P2Tel

Wayang Antareja(7)-Bimbang dan gelisah

Wanita itu tergopoh-tergopoh menuju tempat persidangan itu. Arjuna sepontan mau berdiri dan menyambut wanita itu, namun dengan cekatan Srikandi segera memegang lengannya. Maka Arjuna tidak jadi bangkit dari duduknya.

 

Sembadra hanya melirik dan menggigit bibirnya. Dewi Banowati kemudian duduk di sebelah Burisrawa dan menghadap ke Kresna. ” Oh Dinda Banowati. Selamat datang di Kasatrian Madukara. Ada apa kok sepertinya buru-buru datang ke sini?”, tanya Kresna.

” Maaf Kanda Kresna kalau hamba mengganggu persidangan ini. Oh ya, hamba menghaturkan sembah Kanda Kresna”, kata wanita itu yang ternyata Dewi Bawowati.
” Sembahmu aku terima Dinda Banowati, puja pujiku untukmu Dinda”, jawab Kresna.
” Terima kasih Kanda Kresna”, jawab Dewi Banowati.

Arjuna, Srikandi, Sembadra dan yang hadir memberi ucapan selamat datang ke Dewi Banowati, mereka saling mendoakan. Begitulah di jaman wayang, pertama dilakukan jika orang bertemu, memberi salam. Yang muda menghormat yang kepada tua, yang tua memberi doa dan restu kepada yang lebih muda.

” Hamba mendengar kalau adik saya Burisrawa bertindak tidak senonoh kepada Dinda Dewi Sembadra, makanya saya datang kemari Kanda Kresna”, kata Dewi Bawowati setelah selesai saling memberi salam. Kresna mengangguk-angguk.
” Burisrawa!”, katanya dengan suara keras, wajahnya menghadap ke Burisrawa.
” Kamu memang tidak tahu diri. Dulu cintamu sudah ditolak oleh Dinda Sembadara, sekarang malah ingin berbuat yang tidak-tidak kepadanya. Apa benar begitu?”, tanyanya.
Burisrawa, yang ditanya hanya diam saja, wajahnya menunduk malu. Semua mata tertuju kepadanya dan kepada Dewi Banowati.

” Burisrawa, kenapa diam saja?”, tanya Dewi Banowati dengan nada tinggi.
” Diam berarti mengakui”, sambungnya. Dia menghela nafas sebentar.
” Sekarang apa kamu merasa salah?, tanya Dewi Banowati.
” Iya Kanda Banowati, saya merasa salah”, jawab Burisrawa tetap dengan menunduk.

” Kalau merasa salah, apa perbuatan ini mau diulang lagi di masa depan?”, tanya Dewi Banowati lagi.
” Tidak Kakanda”, jawab Burisrawa.
” Benar tidak akan diulangi? Apa kamu bisa berjanji untuk tidak mengulanginya lagi?”
” Iya. Saya berjanji tidak akan mengulanginya lagi”, jawab Burisrawa.

” Kanda Kresna”, kata Dewi Banowati. Matanya tertuju kepada Kresna.
” Burisrawa telah mengakui perbuatannya dan dia berjanji tidak akan mengulanginya. Apalagi dia sudah dipermalukan, diarak seperti pencuri ayam di sepanjang jalan menuju Kasatrian Madukara ini. Karena itu saya mohon agar dia dimaafkan dan tidak dihukum. Cukup hukuman mempermalukannya didepan rakyat”, kata Dewi Banowati kemudian.

” Hmm . .”, kata Kresna seraya berfikir.
” Dinda Arjuna, dari tadi saya masih menunggu jawabanmu. Apa hukuman yang pantas untuk Dinda Burisrawa ini. Sekarang silahkan membuat keputusan, aku ikut saja apa yang menjadi keputusanmu”, katanya kepada Arjuna.

Arjuna kaget. Tadi dia masih berfikir akan memberi hukuman wajar bagi Burisrawa, jiwa kesatrianya tergugah. Kemudian mengingat yang menjadi kurban adalah istri yang sangat dicintainya dan dia sangat jengkel dengan kejadian itu, maka dia memutuskan untuk akan memberikan hukuman yang lebih berat.

 

Keputusannya belum sempat disampaikan kepada Kresna, kini datang Dewi Banowati yang meminta agar Burisrawa dilepaskan. Sungguh membuatnya sulit memutuskan. Sementara itu, Kresna justru meminta dia yang memutuskan.

Arjuna berfikir keras. Dilirik istrinya, Dewi Sembadra disisi kanannya. Dewi Sembadra menatap sebentar, seakan pasrah ke dirinya yang akan diputuskan. Sekejab, lengan kirinya disenggol oleh Srikandi, seakan mengingatkan bahwa jangan terpengaruh oleh ucapan atau pembelaan Dewi Banowati.

