Akhirnya Rama dan Sinta membuat kesepakatan. Agar tidak membuat runyam keluarga Sinta, maka Sinta dipersilahkan nikah dengan pria pilihan ortunya. Sekalipun orang itu tidak dikenalnya dan tidak dicintainya. Sekian hari atau sekian minggu kemudian minta cerai. Lalu nikah dengan Rama. Itu keputusan yang sulit bagi keduanya. Tapi itu pilihan terbaik bagi keduanya, pikir mereka.
Singkat cerita, Sinta jadi menikah dengan pria pilihan ortunya. Rama menunggu jandanya, kemudian akan menikahinya dan membawanya terbang ke luar pulau nan jauh di sana. Sehari dua hari menunggu tetap sabar. Seminggu dua minggu disabar-sabarkan.
Namun ternyata yang ditunggu tidak muncul, kabar beritanya saja tidak ada. Bahkan “mata-mata” Rama, yang tetangga dan saudara dari Sinta namun “berpihak” ke Rama, melaporkan bahwa kini Sinta telah hidup bahagia dengan pria pilihan ortunya dan dulu sangat tidak disenanginya. Bahkan Sinta kini telah melupakan Rama.
Tak habis2nya Rama me-ngomel2. Maklumlah dia tidak menyangka kalau Sinta yang sangat dicintainya akan berbalik seratus delapan puluh derajat, dari sangat mencintainya dan ingin menikah dengannya, kini malah melupakannya sama sekali.
Namun apa hendak dikata, kalau ibaratnya lagu, tidak cocok lagi dengan lagu dengan yang sering dinyanyikannya :” Aku masih seperti yang dulu. Menunggumu sampai akhir hidupku”.
Tapi Rama akhirnya bisa menerima bahwa hidup ini, termasuk jodoh sudah ada yang mengatur. Dia pada akhirnya menikah juga dengan wanita lain. Pak Johar dan teman-temannya yang ada di pertemuan di tulisan sebelum ini juga hadir.
Sudah berjanji hidup bersama dalam satu keluarga, eh jadinya malah hidup bersama di masing-masing keluarga ; KBY. Kok bisa ya ?-T a m a t— (Widartoks 2016; dari grup FB-MKPB Telkom)-FR