(Dialog Gusdur dg Santri). *Gus Dur* : *_”Lho, Iblis itu kan seniornya Nabi Adam.”_*
*_Santri_* : _”Maksudnya senior apa, Gus?”_
*Gusdur* : *_”Iblis kan lebih dulu tinggal di surga dari pada Nabi Adam dan Siti Hawa.”_*
*_Santri_* : _”Iblis tinggal di surga? Masak sih, Gus?”_
*Gus Dur* : _*”Iblis itu dulu nya juga penghuni surga, terus di usir, lantas menggoda Nabi Adam, iblis menyelundup naik ke surga berserupa ular dan mengelabui merak burung surga, jadi iblis bisa membisik dan menggoda Nabi Adam.*
*Santri* : “Oh iya, ya. Tapi, walau Iblis bisikin, tetap Nabi Adam salah. Gara2nya, aku jadi miskin kayak gini”
*Gus Dur* : *_”Kamu salah lagi, Kang. Manusia itu tidak diciptakan untuk menjadi penduduk surga. Baca surat Al-Baqarah : 30. Sejak sebelum Nabi Adam lahir, sebelum Nabi Adam diciptakan, Tuhan berfirman ke para malaikat kalo Dia mau menciptakan manusia yang menjadi khalifah (wakil Tuhan) di bumi.”_*
*_Santri_* : _”Lah, tapi kan Nabi Adam dan Siti Hawa tinggal di surga?”_
*Gus Dur* : *_”Iya, sempat, tapi itu cuma transit. Makan buah terlarang atau tidak, cepat atau lambat, Nabi Adam pasti juga akan diturunkan ke bumi untuk menjalankan tugas dari-Nya, yaitu memakmurkan bumi. Di surga itu masa persiapan, penggemblengan. Di sana Tuhan mengajari Nabi Adam bahasa, kasih tahu semua nama benda. (lihat Al- Baqarah : 31)._*
*_Santri_* : _”Jadi di surga itu cuma sekolah gitu, Gus?”_
*Gus Dur* : _*”Kurang lebihnya seperti itu. Waktu di surga, Nabi Adam justru belum jadi khalifah. Jadi khalifah itu baru setelah beliau turun ke bumi.”*_
_*Santri*_ : _”Aneh.”_
*Gus Dur* : _*”Kok aneh? Apanya yang aneh?”*_
_*Santri*_ : _”Ya aneh, menyandang tugas wakil Tuhan kok setelah Nabi Adam gagal, setelah tidak lulus ujian, termakan godaan Iblis? Pendosa kok jadi wakil Tuhan.”_
*Gus Dur* : *_”Lho, justru itu intinya. Kemuliaan manusia itu tidak diukur dari apakah dia bersih dari kesalahan atau tidak. Yang penting itu bukan melakukan kesalahan atau tidak melakukannya. Tapi bagaimana bereaksi terhadap kesalahan yang kita lakukan. Manusia itu pasti pernah keliru dan salah, Tuhan tahu itu. Tapi meski demikian nyatanya Allah memilih Nabi Adam, bukan malaikat.”_*
*_Santri_* : _”Jadi, tidak apa-apa kita bikin kesalahan, gitu ya, Gus?”_
*Gus Dur* : *_”Ya tidak seperti itu juga. Kita tidak bisa minta orang untuk tidak melakukan kesalahan. Kita cuma bisa minta mereka untuk berusaha tidak melakukan kesalahan. Namanya usaha, kadang berhasil, kadang enggak.”_*
*_Santri_* : _”Lalu Nabi Adam berhasil atau tidak, Gus?”_
*Gus Dur* : *_”Dua-duanya.”_*
*_Santri_* : _”Kok dua-duanya?”_
*Gus Dur* : *_”Nabi Adam dan Siti Hawa melanggar aturan, itu artinya gagal. Tapi mereka berdua kemudian menyesal dan minta ampun. Penyesalan dan mau mengakui kesalahan, serta menerima konsekuensinya (dilempar dari surga), adalah keberhasilan.”_*
*_Santri_* : _”Ya kalo cuma gitu semua orang bisa. Sesal kemudian tidak berguna, Gus.”_
*Gus Dur* : *_”Siapa bilang? Tentu saja berguna dong. Karena menyesal, Nabi Adam dan Siti Hawa dapat pertobatan dari Tuhan dan dijadikan khalifah (lihat Al-Baqarah: 37). Bandingkan dengan Iblis, meski sama-sama diusir dari surga, tapi karena tidak tobat, dia terkutuk sampe hari kiamat.”_*
*_Santri_* : _”Ooh…”_
*Gus Dur* : _*”Jadi intinya begitu lah. Melakukan kesalahan itu manusiawi. Yang tidak manusiawi, ya yang iblisi itu kalau sudah salah tapi tidak mau mengakui kesalahannya justru malah merasa bener sendiri, sehingga menjadi sombong.”*_
_*Santri*_ : _”Jadi kesalahan terbesar Iblis itu apa, Gus? Tidak mengakui Tuhan?”_
*Gus Dur* : *_”Iblis bukan atheis, dia justru monotheis. Percaya Tuhan yang satu.”_*
*_Santri_* : _”Masa sih, Gus?”_
*Gus Dur* : _*”Lho, kan dia pernah ketemu Tuhan, pernah dialog segala kok.”*_
_*Santri*_ : _”Terus, kesalahan terbesar dia apa?”_
*Gus Dur* : _*”Sombong, menyepelekan orang lain dan memonopoli kebenaran.”*_
_*Santri*_ : _”Wah, persis cucunya Nabi Adam juga tuh.”_
*Gus Dur* : *_”Siapa? Ente?_*
*_Santri_* : _”Bukan. Cucu Nabi Adam yang lain, Gus. Mereka mengaku yang paling bener, paling sunnah, paling ahli surga. Kalo ada orang lain berbeda pendapat akan mereka serang. Mereka tuduh kafir, ahli bid’ah, ahli neraka. Orang lain disepelekan. Mereka mau orang lain menghormati mereka, tapi mereka tidak mau menghormati orang lain.