 

Dia lalu melirik ke Banowati. Pada saat yang sama Dewi Banowati memperhatikannya. Dewi Banowati lalu senyum yang sangat menawan, memperlihatkan giginya bak barisan biji ketimun nan putih bersih, sunggging bibirnya bak delima merekah. Seketika tergetar hati Arjuna. Dia lalu menunduk, dengan harapan getaran akibat tatapan Dewi Banowati terjatuh dari wajahnya.

 

Namun yang terjadi, justru degub jantungnya makin kencang, seakan senyuman Dewi Banowati telah menghujam ke hatinya. Dia lalu teringat semasa berkenalan dengan Dewi Banowati dan bahkan mereka lanjutkan dengan merajut cinta.

 

Masih terbayang ketika Dewi Banowati dipersunting Duryudana, raja Hatisna, Dewi Banowati minta agar yang meriasnya sebagai pengantin wanita adalah Arjuna. Oh, betapa indahnya. Arjuna tahu di luaran desas-desus tentang kedekatan hubungan mereka, sekalipun masing2 punya pasangan hidup, masih santer tedengar.

Arjuna bimbang. Namun setelah dirasa, perkataan Dewi Banowati ada benarnya. Burisrawa sebagai pangeran terhormat dari Kerajaan Mandaraka telah dihukum dengan menggelandangnya bak pencuri ayam di sepanjang jalan ke Madukara dan jadi tontonan. Itu hukuman sangat berat. Di sisi lain, dia juga tersinggung dengan istri yang dicintainya akan diperlakukan tidak senonoh oleh Burisrawa.

Tatapan Dewi Sembadra yang pasrah, senggolan Srikandi yang mengingatkannya, serta senyuman penuh arti Dewi Banowati silih berganti memenuhi relung hatinya. Sungguh bingung memutuskan.
” Dinda Arjuna, jadi bagaimana keputusanmu?”, tanya Kresna kembali.

Terkesiap Arjuna. Dengan kebimbangan itu dia menimbang dan memilih. Pertimbangannya, Burisrawa telah mengakui kesalahannya, berjanji tidak akan mengulangi dan telah dihukum dipermalukan di depan umum. Istrinya Dewi Sembadra jadi kurban, cukup dibayar hukuman yang dijalani Burisrawa itu. Maka dengan dikuatkan hatinya dia akhirnya memutuskan.

” Kanda Kresna. Benar, Kanda Burisrawa telah berbuat kesalahan besar. Namun dia telah mengakui perbuatannya, berjanji tidak akan mengulangi. Dia juga telah duhukum dipermalukan dihadapan rakyat banyak seperti pencuri ayam, maka cukuplah itu sebagai hukuman bagi Kanda Burisrawa”, jawab Arjuna.
” Hm, begitu? Baiklah kalau itu yang kamu anggap paling baik”, kata Kresna.

” Dinda Burisrawa, keputusan Dinda Arjuna seperti itu, aku hanya mengikuti saja. Kini Dinda Burisrawa bebas, namun ingat jangan diulangi lagi perbuatan seperti itu lagi kepada siapapun ya”, kata Kresna kepada Burisrawa.

” Ya Kanda Kresna, saya berjanji. Terima kasih Kanda Kresna, Kanda Banowati, Dinda Arjuna, Dinda Sembadra dan Dinda Srikandi, Gatutkaca dan Antareja. Kini ijinkan saya kembali ke Mandaraka”, kata Burisrawa. Wajahnya yang tidak pernah murung, kini tersenyum lebar.

Akhirnya Burisrawa dibebaskan dari belenggu tali di tangannya. Keputusan itu tentu disambut dengan sukacita oleh Dewi Banowati. Di sisi lain Dewi Sembadra dan terutama Dewi Srikandi sangat kecewa. Namun apa boleh buat, suaminya telah membuat keputusan seperti itu, mereka harus ikut.

 

Setidak setuju2nya istri ke suami, tetap harus tunduk pada keputusan suami, begitu prinsip hidupnya. Itulah yang membuat hati mereka menjadi tenteram, jauh dari rasa kecewa, buruk sangka dan sakit hati. Tugas istri memberi pertimbangan, tugas suami memutuskan, demikian pegangan hidupnya.

Persidangan itu selesai. Semua pihak kembali ke pekerjaan masing2. Antareja diantar ke Kerajaan Amarta untuk diperkenalkan sebagai anggota baru Kerajaan Amarta dan diperkenalkan kepada keluarga besar Pandawa. Kedatangan Antareja disambut dengan sukacita, terutama oleh Bima sebagai ayahnya.

