P2Tel

Wayang Wisanggeni (6)-Keluarga bahagia

Sesampai di kayangan Wisanggeni tiba2 berubah pikiran, dia ingin menemui ibunya dulu, Dewi Dresanala yang menurut kabar, masih berada di kediaman ayahnya, Batara Brama di kayangan Argadahana. Dewi Dresanala, ibunya, selama ini belum pernah dilihatnya.

 

Dia menuju kediaman Dewi Dresanala, di kayangan Argadahana. Rencana menuju kediaman Dewa Srani diurungkannya. Sesampai kayangan Argadahana, dewa penjaga tidak berani berbuat banyak ketika didatangi Wisanggeni, maka ditunjukkanlah tempat kediaman Dewi Dresanala.

 

Sesampai di sana, dia telah dihadang oleh Dewa Srani yang yakin bisa mengatasi Wisanggeni, bukan dengan kesaktian, namun dengan jalur diplomasi, pendekatan pribadi. Wisanggeni tidak menyangka, ternyata Dewa Srani saat itu ada di kediaman ibunya, bukan di kediamannya sendiri.

” Aku Wisanggeni, mau ketemu ibuku Dewi Dresanala”, sapa Wisanggeni yang belum banyak belajar sopan santun itu.
” Ada perlu apa?”, tanya Dewa Srani.
” Ya ketemu saja, kan dia ibuku. Paman siapa?”, tanyanya.

” Aku Dewa Srani, suami ibumu”, kata Dewa Srani dengan nada rendah, berlaku seperti dewa sabar.
” Begini Wisanggeni, sekarang ini ibumu kan sudah menjadi istriku, berarti kamu sekarang menjadi anakku juga. Ke sini Wisanggeni, kita bergabung menjadi satu keluarga ya”, kata Dewa Srani.

Wisanggeni diam sebentar, dia pandangi Dewa Srani. Ada unsur Sang Hiang Wenang di dalam diri Wisanggeni, maka dia bisa membaca bahwa ada kejahatan, kelicikan dibalik kata-kata Dewa Srani. Maka kemudian katanya.

” Ibuku itu istri Arjuna, ayahku. Kamulah yang telah merebutnya”, kata Wisanggeni.
” Tidak Wisanggeni, Arjunalah yang meninggalkan ibumu dan mentelantarkannya”, jawab Dewa Srani.

” Mana ibuku dan tinggalkanlah secepatnya tempat ini”, kata Wisanggeni yang mulai meradang. Dia lalu maju menuju ke dalam sebuah bangunan untuk menemui ibunya. Ketika Dewa Srani berusaha menghalangi, dia malah dihajar oleh Wisanggeni. Dewa Srani melawan dengan kesaktiannya, namun ternyata tidak bisa menghadapi Wisanggeni. Akhirnya dia melarikan diri.

Dewa Srani lari ke kediaman ibunya Batari Durga untuk minta tolong. Tidak diduga, karena kejengkelannya memuncak, Wisanggeni mengejarnya. Sesampai di kediaman Batari Durga, oleh Batari Durga , Dewa Srani diajaknya segera ke Jonggring Salaka, kediaman Batara Guru untuk meminta pertolongan dan perlindungan. Wisanggeni tetap mengejarnya.

Batara Guru berdiri mencegat Wisanggeni. Batari Durga dan Dewa Srani bersembunyi di belakangnya.
” Kakek Batara Guru, biar aku hajar orang yang telah merampas ibuku dari bapakku Arjuna”, katanya.
” Sabarlah Wisanggeni’, kata Batara Guru.
” Kakek Guru juga akan membelanya?”, tanya Wisanggeni.

Maka tanpa aba2 Wisanggeni menyerang Batara Guru. Batara Guru tidak membalas serangan itu. Namun Wisanggeni tetap menyerangnya, makin lama makin sengit. Maka lama2 Batara Guru kerepotan menghadapainya.

