Urutan bulan yang berdasarkan peredaran bulan sudah dikenal sebelum Islam. Ritual keagamaan, seperti musim haji dan penetapan bulan-bulan suci sudah ada sejak nenek moyang bangsa Arab. Catatan tahun dihitung berdasarkan kejadian-kejadian istimewa.
Seperti kejadian Mekah yang terendam banjir atau saat serangan pasukan Gajah ke Mekah. Rasul belum memikirkan pembuatan kalender Islam, sekalipun Al Qur’an sudah menetapkan 12 bulan dalam satu tahun (QS At Taubah 9:38).
Kalender Masehi yang berdasarkan peredaran matahari sudah ditetapkan oleh Kaisar Romawi, sekitar abad ke6, jadi lebih dari 500 tahun setelah kehidupan Nabi Isa. Kalender tersebut dipakai oleh bangsa Romawi. Julius Caesar mengabadikan namanya pada bulan ke 7, Juli.
Eropa Barat belum memakai kalender dan Islam tentu saja tidak memakai kalender itu, selain tidak cocok dengan perhitungan bulan yang selama ini mereka anut, juga karena bangsa Romawi saat itu berada di pihak musuh Islam.
Kaum Yahudi bahkan sudah memakai penanggalan Ibrani jauh sebelum Nabi Isa lahir. Mereka menggunakan system orbit bulan, kekurangan hari setiap tahun disesuaikan dengan penambahan jumlah bulan pada tahun-tahun tertentu.
Kalender Islam baru ditetapkan pada ke Khalifahan Umar bin Khattab. Umar mengajak para sahabat untuk berunding menetapkan kalender Islam, yang kemudian dikenal sebagai kalender Hijrah. Ada beberapa pilihan untuk menetapkan awal tahun, saat kelahiran Nabi, wafatnya Nabi atau saat Hijrah.
Akhirnya disepakati awal tahun adalah, enam belas tahun sebelumnya, yakni saat peristiwa Agung dalam Islam, yakni saat Hijrah. Disepakati pula, salah satu dari empat bulan suci, 1 Muharram sebagai awal tahun.
Khalifah Umar bin Khattab adalah seorang pemimpin besar. Pada jamannya pengaruh Islam sampai ke Irak, Persia, Jerusalem bahkan Mesir, namun namanya tetap harum sampai sekarang, sekalipun tanpa ada namanya pada kalender Hijrah. (Sadhono Hadi; dari grup FB ILP)-FR