Bagi banyak orang, terutama di jaman sekarang, memperoleh ijazah S1 itu perkara tidak terlampau sulit. Waktunya juga hanya sekitar 4 tahun, bahkan bisa lebih cepat. Perguruan tinggi juga tersebar di mana2. Bahkan Perguruan Tinggi Negri (PTN) juga ada yang di kota kabupaten.
Namun hal ini tidak berlaku bagi banyak orang jaman dulu, termasuk Pak Johar. Selain jumlah PTN/PTS sedikit dan adanya di kota besar, juga faktor biaya menjadi kendala. Maklumlah saat itu sampai tahun 1970-an Indonesia belum semakmur sekarang. Pendapatan perkapita hanya 1/6 dari jaman sekarang.
Lulus SMA, Pak Johar tidak mendaftar ke PT, sebab ketidak adaan biaya. Dia masuk ke sekolah yang berikatan dinas di Kota A. Ikatan dinas itu, selama sekolah biaya ditanggung instansi yang menyekolahkan dan setelah lulus langsung bekerja di sana. Sekolah ini setingkat D2 di bidang teknik. Setelah lulus lalu bekerja di Kota B.
Di Kota B, Pak Johar diterima di sebuah PTN level S1, di bidang teknik. Jaman itu ada kelas bersama (matrikulasi) semua jurusan 6 bulan, jika lulus baru bisa meneruskan ke jurusan yang dipilih. Waktu itu Pak Johar mendapat tugas ke luar kota beberapa bulan, bahkan ujian matrikulasi saja tidak ikut.
Maka dia tidak lulus dan tidak bisa melanjutkan ke level S1, namun “jatuh” ke tingat D3. Lucunya uang SPP yang sudah dibayar setahun sebagian dikembalikan, karena di D3 lebih murah. Karena tidak kerasan sekolah di situ, akhirnya Pak Johar keluar.
Tidak sekolah kok tidak enak, maka tahun berikutnya dia mendaftar sekolah malam di level akademi (D3) di jurusan non teknik. Setahun di situ bosan juga, akhirnya keluar lagi. Dia lalu melanjutkan sekolah atas biaya instansinya ke level D3 di Kota A lagi.
Tiga tahun kemudian lanjut ke level S1 di Kota C, dengan biaya instansinya. Nah, di S1 ini ijazahnya tidak diakui oleh PTN dan swasta (Koperstis). Maka Pak Johar lalu sekolah lagi di perguruan tinggi swasta level S1 di Kota A kembali. Akhirnya dapat juga ijazah S1. Saat itu umurnya sudah empat puluh tahunan.
Jadi untuk mendapatkan ijazah S1, Pak Johar telah duduk di bangku sekolah level D2 di satu sekolah, kemudian level D3 di tiga sekolah di dua kota berbeda dan level S1 di tiga sekolah di tiga kota berbeda pula. KBY. Kok bisa ya ? (Widartoks 2016; dari grup FB-ilp)-FR