 

Daripada malu jadi tontonan para dewa yang ada di situ, lebih baik menghindar dan mencari bantuan. Maka kemudian Batara Guru melesat ke Arcapada untuk mencari dan meminta tolong kepada Arjuna. Batari Durga dan Dewa Srani yang merasa tidak ada pelindungnya lagi, segera melesat melarikan diri.

Sebenarnya Batara Guru ingin melawan Wisanggeni, namun demi melihat tanda Sang Hiang Wenang di diri Wisanggeni, diurungkannya niatnya. Apalagi dalam hatinya dia juga merasa bersalah, namun rengekan Dew Srani dan Batari Durga yang membawanya tercebur ke masalah yang tidak diduganya ini.

Wisanggeni tidak mengejar Batara Guru. Dia mencari Dewa Srani, dia tanya ke para dewa di mana Dewa Srani berada. Karena tahu kelakuan Wisanggeni, maka sebelum ditanya para dewa menghindar. Wisanggeni tetap mencari Dewa Srani. Semua dewa dibuat ketakutan. Akibatya Wisanggeni menjadikan suasana kayangan menjadi kacau.

Beda tempat beda cerita. Alkisah, pada waktu itu di kerajaan Amartapura, berkumpullah para Pandawa, para istri dan ratu Dwarawati, Prabu Batara Kresna. Hadir juga Semar penasehat mereka. Mereka membahas dan menunggu kepergian Wisanggeni yang belum pulang dari kayangan untuk membawa ibunya, Dewi Dresanala kepada Arjuna, ayahnya.

Pertemuan mereka belum lama ketika tiba-tiba Batara Guru datang menemui mereka.
” Pikulun Batara Guru, hamba menghaturan sembah”, kata Kresna.
” Ya Kresna, sembahmu kuterima, restuku saja terimalah”, jawab Batara Guru. Yudistira sebagai sulungnya Pandawa juga menghaturkan sembah, disusul Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa dan para istri.

” Kakang Semar kok ada di sini? Baktiku padamu Kakang”, sapa Batara Guru kepada Semar.
” Ya ya, aku terima baktimu kepada Saudara tua”, kata Semar.

Setelah saling sapa dan tanya keadaan, kesehatan, kemudian Kresna mewakili para Pandawa berkata.
” Pikulun Batara Guru, apa yang dapat kami bantu, paduka sudah datang ke Amarta”.

” Ya Kresna, terima kasih. Aku ke sini mau meminta tolong kepada Arjuna. Di kayangan Wisanggeni mengamuk, maka aku minta tolong Arjuna mengatasinya”, kata Batara Guru.
” Guru”, kata Semar menyela.
” Ini pasti gara-gara ulahmu juga. Kamu yang sudah membuat semua ini terjadi”.

” Iya kang Semar. Aku salah”, jawab Batara Guru yang jelmaan Batara Ismaya, kakaknya sendiri.
” Ya  kalau sudah mengaku salah. Raden Arjuna, mohon bantuannya Raden”, kata Semar kepada Arjuna.
Arjuna pamit dan segera melesat ke kayangan menghentikan Wisanggeni yang menggegerkan kayangan.

Sesampai di kayangan, Arjuna segera menemui Wisanggeni. ” Wisanggeni, sudahlah jangan dikejar lagi Dewa Srani. Lebih baik kita temui ibumu, Dewi Dresanala. Apa kamu sudah bertemu dia?” tanya Arjuna.
” Belum. Ya benar, lebih baik aku ketemu ibu saja. Ayo Bapak kita ke sana”, jawab Wisanggeni.

Arjuna dan Wisanggeni kemudian menuju kediaman Dewi Dresanala. Kini anak, bapak dan ibu bertemu dan saling menumpahkan kebahagiannya. Dewi Dresanala sendiri senang dan bangga dengan putranya, Wisnggeni . . . . . bersambung Jum’at depan/ …………….
Gambar : Batara Guru – Semar (Widartoks 2016; dari grup FB-MKPB Telkom)-FR

Tulisan Lainnya :

Exit mobile version