Zaid bin Amr bukan sahabat Rasul, ia wafat sebelum kenabian Rasulullah. Ia seorang yang istimewa. Orang Arab, penduduk Mekah, namun ia tidak mau mengikuti cara-cara jahiliah, yang membunuh anak perempuan dan menyembah berhala.
Ia bahkan menyelamatkan bayi-bayi perempuan yang akan dikubur oleh ayahnya sendiri. Ia bukan penganut Nasrani, bukan pula penganut agama Yahudi. Ia percaya Tuhan yang Esa dan kehidupan setelah mati. Ia menyatakan dirinya sebagai penganut agama Ibrahim.
Ia bukan saja melawan arus, tapi ia menantang ombak besar dan ia ambil resiko itu. Ia dimusuhi kaumnya. Terpaksa manusia berani ini bersembunyi di bukit2 di sekitar Mekah dan hanya berani masuk kota malam hari. Tapi sering kali ia tertangkap, dipukuli dan diusir keluar.
Akhirnya ia terpaksa mengungsi ke negeri2 yang lebih ramah, kawasan Suriah dan Syria. Dalam pengembaraannya ia ketemu rahib yang meramalkan akan turunnya utusan Allah di Mekah. Ia bergegas kembali ke Mekah, mengharap bertemu dengan Nabi yang akan muncul. Sudah lama ia ingin belajar caranya beribadah.
Nasib yang menentukan lain, belum sampai ke Mekah dia dihadang musuh2nya dan dibunuh, Sebelum ajal menjemput ia berdo’a agar anaknya kelak mengikuti Rasul yang baru itu. Allah mengabulkan do’anya dan anaknya, Said bin Zaid bin Amir kelak jadi salah satu sahabat utama Nabi SAW dan dijanjikan menempati surga. Masya Allah. (Sadhono Hadi; dari grup FB ILP)-FR