P2Tel

Wayang Wisanggeni (7)-Mencari tambatan hati

Di kayangan Aragdahana itu, Batara Brama meminta maaf dan mengakui Arjuna sebagai menantunya kembali. Dia juga bangga mempunyai cucu, Wisanggeni, yang ternyata menuruni kesaktiannya yang bisa menaklukkan api dan menggunakannya sebagai senjata sangat menakutkan, jika diperlukan.

Setelah beberapa lama Arjuna dan Wisanggeni tinggal di kayangan Argadahana, kemudian Arjuna berpamitan untuk kembali ke bumui, ke Arcapada untuk meneruskan tugasnya sebagai kesatria yaitu membangun negara dan memberantas angkara murka.

Wisanggeni sendiri memilih sementara tinggal bersama ibunya, Dewi Dresanala. Dia berjanji lain waktu akan datang ke Arcapada menamui bapaknya dan saudara-saudaranya.

Demikianlah, memang Wisanggeni pada akhirnya memiliki dua tempat tinggal. Dia terkadang tinggal di Arcapada, di mana di sana ada ayah dan saudara-saudaranya. Kadang pula di tinggal di kayangan menemani ibunya yang bidadari dan tetap tinggal di kayangan.

 

Dia tidak mengikuti suaminya ke Arcapada. Sekali-kali Wisanggeni datang ke kayangan Alang-Alang Kumitir, ke kediaman Sang Hiang Wenang untuk meminta nasehat jika ada hal yang mengganggu pikiran atau perasaannya.

Ketika kemudian Wisanggeni dewasa dan bergaul dengan saudara-saudaranya dari keluarga besar Pandawa, seperti Gatutkaca, Antasena, Pancawala, Abimbanyu, maka dia menjadi mengerti bagaimana bergaul layaknya manusia biasa dan sebagai kesatria.

 

Hanya ada satu kebiasaan Wisanggeni yang tidak bisa diubah, dia gunakan bahasa “ngoko” yang sering diterjemahkan sebagai bahasa “kasar” ke siapapun, ke yang muda dan yang tua atau dituakan. Kepada semua dewa, termasuk kepada Batara Brama kakeknya, Batara Guru, rajanya para dewa sampai Sang Hyang Wenang sebagai dewa yang paling dihormati dan dipercayainya.

Wisanggeni kemudian juga kepingin menikah, seperti saudara-saudaranya. Nah, kebetulan waktu itu ada kabar bahwa Prabu Mustikadarwa dari Kerajaan Kerajaan Sonyapura mempunyai putri nan cantik dan baik hari bernama Dewi Mustikawati, maka kemudian Wisanggeni pergi ke Kerajaan Sonyapura untuk melamarnya.

Seperti sering terjadi di jaman wayang, ketika ada putri tiba masanya dilamar orang, tiba2 yang melamar jadi banyak. Hal ini juga terjadi pada Dewi Mustikawati. Yang datang ke Kerajaan Sonyapura bukan hanya Wisanggeni, tapi banyak pemuda yang juga melamar. Salah satunya adalah Raden Sutija atau Bomanarakasura yang putra Prabu Kresna.

 

Jadi masih saudara sepupu Wisanggeni. Para kesatria yang melamar ini kemudian ditempatkan satu persatu di kamar atau di rumah yang telah disediakan. Maklumlah ini kerajaan besar, jadi mempunyai kamar yang banyak. Tidak ada masalah kalau ada banyak tamu berkunjung.

Kasak-kusuk di antara para peserta yang biasanya ditemani oleh beberapa asisten atau pembantu kemudian merebak, sebab biasanya kalau ada pelamar lebih dari satu, akan diadakan sayembara. Siapa yang memenangkan sayembara, dialah yang berhak memboyong sang putri. Biasanya pula, sayembara itu berupa sayembara preng tanding antar peserta. Begitulah situasi jaman wayang.

Maka kasak-kusuk itu menilai, siapa saja yang paling mungkin bisa memenangkan sayembara itu. Kalau di jaman modern, siapa peserta unggulannya. Para asisten lalu mengintai dan mempelajari kemampuan peserta lain dengan melihat bio data masing2, sejak dilahirkan dan sepak terjangnya di dunia wayang.

 

Akhirnya mereka berkesimpulan bahwa unggulan teratas sayembara perang tanding yang mungkin diadakan, karena memang belum ada pengumuman tentang sayembara itu, adalah Wiasnggeni dan Setija alias Boma Narakasura.

 

Mengapa demikian? Wisanggeni jelas sakti mandraguna, karena dia adalah cucu Batara Brama. Bagaimana dengan Setija? Dia bukan hanya sakti, namun juga bisa dikatakan tidak bisa mati. Maka perang tanding antar keduanya akan menjadi perang tanding yang sangat dahsyat; Bersambung Jum’at depan/ ………………….- (Widartoks 2016; dari grup FB-MKPB Telkom)-FR

Tulisan Lainnya :

Exit mobile version