Beberapa cerita ini akan membuka pandangan kita, bagaimana kadang hal2 yang kita anggap biasa dan tidak berdampak ternyata memberikan pengaruh yang kuat dalam menanamkan nilai hidup pada generasi penerus kita.
1-Seorang anak sedang pergi ke taman bermain dengan ayahnya. Pada saat akan beli karcis, sang ayah membaca daftar harga. Tertulis bahwa harga karcis adalah USD 35, anak-anak 6 tahun ke bawah USD 20, dan di bawah 2 tahun gratis.
Sang ayah berfikir, anaknya baru saja merayakan ulang tahun ke 7 nya, dan badannya cenderung lebih kecil dibanding anak-anak sebayanya. Jika dia mengatakan bahwa anaknya berumur 6 tahun tentu penjual karcis tersebut akan percaya dan dia bisa mendapatkan harga yang lebih murah.
Akhirnya dia putuskan beli karcis anaknya yang untuk 6 tahun. Sang anak sempat akan mengingatkan ayahnya dia berumur 7 tahun, tapi sang ayah dengan cepat minta dia untuk diam saja. Sang anak merasa bingung, dia ber-tanya2 dalam dirinya, apakah ayahnya lupa ataukah ayahnya berbohong?
Dia merasa bahwa tidak mungkin jika ayahnya lupa, karena mereka baru saja merayakan ulang tahunnya, tetapi tidak mungkin juga ayahnya berbohong karena ayahnya selalu mengajarkan padanya untuk tidak berbohong.
Dia memendam pertanyaan ini dalam dirinya sampai mereka sampai di rumah, dengan tidak sabar dia menanyakan kepada ayahnya kenapa ayahnya mengatakan bahwa umurnya 6 tahun. Sang ayah menjawab supaya mereka membayar dengan harga lebih murah USD 15.
Sang anak tertegun mendengar jawaban ayahnya dan berkata, “Jadi apakah kejujuran hanya seharga USD 15 ayah? Sang ayah terkejut mendengar jawaban anaknya dan merasa menyesal, hanya demi uang USD 15 dia telah merusak arti kejujuran.
2-Sebuah keluarga sedang makan bersama di meja makan, sepasang suami istri dan 2 orang anaknya yang masih kecil. Tetapi disebuah pojokan di ruang makan itu, terdapat meja dan kursi kecil dan seorang kakek duduk disana.
Semua makanan dan nasi terhidang di meja besar, sedang ibu memberi semangkuk nasi dan sepiring kecil berisi macam2 lauk untuk kakek. Saat mereka makan, sang anak yang kasihan ke kakek bertanya ke ayahnya, “Ayah, kenapa kakek harus duduk di meja kecil itu? Kasihan dia. Aku bisa duduk bersama ayah dengan adik disisi ini, dan kakek bisa duduk di tempat adik.
“ Ayah menjawab, “Tidak perlu, dia tidak bisa bekerja lagi, biarkan dia duduk di sana.” Sang anak tampak bimbang tapi tidak berani membantah ayah. Dia berkata, Jadi nanti kalau ayah tidak bisa bekerja lagi, ayah akan duduk di meja kecil itu bersama kakek?
Sang ayah merasa terkejut dan tertampar pipinya, dia lupa bahwa dia akan menjadi tua dan akan mengalami hal yang sama jika dia tidak mengajarkan menghormati orang tua pada anaknya.
3. Seorang pemuda yang baru saja kembali dari medan perang di Vietnam menelepon ibunya untuk mengabarkan bahwa dia akan segera kembali ke rumah. Ibunya gembira mendengar anaknya masih selamat dan segera kembali ke rumah.
Sebelum menutup teleponnya sang anak berkata kepada sang ibu. “Oh ya bu, saya ingin bertanya, saya punya teman yang juga kembali dari Vietnam, dia tidak punya keluarga, dan salah satu kakinya putus terkena ranjau, apakah boleh dia tinggal bersama kita?
Sang ibu menjawab, “ Jangan anakku, orang cacat susah untuk cari pekerjaan, dia hanya membebani keluarga kita saja. Sang anak sangat sedih mendengar jawaban sang ibu tetapi tidak berani memaksa sang ibu untuk menerimanya.
Beberapa hari kemudian ibu dapat kabar sang anak bunuh diri di kamar hotelnya dan sang anak cacat, hanya punya satu kaki. Dia ingin tahu penerimaan ibunya jika tahu dia cacat, dan karena sang ibu menganggap rendah orang cacat, dia pilih mengakhiri hidupnya daripada harus menjadi beban.
Betapa kadang kita seperti sang ibu, tidak peduli kepada yang lebih lemah dan butuh pertolongan kita. Tidak mudah untuk selalu memilih yang benar sesuai dengan ajaran Tuhan, tetapi Semoga kita dapat mewariskan yang baik kepada penerus kita. (Ayi Priatna; dari grup WA-sumber dari 78http://www.gkikotawisata.org/renungan/222-value-or-valuables)-FR