Kini Antareja punya 3 keluarga besar. Pertama keluarga di Saptapratala, yang ibu dan kakeknya tinggal. Kemudian Jangkarbumi, dia merupakan rajanya, sekalipun jalannya roda pemerintahan sementara diserahkan kepada patih atau perdana mentrinya. Lalu keluarga besar Pandawa di Kerajaan Amarta.

Setelah dewasa Anatareja menikah dengan Dewi Ganggi, putri Prabu Ganggapranawa, raja ular atau taksaka di Tawingnarmada, kelak berputra Arya Danurwenda. Dia juga menjadi raja di negara Jangkarbumi bergelar Prabu Nagabaginda.

Menjelang Perang Baratayuda
Akhirnya kabar akan terjadinya Perang Baratayuda jadi kenyataan. Setelah para pandawa sebagai pemilik tahta sah dari Kerajaan Hastinapura mengalah ber-tahun2, akhirnya minta kembali Kerajaan Hastinapura namun tidak berhasil. Berbagai diplomasi dilakukan, namun Duryudana, sebagai raja Kerajaan Hastinapura bersikukuh tidak akan menyerahkan Kerajaan Hastinapura ke para pandawa.

Ketika utusan dari pandawa, Kresna mengatakan, kalau tidak satu kerajaan utuh, serparonya juga boleh, tetap ditolak Prabu Duryudana. Prabu Salya dari Mandaraka rela menyerahkan kerajaannya kepada Duryudana jika dia mau menyerahkan Kerajaan Hastinapura, tetap ditolak oleh Duryudana.

 

Bumi Hastinapura akan dipertahakan, kalau perlu dengan perang. Maka ramalan lama bahwa akan terjadi Perang Baratayuda, perang antar anak keturunan Barata sungguh akan terjadi tidak lama lagi.

Anatareja jadi sangat gelisah. Sebagai putra Pandawa, dia harus ikut membela negaranya, membela orang tuanya yang akan berlaga di medan perang. Kini perang teresbut bukanlah perang main-main, karena jika dua orang berhadapan, maka mereka harus bertempur sampai salah satu mati.

Hatinya “trenyuh” (sedih), membayangkan jika orang tuanya, yaitu pandawa, saudara-saudaranya, bala tentaranya harus banyak yang mati di medan laga. Bukan hanya mereka, di pihak Prabu Duryudana, di pihak Hastina sebenarnya adalah juga keluarganya sendiri.

 

Jadi siapapun yang terluka, yang mati adalah keluarganya juga. Dia juga membayangkan akan banyak ibu dan ayah ditinggal mati anaknya, anak kehilangan ayahnya, istri yang menjadi janda, akan sangat banyak orang terluka dan segala kesedihan lainnya.

Selain itu, ternyata perang yang akan terjadi ini telah akan menyeret banyak pihak untuk ikut berperang. Di pihak Hastina, akan bergabung Kerajaan Mandaraka dengan rajanya Prabu Salya dan putarnya yaitu Burisrawa, begitu pula banyak kerajaan yang menjadi sekutu Kerajaan Hastina. Tokoh-tokoh sakti juga bergabung di sana, seperti Bisma yang merupakan pewaris sah dari Kerajaan Hatrina.

 

Guru Durna yang merupakan guru ilmu pemerintahan dan ilmu keprajurutan dari para kurawa dan pandawa. Kabar-kabarnya Prabu Baladewa raja dari Mandura yang merupakan kakak kandung Prabu Kresna dan Dewi Sembadra juga akan bergabung ke Hastina.

Di sisi pandawa, Kerajaan Wirata akan bergabung dengan para pandawa dari Kerajaan Amarta. Begitu pula Kerajaan Pancala dan kerajaan2 sekutu Amarta lain. Antareja telah minta restu kakeknya, Sang Hyang Antaboga dan ibunya Dewi Nagagini, mertua dan istrinya, mereka mengizinkan Antareja ikut perang Baratayuda.

Kini Antareja bermaksud meminta restu penasehat pandawa, yaitu Kresna. Maka Antareja lalu pergi ke Kerajaan Dwarawati, tempat tinggal Kresna atau lengkapnya Prabu Sri Batara Kresna, untuk meminta restu tersebut.

Setelah sampai di pendapa Kerajaan Dwarawati, Antareja sangat terkesima. Di sana dia menemukan para abdi, para pelayan baik wanita maupun pria menangis. Lebih terkejut Antareja, sebab mereka, para abdi itu, duduk mengelilingi dua sosok mayat, yaitu mayat Prabu Kresna dan mayat Arjuna . Bersambung………  (Widartoks 2016; dari grup FB- )-FR

Tulisan Lainnya :

Exit mobile version