matanya, maka cukup memperoleh ampunan dosa, terhindar dari ancaman api neraka.”
Rasul saw bersabda ke Abu Hurairah ra sahabat dekatnya, “Abu Hurairah. Maukah kau mendapatkan karunia Allah yang abadi baik hidup atau mati, di dalam kubur atau ketika dibangkitkan di hari kiamat kelak ?. Bangunlah di waktu malam, dan lakukan shalat. Apakah engkau mengharapkan perkenan Tuhan, wahai Abu Hurairah ?.
Bershalat malamlah di pojok rumahmu, niscaya rumahmu akan bersinar bagaikan cahaya dan bintang seperti yang dilihat oleh orang – orang di bumi.”. Umar bin Khattab ra berpesan “Jadikanlah malammu rindu kepada Tuhan, sepi dari pandangan, ambillah kesempatan pada malam itu, jadikanlah ia jalan dan persiapan untuk hari kiyamah yang padanya sulit sekali mencari jalan.”
Begitu utamanya shalat tahajjud maka Ummu Sulaiman bin Daud berwasiat kepada anaknya “Wahai putraku, hendaklah engkau tidak tidur malam !. Sebab, orang yang tidur malam tidak punya kebaikan di hari perhisaban”. Yazid bin Al Raqasyi berkata
“Shalat malam merupakan pelita bagi orang mukmin yang akan menuntunnya dari segala penjuru di hari kiamat kelak, sedang puasa di siang “Siapa yang ingin diberi kemudahan saat berdiri di depan-Nya pada hari kiamat, hendaklah ia dilihat Allah sujud di kegelapan malam dan qiyam sebab takut akhirat dan mengharap rahmat Tuhannya“ (Tafsir al Quthubi jilid VIII hal 5683). Allah mengetahui segalanya (Ayi Priatna; dari grup WA-78) –FR
———-
2- Do’a Rasul SAW setiap pagi
Salah satu do’a yang selalu diamalkan Nabi SAW pada pagi hari yaitu yang terdapat dalam Musnad Imam Ahmad dan Sunan Ibnu Majah dari Hadits Ummu Salamah r.a. bahwa Rasul SAW ketika selesai salam dalam Shalat Shubuh beliau membaca :
“Allaahumma innii as-aluka ‘ilman naafi’an warizqan thayyiban wa’amalan mutaqabbalan.”–“Yaa Allah, aku mohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang halal dan baik serta amalan yang engkau terima.” [Musnad Imam Ahmad no. 6/322, Sunan Ibnu Majah no. 925 dan Shahih Ibnu Majah no. 753]
Siapa yang merenungkan do’a yang agung ini, niscaya dia tahu bahwa mengamalkannya pada waktu itu tepat, karena pagi merupakan permulaan hari, dan bagi seorang muslim, tidak ada obsesi apapun pada hari itu selain merealisasikan tujuan-tujuan mulia tersebut.
Yaitu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik, dan amal yang selalu diterima-NYA. Ketika dia membuka harinya dengan tiga permintaan ini seakan dia membatasi harapan dan tujuannya. Dan tidak diragukan, hal ini membuat hati manusia semakin lapang dan tujuan hidupnya semakin terarah dengan baik.
Beda dengan mereka yang memulai paginya tanpa tahu tujuan hidup yang dia harap untuk dijalankan. Para praktisi pendidikan menyarankan agar tiap orang menentukan tujuan pada tiap aktivitasnya agar tujuan lebih mudah dicapai, lebih terhindar dari kekacauan, dan lebih terarah.
Sekali lagi tak diragukan jika seseorang yang menentukan tujuan hidup dengan tujuan tertentu akan lebih sempurna dibanding yang tidak melakukannya. Bagi Muslim dalam menjalankan hari2nya tidak boleh meremehkan hal itu. Dia harus memiliki tujuan hidup agar mendapatkan tiga hal di atas dan menyempurnakannya dalam kehidupan dan mendapatkannya dengan cara yang terbaik.
Oleh karena itu, betapa indahnya hari yang diawali dengan menentukan tiga tujuan hidup kita ini. Yang dengannya kehidupan akan lebih terarah dengan baik. Kemudian seseorang yang mengawali harinya dengan menentukan tiga hal ini bukan berarti ia membatasi tujuan hidupnya.
