Mulyadi namanya. Ia bukan Nurhadi, Sekretaris Mahkamah Agung (MA). Beda namanya, jauh pula perilakunya dibanding Nurhadi. Mulyadi (32) adalah petugas kebersihan di mal Kota Kasablanka, Jakarta Selatan.
Alkisah, pada Kamis, 26 Mei 2016, ia tengah menjalankan tugasnya, membersihkan toilet di lantai GF mal Kota Kasablanka itu. Ia ingat Kamis siang sekitar pukul 12.30 ada seorang pria keluar dari toilet setelah membasuh muka dan mencuci tangannya di wastafel. Rupanya, usai membersihkan muka, sang pria ini lupa membawa tas kulit yang diletakkannya di wastafel itu.
Mulyadi yang melihat tas itu langsung mengamankannya. Ia tak berani membuka. Rupanya sang pemilik tas tak juga kembali. Ia pun langsung membawa tas itu ke customer service. Tas baru dibuka saat sudah di customer service. Ia bersama petugas customer service yang membuka kaget. Matanya terbelalak.
“Pas dibuka di CS, saya juga kaget ternyata isinya uang Rp100 juta,” kata Mulyadi seperti ditulis detikcom. Uang sebesar itu berisi pecahan Rp100 ribu dalam 10 gepok. Tas dan isinya itu akhirnya dikembalikan kepada sang pemilik.
Sejak awal menemukan tas itu, Mulyadi mengaku tak tergoda untuk membukanya, apalagi mengambilnya. “Karena bukan hak saya,” kata anak keempat dari tujuh bersaudara ini.
Dari kecil, kata dia, orang tuanya selalu menanamkan nilai kejujuran. Orang tuanya, kata dia, selalu menanamkan nilai kebaikan. “Walau kami orang tak punya, orang tua selalu mendorong kerja keras,” ujar lajang asal Lampung ini.
Apalagi, kata dia, saat ia diterima di PT SJS (tempatnya bekerja) yang memegang kebersihan di mal Kokas, perusahaannya sangat menjunjung dan berpegang pada kejujuran. “Kalau kita kerja keras dan ikhlas, nanti rezeki datang sendiri,” ucapnya.
Mulyadi bukanlah satu satunya wong cilik yang jujur. Ada juga Agus Chaerudin, office boy di Bank Syariah Bekasi. Kisah yang terjadi pada 4 Agustus 2012 sore itu berawal saat ia hendak membersihkan kantornya. Saat membersihkan tempat sampah yang ada di kantornya, ia menemukan uang pecahan Rp100 ribu dalam 10 bendel. Ia tak berani menyentuhnya. “Allah Maha Melihat,” ujarnya.
Ia pun memanggil Satpam. Satpam pun tak berani menyentuh. Sang Satpam lalu melaporkan keberadaan uang itu ke staf bank. Setelah dicek ternyata uang itu milik bank yang tercecer karena ketidakhati-hatian tellernya.
Kenapa Agus tak mengambilnya? Ayah tiga orang anak ini selalu teringat ajaran orang tuanya. Kata Agus, orang tuanya selalu mengajarinya untuk tak menjadi pencuri. Kejujuran harus diutamakan.
Selain itu, kata dia, ia selalu teringat akan kisah Umar bin Khatab (sahabat Nabi Muhammad). Umar, kata Agus, selalu mengutamakan kesederhanaan dan kejujuran. Ia mengaku kagum dengan Umar. Meski menjadi khalifah tapi Umar tak mau memakai fasilitas negara kala berbicara dengan anaknya.
Agus mencontohkan kisah Umar yang memadamkan lampu saat berbicara kepada anaknya. Menurut Umar, lampu harus dimatikan karena nyala lampu itu menggunakan uang negara. Sementara saat ia berbicara dengan anaknya adalah urusan pribadi.
Itu kisah Agus. Ada lagi kisah Suharto -tentu ini bukan Soeharto yang bekas penguasa Orde Baru itu. Ini Suharto yang punya pekerjaan sopir taksi. Suharto ingat, kala itu Selasa, 26 Mei 2015 sekitar pukul 02.00.
Hari itu, Kompas.com menulis, saat ia melaju di jalanan hendak pulang ke pulnya, tiga calon penumpang di kawasan AXA Tower Kuningan, Jakarta Selatan menghentikannya. Suharto yang menjadi sopir taksi Express itu pun berhenti.
Seorang wanita yang diketahui bernama Liani, dan suaminya, naik dan duduk di bangku belakang. Sedangkan seorang temannya tak ikut.
Kedua penumpang itu meminta Suharto mengantarkan mereka ke Apartemen Sudirman Park. Menurut Suharto, perjalanan itu 10 menit dengan argo Rp20.000. Saat turun, tidak satu pun dari kedua penumpang menyadari jika tas hitam miliknya tertinggal di bawah jok belakang kemudi taksi, termasuk Suharto, yang fokus pada kemudinya. Sampai di tempat tujuan kedua penumpang pun turun dan Suharto pulang ke pulnya.
Setelah memulangkan taksinya ke pul, Suharto pun pulang. Usai menunaikan salat subuh, teleponnya berdering. Rupanya dari kantor pul taksi Express yang menanyakan adanya tas yang tertinggal di taksinya.
Ia bergegas ke pulnya. Tiba di pul, ia dan bosnya langsung mengecek tas itu. Setelah di buka ternyata tas itu berisi uang pecahan 100 dollar Australia sebanyak 100 lembar atau jika dikurskan kala itu berjumlah Rp100-an juta. Ia pun langsung mengantar tas dan isinya ke Apartemen Sudirman Park. “Ternyata uang itu untuk biaya pengobatan kanker,” ujar Suharto.
Sebagai rasa terima kasih, suami Liani memberinya dua lembar pecahan 100 dollar Australia. “Saya tukarkan hari itu juga, dapat Rp2.030.000. Uangnya untuk tebus ijazah anak saya,” ujarnya. Kisah tiga wong cilik itu sangat berbeda dengan kisah Sekretaris MA, Nurhadi.
Jangankan menolak pemberian uang, Nurhadi yang kini sedang berurusan dengan KPK itu justru diperrkirakan terlibat aktif dalam pengaturan kasus. (Fajar W. Hermawan; https://beritagar.id/artikel/berita/orang-orang-jujur-di-sekitar-kita?utm_source=Line%20News&utm_medium=APPS)-FatchurR