1-Saudara lelakinya bertanya saat kunjungan seminggu setelah adik perempuannya melahirkan :
“Hadiah apa yang diberikan suamimu setelah kau melahirkan?” : Tidak ada,” jawab adiknya pendek. Saudaranya berkata lagi, “Masa sih, apa kau tidak berharga di sisinya? aku sering memberi hadiah istriku walau tanpa alasan yang istimewa”.
Siang itu, ketika suaminya lelah sepulang dari kantor menemukan istrinya merajuk di rumah. Keduanya lalu terlibat pertengkaran. Sebulan kemudian, antara suami istri ini terjadi perceraian. Dari mana sumber masalahnya? Dari kalimat sederhana yang diucapkan saudaranya.
2-Saat arisan seorang ibu tanya, “Rumahmu ini tidak terlalu sempit, Jeng? bukankah anak2mu banyak?”.
Maka, rumah yang tadinya terasa lapang, sejak saat itu, mulai dirasa sempit oleh penghuninya. Ketenangan hilang saat keluarga ini mulai terbelit hutang kala mencoba membeli rumah besar dengan cara kredit ke bank.
3-Seorang teman bertanya, “Berapa gajimu sebulan kerja di toko itu?”. Ia jawab “1,5 juta rp”. “Cuma 1,5 juta rupiah? sedikit sekali ia menghargai keringatmu. Apa cukup memenuhi kebutuhan hidupmu?”.
Sejak saat itu ia jadi benci pekerjaannya. Ia lalu minta kenaikan gaji ke pemilik took. Pemilik toko menolak dan malah mem-PHK nya. Kini ia malah tidak berpenghasilan dan jadi pengangguran.
4-Seseorang tanya ke kakek tua “Berapa kali anakmu mengunjungimu dalam sebulan?” Si kakek menjawab, “Sebulan 1x”. Yang tanya menimpali, “Keterlaluan sekali anak2mu itu. Di usia senjamu ini harusnya mereka mengunjungimu lebih sering”. Hati kakek jadi sempit padahal tadinya ia lapang dan rela pada ana2nya. Ia sering menangis dan ini memperburuk kesehatan dan kondisi badannya.
Apa keuntungan yang kita dapat ketika bertanya seperti pertanyaan2 di atas?.
Karena itu, jagalah diri mencampuri kehidupan orang lain. Mengecilkan dunia mereka. Menanamkan rasa tak rela pada yang mereka miliki. Mengkritisi penghasilan dan keluarga mereka, dst… dst…
Kita akan menjadi agen kerusakan di muka bumi dengan cara ini. Bila ada bom yang meledak cobalah introspeksi diri, bisa jadi kitalah yang menyalakan sumbunya. Pandai2lah mensyukuri yg ada dan untuk apa kita berbicara. (Asep Saefulbahri; dari grup WA-BPTg)-FR