Namun dia bermaksud merendahkan diri ke Allah SwT, nmohon perlindungan-NYA agar senantiasa diberi karuniaNya untuk mendapatkan tiga tujuan mulia. Karena tiada daya dan kekuatan, tiada kemampuan baginya mendatangkan kebaikan atau menolak bahaya kecuali atas izin Allah ‘Azza wa Jalla. (Sapuwan Ksg; dari grup WA-78) -FR
———-
3- Kisah sahabat Sya’ban RA
Alkisah seseorang bernama Sya’ban RA. Ia seorang sahabat yang tidak menonjol dibandingkan sahabat2 yang lain. Ada suatu kebiasaan unik dari beliau, yaitu setiap masuk masjid sebelum shalat berjamaah dimulai, dia selalu beritikaf di pojok depan masjid.
Dia ambil posisi di pojok bukan karena agar mudah senderan/tidur, namun karena tak mau mengganggu orang lain dan tak mau terganggu oleh orang lain dalam beribadah. Kebiasaan ini dipahami oleh sahabat bahkan oleh Rasul, bahwa Sya’ban RA selalu berada di posisi itu termasuk saat shalat berjamaah.
Suatu pagi saat shalat subuh berjamaah akan dimulai Rasul mendapati Sya’ban RA tidak di posisinya. Rasul bertanya ke jemaah yang hadir apakah ada yang lihat Sya’ban RA. Tak seorangpun jemaah melihat Sya’ban RA. Shalat subuh ditunda sejenak, menunggu Sya’ban RA. Namun yang ditunggu tidak datang.
Khawatir shalat subuh kesiangan, Rasul memutuskan segera melaksanakan sholat subuh berjamaah. Selesai shalat subuh, Rasul bertanya apa ada yang tahu kabar dari Sya’ban RA. Namun tak ada yang menjawab .
Rasul bertanya lagi apa ada yang tahu di mana rumah Sya’ban RA. Kali ini seorang sahabat mengangkat tangan dan mengatakan dia mengetahui rumah Sya’ban RA. Rasul khawatir terjadi sesuatu dengan Sya’ban RA meminta diantarkan ke rumah Sya’ban RA.
Perjalanan jalan kaki lama ditempuh Rasul dan rombongan sebelum sampai ke rumahnya. Rombongan Rasul sampai ke sana saat waktu afdhal untuk shalat dhuha (kira-kira 3 jam perjalanan). Sampai di depan rumah itu beliau mengucapkan salam. Dan keluarlah seorang wanita sambil membalas salam tersebut. “
Benarkah ini rumah Sya’ban RA?”.
“Benar, saya istrinya” jawab wanita itu. “
Bolehkah kami menemui Sya’ban RA, yang tadi tidak hadir saat shalat subuh di masjid?” .
Dengan berlinangan air mata istri Sya’ban RA menjawab : “Beliau telah meninggal tadi pagi”
InnaliLahi wainna ilaihirajiun…MasyaAllah, satu2nya penyebab dia tidak shalat subuh berjamaah karena ajal sudah menjemputnya. Beberapa saat kemudian istri Sya’ban bertanya ke Rasul : “Rasul ada sesuatu yang menjadi tanda tanya bagi kami semua, yaitu menjelang kematiannya dia berteriak tiga kali dengan masing2 teriakan disertai satu kalimat.
Kami semua tidak paham apa maksudnya”.
“Apa saja kalimat yang diucapkannya?” tanya Rasul.
Di masing2 teriakannya dia berucap kalimat : “ Aduuuh kenapa tidak lebih jauh……”; “ Kenapa tidak yang baru……. “ dan “ Aduuuh kenapa tidak semua……”
Rasul melantukan ayat yang terdapat dalam surat Qaaf (50) ayat 22 yang artinya : “Kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan dari padamu hijab (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam “
Saat Sya’ban RA dalam keadaan sakratul maut. Perjalanan hidupnya ditayangkan ulang oleh Allah.
Bukan cuma itu, semua ganjaran dari perbuatannya diperlihatkan oleh Allah. Apa yang dilihat oleh Sya’ban RA (dan orang yang sakratul maut) tidak bisa disaksikan oleh yang lain.
Dalam pandangannya yang tajam itu Sya’ban RA melihat suatu adegan kesehariannya dia pergi pulang ke Masjid untuk sholat berjamaah lima waktu. Perjalanan sekitar 3 jam jalan kaki tentu bukan jarak dekat. Dalam tayangan Sya’ban RA diperlihatkan pahala yang diperolehnya dari langkah2 nya ke Masjid.
Dia melihat seperti apa bentuk surga & ganjarannya. Saat melihat itu dia berucap:
“ Aduuuh kenapa tidak lebih jauh……”
Timbul penyesalan dalam diri Sya’ban RA, mengapa rumahnya tidak lebih jauh lagi supaya pahala yang didapatkan lebih banyak dan surga yang didapatkan lebih indah.
