P2Tel

Wayang-Bunga rampai(8)-Adegan golekan dan wayang golek

Adegan Golekan
Pada saat saya masih kecil, di tahun 1960-an ketika menonton wayang kulit semalam suntuk, di akhir cerita wayang, setelah selesai perang brubuh, maka oleh para wayang diadakanlan acara syukuran, begitulah kira-kira, bahwa segala masalah telah selesai dan negara kembali aman dan tenteram.

 

Acara ini diadakan dengan makan bersama (“kembul bujana andrawina”) dan kemudian dipanggilah sepasang penari (pria dan wanita) untuk menari. Sebelum tarian dimulai, dilakukan tancep kayon, yang berarti pertunjukan utama wayang kult semalam suntuk (atau sehari suntuk) sudah selesai.

Maka keluarlah sepasang penari yang mulai menari. Nah, yang berbeda, para wayang penari ini ujudnya bukan wayang kulit, namun wayang golek yang terbuat dari kayu yang diukir. Penari pria menggunakan pakaian adat Jawa (baju lurik) lengan panjang.

 

Dan wanitanya juga mengenakan pakaian adat Jawa dengan selendang. Tarian wayang golek yang hanya beberapa menit ini sangat menarik, terutama bagi anak kecil, sebab selain indah juga lucu dan mengundang gelak tawa para penonton.

Mengapa ada wayang golek di akhir acara wayang kulit? Pertama sebagai variasi saja, biar pertunjukan menarik, biar penonton tidak pulang sampai acara benar-benar selesai. Kedua ada arti filosofinya, yaitu agar penonton “golek” atau mencari (golek artinya mencari) :

 

Makna dibalik cerita wayang yang dipertujukkan tadi, agar menjadi pelajaran dalam kehidupannya. Seperti kita ketahui pertunjukan watang adalah “wayang”, bayangan, cerminan kehidupan manusia, maka banyak pelajaran di dalamnya.

Wayang Golek
Pada tahun 1583 Sunan Kudus (salah satu dari Wali Sanga) membuat tujuh wayang purwa dari kayu dan kemudian disebut dengan wayang golek dan dipentaskan pada siang hari. Wayang ini saat petunjukan tidak memerlukan kelir, dengan cerita menarik dan diiringi gamelan slendro.

Dalam perkembangannya, wayang golek ada yang disebut Wayang Menak yang sumber cerita berasal dari Kitab Menak, yang ditulis atas kehendak Kanjeng Ratu Mas Balitar, permaisuri Sunan Paku Buwana I di Surakarta. Kemudian yang mengambil cerita dari Mahabarata dan Ramayana yang disebut Wayang Golek Purwa.

Daerah yang pertamakali melakukan pementasan wayang golek adalah Cirebon dengan berkembangnya Islam ke Jawa bagian barat. Di Cirebon dikenal dengan sebutan wayang golek purwa maupun wayang golek cepak.

 

Kala itu, Sunan Gunung Djati yang merupakan salah satu Wali Sanga ditunjuk dan ditugaskan menyebarkan Islam di wilayah Cirebon. Beliau pun meniru para sunan lainnya dengan menggunakan seni wayang untuk penyebaran agama Islam dengan penuh rasa cinta damai.

Pada waktu kabupaten2 di Jawa Barat ada di bawah pemerintahan Mataram, ketika jaman pemerintahan Sultan Agung (1601-1635), mereka yang menggemari seni pewayangan lebih meningkat lagi dalam penyebarannya, ditambah lagi banyaknya kaum bangsawan Sunda yang datang ke Mataram.

 

Mereka mempelajari bahasa Jawa dalam konteks kepentingan pemerintahan, dalam penyebarannya wayang golek dengan adanya kebebasan pemakaian bahasa masing-masing, seni pewayangan lebih berkembang, dan menjangkau hampir seluruh Jawa Barat.

Di Bandung, kelahiran wayang golek diprakarsai Dalem Karangayar (Wiranta Koesoemah III) pada masa akhir jabatannya. Waktu itu Dalem memerintahkan Ki Darman (penyungging wayang kulit asal Tegal) yang tinggal di Cibiru Ujungberung, Bandung untuk membuat wayang dari kayu. Bentuk wayang yang dibuatnya semula berbentuk gepeng dan berpola pada wayang kulit.

Namun, pada perkembangan selanjutnya atas anjuran Dalem Karangayar, Ki Darman membuat wayang golek yang tidak jauh berbeda dengan wayang golek sekarang. Di daerah Priangan sendiri dikenal pada awal abad ke-19.

 

Perkenalan masyarakat Sunda dengan wayang golek dimungkinkan sejak dibukanya jalan raya Daendels yang menguhubungan daerah pantai dengan Priangan yang bergunung-gunung. Semula wayang golek di Priangan menggunakan bahasa Jawa namun setelah orang Sunda pandai mendalang bahasa yang digunakan adalah bahasa Sunda.

Demikianlah, sampai saat ini ada berbagai jenis wayang di Indonesia tercinta ini. Khusus wayang purwa yang paling sering digelar, dengan cerita yang mengambil dari Mahabarata dan Ramayana, maka ada wayang kulit dan wayang orang dari Jawa bagian tengah dan timur dengan bahasa Jawa, serta wayang kulit dari Bali dengan bahasa Bali. Kemudian ada wayang golek dari Jawa bagian barat, tentunya dengan bahasa Sunda.

Referensi : http://sundaneseethniccanszz.blogspot.co.id/2012/12/asal-mula-wayang-golek.html
http://m.galamedianews.com/budaya/22526/ini-sejarah-singkat-seni-wayang-golek.html
http://harivernandez.blogspot.co.id/2012/11/sejarah-wayang-golek.html ;  T a m a t ………….. (Widartoks 2016; dari grup FB-MKPB Telkom)-FR

Tulisan Lainnya :

Exit mobile version