Ketika saya bersepeda melintas pasar Tempel (berada dibawah jembatan Krasak yang panjang, tinggi dan megah), saya lihat penjual kentang kecil.Saya turun dan membeli satu bungkus sekitar 1 Kg. Saya juga beli kacang merah yang kering. Saya bertekad membuat rendang!
Kedua bahan pokok itu tersimpan di kulkas semingguan. Jujur saja saya tidak menyukai daging rendang, tapi saya sangat suka bumbu, kentang dan kacang merahnya. Kebetulan istri dapat kiriman kenalannya yang panen cabe merah dan cabe rawit. Saya titip padanya membelikan daging ayam. Lengkap sudah.
Melunakan kulit kacang merah yang keras saya tugaskan ke pressed Cooker, tidak sampai 15 menit beres. Kemudian memasak kentang malah lebih singkat lagi. Selanjunya jahe, lengkuas, kunyit saya ambil dari halaman sendiri. Bersama bawang merah dan bawang putih saya haluskan dengan lumpang.
Sengaja saya tidak gunakan cobek tua, karena bumbu cukup banyak tentu tangan capai menggerusnya. Saya gunakan lumpang batu yang belum lama saya beli dari pasar Sleman (ide ini saya dapat dari adik perempuan saya yang memang jago masak), dalam waktu singkat bumbu sudah halus.
Daging ayam saya potong2 dan saya ungkep bersama bumbu2 tadi. Setelah ayam cukup matang barulah saya masukan daun salam, daun jeruk, asam, sereh dan ini yang istimewa, daun kunyit. Daun kunyit ini memunculkan aroma yang kuat khas rendang.
Saya aduk bersama kuahnya, barulah saya cemplungkan kacang dan kentang yang sudah matang. Setelah agak kering barulah saya masukan garam dan gula pasir, kemudian terakhir istri saya menuangkan santan, sementara saya terus mengaduk sampai kering.
Daging ayam hancur jadi serpihan bumbu, kentang kecil dan kacang merah mendominasi rendang saya dan itu tujuan saya. Itu sebabnya saya namakan rendang Jawa. Saya tidak bubuhkan bunga pekak (?), saya tidak kenal bumbu itu. Saya tidak berani menamakan rendang Padang, pasti banyak yang protes. (Sadhono Hadi; dari grup FB ILP)-FR