Beberapa bulan yang lalu Pak Johar kena tilang, karena lupa, melanggar peraturan lalu lintas, yaitu naik sepeda motor masuk ke jalur cepat. Jalan itu jauh dari rumah Pak Johar sehingga Pak Johar tidak sadar kalau dilarang melalui jalur cepat.
Selain itu memang tidak ada tanda larangan (wajib) ke jalur cepat, yang ada hanya tanda petunjuk ke jalru lambat yang dikira “sunat” alias anjuran saja, tidak wajib. Selain Pak Johar banyak juga pengendara sepeda motor yang kena tilang karena lewat jalur cepat itu.
Ya sudah, Pak Johar terima kena tilang dan diberi surat tilang warna merah. STNK ditahan dan harus mengambilnya di Pengadilan Negri sepekan berikutnya setelah disidang dan membayar denda.
Waduh, kok diberi surat tilang warna merah? Kata orang yang menjadi persepsi Pak Johar, kalau warna merah itu artinya pengendara tidak mengakui kesalahannya. Dendanya besar. Maka ketika waktunya mau sidang Pak Johar membawa uang banyak2, takut dendanya besar. Dari internet melanggar rambu itu dendanya 500 ribu rupiah.
Hari yang ditentukan, jam 8 pagi Pak Johar sudah sampai di Kantor Pengadilan Negri dan mendaftar, ternyata nomornya 190. Wah, alamat lama nih. Petugas bilang sekitar setengah sepuluh sidangnya. Tak apalah, tidak terlalu lama. Pak Johar lalu pergi, duduk di kursi besi yang disediakan di trotoir sambil minum kopi dan ngobrol dengan sesama “terdakwa” pelanggar lalu lintas.
Mula-mula dengan seorang bapak muda. Di bercerita kalau disidang, besarnya denda bisa ditawar, katanya mengajari. ” Pernah saya kena denda 75 ribu, lalu saya tawar dengan alasan ada kebutuhan penting, jadilah dendanya 50 ribu saja”, katanya. Wah, pengalaman bagus kata Pak Johar dalam hati.
Setelah bapak itu pergi, teman duduk kini seorang ibu. Dia bercerita dicegat polisi di jalan, kemudian ditanya oleh polisinya, mau surat tilang warna merah atau biru. Baik benar polisinya, kata Pak Johar dalam hati. Ibu itu lalu menilpun saudaranya yang polisi.
Kkatanya minta saja yang warna merah, sebab kalau warna biru dendanya bisa besar. Lho, kok jadi terbalik dengan pengertian Pak Johar selama ini, tilang warna merah dendanya lebih besar. Sementara saudaranya ibu ini bilang tilang warna biru dendanya yang besar.
Jam 9 seperempat ternyata Pak Johar sudah disidang dan kena denda 131 ribu rupiah. Untunglah tidak sampai ke denda maksimal sebesar 500 ribu rupiah, kata Pak Johar dalam hati. Rata2 “teman2” Pak Johar kena denda sebesar itu walau kesalahannya berbeda, misalnya lupa tidak membawa SIM atau lupa tidak membawa STNK.
Kini Pak Johar jadi penasaran, yang lebih mahal surat tilang warna biru atau merah sih? Maka kemudian dia mencari jawabannya di internet dan penjelasannya begini : Jika dapat surat tilang warna biru, maka pengendara bisa langsung membayar di bank yang ditunjuk.
Resi pembayaran bisa dipakai untuk mengambil STNK yang ditahan polisi (kalau STNK yang ditahan). Besarnya denda ditentukan oleh polisi tersebut, maksudnya mau maksimal 500 ribu rupiah atau lebih rendah dari itu. Keuntungannya bisa langsung selesai saat itu juga kalau mau.
Kalau surat tilang warna merah, harus ikuti sidang di kantor pengadilan dan menunggu jadwal sidang yang bisa sepekan lebih. Besarnya denda ditentukan hakim. Jadi mana lebih baik? Yang lebih baik tidak kena tilang. Tapi kena tilang baik juga. Menyumbang kas Negara. KBY. Kok bisa ya ? (Widartoks 2016; dari grup FB)-FR