Kalau sudah marah nih, Gus. Orang2 ditonjokin, barang2 orang lain dirusak, mencuri kitab kitab para ulama. Setelah itu mereka bilang kalau mereka pejuang kebenaran. Bahkan ada yang sampe ngebom segala loh.”_
*Gus Dur* : _*”Wah, persis Iblis tuh.”*_
_*Santri*_ : _”Tapi mereka siap mati, Gus. Karena kalo mereka mati nanti masuk surga katanya.”_
*Gus Dur* : _*”Siap mati, tapi tidak siap hidup.”*_
*_Santri_* : _”Bedanya apa, Gus?”_
*Gus Dur* : *_”Orang yang tidak siap hidup itu berarti tidak siap menjalankan agama.”_*
*_Santri_* : _”Lho, kok begitu?”_
*Gus Dur* : _*”Nabi Adam dikasih agama oleh Tuhan kan waktu diturunkan ke bumi (lihat Al- Baqarah: 37). Bukan waktu di surga.”*_
_*Santri*_ : _”Jadi, artinya, agama itu untuk bekal hidup, bukan bekal mati?”_
*Gus Dur* : _*”Pinter kamu, Kang!”*_
_*Santri*_ : _”Santrinya siapa dulu dong?_ _*Gus Dur.”* (Ayi P; dari grup WA-78)-FR
————
Sajian IBO lainnya : Nasehat Lukman Al-Hakim pada anaknya
Satu-satunya manusia yang bukan nabi, bukan pula Rasul, tapi kisah hidupnya diabadikan dalam Qur’an adalah Lukman Al Hakim. Kenapa, tak lain, karena hidupnya penuh hikmah. Suatu hari ia pernah menasehati anaknya tentang hakikat hidup.
“Anakku, jika makanan telah memenuhi perutmu, maka akan matilah pikiran dan kebijaksanaanmu. Semua anggota badanmu akan malas untuk melakukan ibadah, dan hilang pulalah ketulusan dan kebersihan hati. Padahal hanya dengan hati bersih manusia bisa menikmati lezatnya berdzikir.”
“Anakku, kalau sejak kecil engkau rajin belajar dan menuntut ilmu. Dewasa kelak engkau akan memetik buahnya dan menikmatinya.”
“Anakku, ikutlah engkau pada orang-orang yang sedang menggotong jenazah, jangan kau ikut orang-orang yang hendak pergi ke pesta pernikahan. Karena jenazah akan mengingatkan engkau pada kehidupan yang akan datang. Sedangkan pesta pernikahan akan membangkitkan nafsu duniamu.”
“Anakku, aku sudah pernah memikul batu-batu besar, aku juga sudah mengangkat besi-besi berat. Tapi tidak pernah kurasakan sesuatu yang lebih berat daripada tangan yang buruk perangainya.”
“Anakku, aku sudah merasakan semua benda yang pahit. Tapi tidak pernah kurasakan yang lebih pahit dari kemiskinan dan kehinaan.”
“Anakku, aku sudah mengalami penderitaan dan bermacam kesusahan. Tetapi aku belum pernah merasakan penderitaan yang lebih susah daripada menanggung hutang.”
“Anakku, sepanjang hidupku aku berpegang pada delapan wasiat para nabi. Kalimat itu adalah:
1. Jika kau beribadah pada Allah, jagalah pikiranmu baik-baik.
2. Jika kau berada di rumah orang lain, maka jagalah pandanganmu.
3. Jika kau berada di tengah-tengah majelis, jagalah lidahmu.
4. Jika kau hadir dalam jamuan makan, jagalah perangaimu.
- Ingatlah Allah selalu.
6. Ingatlah maut yang akan menjemputmu
7. Lupakan budi baik yang kau kerjakan pada orang lain.
8. Lupakan semua kesalahan orang lain terhadapmu.Allahuma sholii alaa sayyidina muhammad wa alaa aalihi wa shohbihi wa salim. (Sapuwan; dari grup WA-78sumber dari Dakwah Islamiyah)-FR