Saya pernah menulis tentang sahabat Abu Huraira pada TA 029, namun setelah mendengar khotbah KH Slamet Rahardjo di mesjid tua Sleman, ingin saya menulis lagi tentang sahabat Rasul yang penuh inspiratif ini.
Abu Huraira sudah berusia 30 tahun, saat masuk Islam pada tahun 7H, setelah penaklukan benteng Khaibar, sehingga ia bersama-sama dengan Rasul hanya sekitar empat tahun, atau efektif hanya tiga tahun, karena ia sering mendapat tugas ke luar kota.
Pria yang berasal dari Yaman ini menjadi sumber inspirasi pagi orang-orang yang merasa terlambat mendalami agama. Abu Huraira menunjukan kepada kita bahwa tidak ada kata terlambat dalam belajar agama.
Suatu ketika Rasulullah menanyakan kepada para sahabat yang mengelilinginya di masjid Madinah,
“Siapakah diantara kalian yang mau mengamalkan yang aku ajarkan dan mengajarkan lagi kepada orang yang mau mengamalkan?”, Abu Huraira yang saat itu belum lama masuk Islam langsung berdiri,
“Saya, Ya Rasul”, katanya tanpa ragu-ragu.
Rasul langsung mengenggam tangan sahabat barunya itu, seolah beliau tahu bahwa orang ini dapat beliau andalkan kelak. Sebaliknya, Abu Huraira merasakan genggaman tangan Rasul itu seolah segunung amanah yang ditumpahkan kedalam relung dadanya.
Ia merasa sesak dan bertekad melaksanakan tugas itu dengan sebaik-baiknya. Sejak itu ia seolah menempel kepada Rasul, menjadi pelayannya dan mengikuti kemanapun Rasul pergi. Ia selalu hadir saat Rasul bertemu dengan para sahabat utama.
Ia sangat tekun mempelajari Al Qur’an dan merekam semua ucapan dan tindakan Rasul. Setelah Rasul wafat ia dikenal sebagai gudangnya ilmu dan ia yang paling banyak meriwayatkan hadits, diantara para sahabat. Dari Abu Huraira diriwayatkan sebanyak 5347 Hadits.
Bayangkan, bila 3 tahun adalah 1000 hari, maka setiap hari ia mengumpulkan hadits yang berbeda lebih dari lima riwayat. Luar biasa, adakah kita lebih keras bekerja daripada Abu Huraira?
Ia pernah diangkat oleh Khalifah Umar bin Khaththab jadi gubernur Bahrain, namun Umar kemudian mencopotnya. Ia kemudian menolak tawaran jabatan lagi, juga saat Ali bin Abi Thalib jadi Khalifah. Ia mau jadi Gubernur Madinah saat Khalifah Muawiyah. Ia wafat di Madinah pada usia 78 tahun dan pada usia tuanya ia menjadi tujuan orang belajar Al Qur’an dan Al Hadits. (Sadhono Hadi; dari grup FB ILP)-FR