Bagi yang teliti membaca sejarah Islam, akan paham bahwa Islam disebarkan secara damai dan itu berjalan sampai Hijrah Nabi, jadi selama lima belas tahun! Tidak ada setitikpun darah kaum Qraisy yang menetes karena kaum muslimin.
Sebaliknya beberapa pengikut Islam baik pria maupun wanita gugur karena mempertahankan iman. Mereka menjadi korban kebuasan kaum musrik yang merasa terusik atas agama baru itu. Nabi tetap sabar tanpa melawan dengan cemoohan dan kebrutalan musuh Islam.
Siraman pasir, lemparan isi perut kambing diterima dengan tabah. Bahkan Nabi pun hanya menghindar tatkala darah mulai mengucur karena lemparan batu ketika Nabi berda’wah di Ta’if.
Alih-alih melawan, kaum muslimin yang jumlahnya sudah puluhan, kemudian memilih mengungsi ke Abbesinia, dalam lindungan penguasa Nasrani. Kaum Quraisy masih mengejar pengungsi dan meminta penguasa Abbesinia untuk mengembalikan ke Mekah untuk dihukum.
Ketika kemudian tekanan dan siksaan makin mendera, ratusan kaum muslimin berbondong-bondong hijrah ke Madinah. Mereka meninggalkan kerabat, rumah, harta benda serta kekayaan lainnya begitu saja. Ratusan kilometer jalan berpasir dan berbatu dibawah tempaan sinar terik matahari mereka tempuh untuk menghindari kaum musyrik.
Ketika Nabi kemudian diburu untuk dibunuh, akhirnya beliau memilih menghindar dan mengungsi bersama Abu Bakar. Sampai saat itu, Islam selalu menempuh jalan damai dan tidak ada setajam pisau dapurpun yang mengancam musuh Islam.
Pedang baru terpaksa terhunus ketika pasukan Quraisy nglurug ke Madinah, saat itu pengikut Islam sudah ribuan jumlahnya dan ribuan pula orang yang rela mati membela junjungannya, Nabi Muhammad SAW. Perang Badar tidak bisa terhindarkan lagi.
Rasul terpaksa mengirim pasukan ke luar jazirah Arab ketika, sejumlah juru2 da’wah, penghapal Al Qur’an terbaik yang diundang ke wilayah Utara, di jebak dan dibunuh. Perang terus berlanjut, ketika penganut Islam di kawasan dalam pengaruh Persia dan Romawi dimusuhi dan diancam akan dibunuh.
Sesungguhnya Islam tetap berkembang secara damai, lewat jalur perdagangan misalnya, ketika memasuki semenanjung Malaka dan Nusantara. (Sadhono Hadi; dari grup FB ILP)-FR