Rukun iman yang ke-enam adalah iman (percaya) pada takdir. Ada penulis yang menyebutkan, bagian ini adalah bagian tersulit dalam menjelaskan pengertian rukun iman yang enam itu. Ijinkan dengan pengetahuan saya yang dangkal, mencoba menjelaskan hal itu, mudah2an tidak bertambah rumit pengertiannya.
Saya mengambil misal, sekali lagi hanya sekedar contoh dan bukan keadaan sebenarnya. Ketika saya membeli dua buah bibit tanaman anggur saya berpikir keduanya akan merambat ke atap garasi saya. Saya tanamlah dua pohon anggur itu pada sisi kanan dan kiri garasi.
Kedua tanaman itu sekedar hidup, tidak subur namun tidak pula mati. Begitulah telah berjalan sekitar dua tahun, keduanya tetap kerdil, tidak ada penambahan tinggi. Tiba-tiba anggur yang sebelah kiri batangnya patah tertimpa pelepah pohon aren, sehingga tanaman itu mati.
Itu takdir, dalam artian qada’. Sudah menjadi ketetapan-Nya, tanaman itu mati, apapun penyebab kematiannya. Begitu juga kelahiran, siapa orang tua kita adalah ketetapan Allah, kita harus ikhlas menerimanya.
Tanaman anggur saya tinggal satu dan saya ingin tanaman ini subur. Saya keduk tanah disekitarnya. Saya buang semua berangkal dan batu. Saya ganti campuran tanah hitam, pasir dan kompos. Saya tambahkan pupuk organik. Tanaman itu seakan dapat energi baru dan tumbuh cepat. Secara rutin, dua kali sebulan saya bubuhkan pupuk agar tanaman itu tumbuh lebih subur lagi.
Tanaman itu mulai merambat keatap garasi. Tanaman berbuah, itu juga takdir. Takdir disini dalam arti qadar atau ukuran, sampai berbuah dan atau sampai lebih dari itu. Jadi jelas, dibalik takdir ada IKHTIAR agar ukuran hidup tanaman itu bisa se-panjang2nya dan se-baik2nya sampai berbuah selebat-lebatnya.
Sesungguhnya semua nasib manusia sudah digariskan Tuhan sejak azali dan semua akan dijalani manusia sejak lahir sampai kelak dipanggil kembali oleh-Nya. Sekalipun demikian manusia tidak tahu bagaimana takdirnya, namun justru karena itulah manusia memiliki peluang untuk berikhtiar agar memiliki kehidupan yang maksimal dunia maupun akhirat. Aamiin.
Sekali lagi, tulisan ini dari yang sedang belajar, bila ada salahnya tentu kesalahan murid yang keliru mendengarkan tauziah ustadz ataupun kurang teliti membaca kitab. Maaf. ((Sadhono Hadi; dari grup FB ILP)-FR