Selamat bekerja dan bekerja sama kita ucapkan kepada para Menteri Kabinet Kerja hasil reshuffle jilid II yang baru diumumkan dan dilantik Presiden Jokowi tanggal 27 Juli 2016. Ada 9 nama menteri baru dalam jajaran kabinet, dan terdapat 4 menteri yang bergeser posisinya.
Presiden mengingatkan bahwa menghadapi tantangan yang selalu berubah, diperlukan kecepatan dan ketepatan dalam bertindak. Para menteri harus action semaksimal mungkin agar kabinet mampu bekerja lebih cepat, efektif dan solid. “Sehingga hasilnya nyata dalam waktu singkat,” ujar Presiden.
Selepas acara pelantikan, Presiden langsung memimpin rapat paripurna kabinet. “Jangan ada lagi Menteri yang saling menyalahkan!” ujar Presiden pada sidang tersebut. Ehm, ada apa sih dengan koordinasi para pejabat tinggi tersebut?
Arahan pak Jokowi ke semua menterinya, mengingatkan kita pada masa masih muda dan duduk di bangku SMA dulu; di mana Kepala Sekolah menasehati pengurus OSIS agar kompak dan jangan saling bertengkar, jangan gaduh dan fokus untuk kemajuan bersama. Mengingat hal ini, geli juga hati saya.
Dalam teori manajemen, “petuah” Presiden itu harus dimaknai sebagai perintah agar para menteri melakukan KISS (koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi). Kuncinya komunikasi; suatu proses dalam mana penggunaan informasi berfungsi baik menghubungkan pemikiran atau pesan antarpihak, baik secara langsung atau pun melalui media telekomunikasi (utamanya di sini adalah telepon seluler).
Karenanya kita berharap, agar para menteri atau pejabat tinggi negara tidak menggunakan nomor ponsel dari operator gado-gado, apalagi bila (mudah-mudahan tidak terjadi) menggunakan nomor yang berstatus prabayar.
Komunikasi seluler antarmenteri atau pejabat tinggi negara, selayaknya secara resmi dan terkoordinir oleh Sekretariat Kabinet diatur hanya menggunakan satu Operator yang paling terpercaya di negeri ini. Hal ini penting untuk memenuhi azas telekomunikasi untuk VVIP yang paling mendasar, yaitu: cepat, tepat dan aman.
Nomor telepon seluler para menteri harus merupakan bagian dari milik negara, di mana satu blok sistem penomorannya “dikelola” tidak hanya oleh Operator penyelenggara terpilih tetapi dijaga kemananannya diproteksi oleh suatu lembaga pemerintah/negara yang berwenang dan kompeten.
Selain merupakan sebuah komunitas “close user group”, fitur enkripsi khusus wajib diterapkan. Kita memiliki lembaga sandi yang mampu memberikan value added terhadap sistem seluler pita lebar LTE tersebut.
Para menteri harus menggunakan ponsel yang bisa digunakan di seluruh kabupaten kota, bahkan di seluruh pelosok Indonesia. Demi sekuriti negara, para ajudan, supir dan juga keluarganya harus pula menggunakan nomor ponsel hanya dari satu Operator. Messenger-nya pun haruslah merupakan aplikasi yang khusus didisain untuk keperluan negara.
Bila Gojek mampu menggunakan aplikasi khusus, mengapa tidak untuk komunikasi antarmenteri kita?. Menkopolhukam kita yang baru, sebagai mantan Menhankam/Pangab, tentulah amat sangat mengerti betapa serius dan prioritasnya faktor keamanan dan kenyamanan berkomunikasi melalui ponsel ini.
Operator mana gerangankah yang pantas dapat kepercayaan itu. Tentu harus yang mayoritas sahamnya dimiliki Negara. Coverage-nya menjangkau seluruh Nusantara, serta punya kemampuan connectivity, accessibility, reliability dan security yang terunggul. Dengan rasa hormat saya kepada semua penyelenggara, saya kira Telkomsel-lah pilihannya.
Itulah sebabnya, kendati pemegang saham mayoritasnya adalah BUMN (Telkom), kepemilikan Telkomsel perlu “dilempengin” agar 100% benar-benar dari Indonesia dan untuk Indonesia.
Bapak/Ibu menteri, selamat bekerja dan mudah-mudahan dengan nomor ponsel baru. Nomor seluler yang paling Indonesia. Salam Indonesia (garuda sugardo , mantan BOD Telkomsel, Indosat dan Telkom; sekarang anggota DewanTIKNasional)-FR