Dalam penggalan berikutnya Sya’ban RA melihat saai ia akan berangkat sholat berjamaah di musim dingin. Saat ia membuka pintu berhembuslah angin dingin yang menusuk tulang. Dia masuk kembali ke rumahnya dan mengambil satu baju lagi untuk dipakainya. Jadi dia memakai dua buah baju.
Sya’ban RA sengaja memakai pakaian yang bagus (baru) di dalam dan yang jelek (butut) di luar.
Pikirnya jika kena debu, sudah tentu yang kena hanyalah baju yang luar, sampai di masjid dia bisa membuka baju luar dan shalat dengan baju yang lebih bagus.
Dalam perjalanan ke tengah masjid dia menemukan seseorang yang terbaring kedinginan dalam kondisi yang mengenaskan. Sya’ban RA pun iba , lalu segera membuka baju yang paling luar dan dipakaikan kepada orang tersebut dan memapahnya untuk bersama2 ke masjid melakukan shalat berjamaah.
Orang itupun terselamatkan dari mati kedinginan dan bahkan sempat melakukan shalat berjamaah.
Sya’ban RA pun kemudian melihat indahnya surga yang sebagai balasan memakaikan baju bututnya kepada orang tersebut. Kemudian dia berteriak lagi : “ Aduuuh kenapa tidak yang baru……. “
Timbul lagi penyesalan di benak Sya’ban RA. Jika dengan baju butut saja bisa mengantarkannya mendapat pahala yang begitu besar, sudah tentu ia akan mendapat yang lebih besar lagi seandainya ia memakaikan baju yang baru.
Berikutnya Sya’ban RA melihat lagi suatu adegan saat dia hendak sarapan dengan roti yang dimakan dengan cara mencelupkan dulu ke segelas susu. Bagi yang pernah ke tanah suci sudah tentu mengetahui sebesar apa ukuran roti arab (sekitar 3 kali ukuran rata-rata roti Indonesia)
Ketika baru saja hendak memulai sarapan, muncullah pengemis di depan pintu yang meminta diberikan sedikit roti karena sudah lebih 3 hari perutnya tidak diisi makanan. Melihat hal tersebut , Sya’ban RA merasa iba . Ia kemudian membagi dua roti itu sama besar, demikian pula segelas susu itu pun dibagi dua. Mereka makan bersama2 roti itu yang sebelumnya dicelupkan susu , dengan porsi yang sama…
Allah ganjaran dari perbuatan Sya’ban RA dengan surga yang indah. Demi melihat itu diapun berteriak lagi: “ Aduuuh kenapa tidak semua……”
Sya’ban RA kembali menyesal . Seandainya dia memberikan semua roti itu kepada pengemis tersebut tentulah dia akan mendapat surga yang lebih indah
Sya’ban bukan menyesali perbuatannya, tapi menyesali mengapa tidak optimal. Semua kita nanti pada saat sakratul maut menyesal tentu dengan kadar berbeda, ada yang minta ditunda kematiannya karena saat itu barulah terlihat dengan jelas, konsekwensi dari semua perbuatannya di dunia.
Mereka meminta ditunda sesaat karena ingin bersedekah. Namun kematian akan datang pada waktunya, tidak dapat dimajukan dan tidak dapat diakhirkan. Sering sekali kita mendengar ungkapan2 berikut : “ Shalat Isya’ berjamaah pahalanya sama dengan shalat separuh malam”
“ Shalat Subuh berjamaah pahalanya sama dengan shalat sepanjang malam”
Namun lihatlah Masjid tetap lengang dan terasa longgar. Seolah kita tidak percaya kepada janji Allah. Mengapa demikian? Karena apa yang dijanjikan Allah Subhanahu wa Ta’ala itu tidak terlihat oleh mata kita pada situasi normal. Mata kita tertutupi oleh suatu hijab.
Karena tidak terlihat, maka yang berperan adalah iman dan keyakinan bahwa janji Allah tidak pernah meleset. Allah akan membuka hijab itu pada saatnya. Saat ketika nafas sudah sampai di tenggorokan.
Sya’ban RA telah menginspirasi kita seharusnya menyikapi janji Allah.
Ternyata dia tetap menyesal sebagaimana halnya kitapun juga akan menyesal. Namun penyesalannya bukanlah sia–sia. Penyesalannya karena tidak melakukan kebaikan dengan optimal. (Ayi Priatna; dari grup WA-78) -FR