P2Tel

Respon Sri Mulyani atas JP Morgan

Banyak teman bertanya mengapa Sri Mulyani memutus hubungan kemitraan antara Kemenkeu dengan JP Morgan Chase Bank. Pada media2 mainstream sudah dijelaskan Sri Mulyani, bahwa JP Morgan menurunkan peringkat surat utang atau obligasi Indonesia dari overweight jadi underweight, turun dua peringkat sekaligus.

 

Padahal urutannya overweight, netral, baru underweight. Negara yang mengalami gejolak, Turki, turun satu peringkat dari netral ke underweight. Negara yang resesi, Brazil, juga turun satu peringkat dari overweight ke netral. Indonesia turun 2 peringkat, dari overweight ke underweight. Ini membuat Sri  mengecam JP Morgan tidak kredibel dan tidak pantas jadi mitra.

Overweight artinya selama 6-12 bulan ke depan, pasar keuangan bergerak di atas rata2 ekspektasi dari para analisis. Netral artinya pergerakan sesuai ekspektasi. Underweight artinya di bawah espektasi atau diperkirakan lebih buruk. Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2016 ; 5.18%, dan angka pengangguran 5.5%

 

Brazil 2 tahun ini ambruk karena resesi, mencatatkan angka pengangguran 11.8% dan pertumbuhan ekonomi negatif (- 3.8%). Dengan perbandingan ini, jelas Brazil jauh lebih buruk dari Indonesia. Namun JP Morgan menilai Indonesia lebih buruk dari Brazil. Lama2 saya curiga JP Morgan disusupi kaum Salawi.

Jadi beralasan kalau Sri yang pernah malang melintang di Bank Dunia; pakar keuangan dan ekonomi berang ke JP Morgan. “Kalau kerja sama, harusnya saling menguntungkan. Pemerintah melakukan kerjasama karena menganggap ini menguntungkan untuk kita dan juga partner di sana.

 

Saya harap akan memberikan signal negara ini diurus dengan baik, benar dan sungguh2. Tidak berarti seluruhnya profesional. Tidak berarti semua sempurna. Memperbaikinya itu profesional dan akuntabel, terbuka dan terus menciptakan hubungan yang saling menghormati,” kata Sri Mulyani.

Wapres JK komentar tak kalah ketus “Semua hubungan itu biasa. Mau ini, mau itu, kan terserah kita. Bukan terserah dia (JP Morgan).”

 

Keputusan keras Sri Mulyani.

Respon Sri pada JP Morgan dibilang berani. Keras, ini mirip Menteri Susi yang tanpa ampun menenggelamkan kapal2 asing ilegal. Tak perlu banyak diplomasi, tenggelamkan. Gara2 riset serampangan JP Morgan, Sri mencabutnya sebagai agen penjual Surat Utang Negara (SUN) dan peserta lelang Surat Utang Syariah Negara (SBSN).

 

JP Morgan juga tidak punya posisi khusus dalam penerbitan Global Bond. Terakhir, tidak masuk dalam daftar bank persepsi untuk penerimaan pajak atas program tax amnesty yang 6 hari lalu mencapai deklarasi 4.155 triliun, dengan realisasi uang tebusan 105 triliun.

Jujur, ini membuat saya senyum2. Rasanya, setelah Soekarno, baru kali ini Indonesia tegas menindak negara asing. Tenggelamkan. Cabut kontraknya, yang jadi lawannya bukan negara kecil melainkan China dan AS. Padahal sebelumnya, pemimpin kita melempem di hapadan Malaysia dan mengedepankan jalan tengah. Tak pernah seberani ini.

Ada apa dengan JP Morgan?
Mungkin pembaca bertanya mengapa JP Morgan, lembaga pengelola investasi global terbesar di AS ber-aset 53,5M dollar, membuat data lucu dan tidak sesuai fakta lapangan? Terlalu mudah membanding kondisi Brazil dan Indonesia, tak perlu pakar ekonomi, mahasiswa semester akhir pasti paham.

 

Sebab perbandingannya terlalu jauh. Kenapa Sri percaya diri memutus hubugan dengan JP Morgan? Berani sekali? Seolah tak perlu JP Morgan. Dari banyak pertanyaan, saya lihat jawabnya ada pada kejadian2 sebelumnya. Sehingga berdasar analisis tim ekonomi Pakar Mantan, kejadian2 ini mungkin jadi jawaban dari semua pertanyaan2 itu.

Masih ingat pernyataan Presiden pada KAA ke 60 pada 2015? Kalau lupa, berikut ini dikutip :
“Pandangan bahwa ekonomi dunia hanya bisa diselesaikan Bank Dunia, IMF dan ADB adalah usang yang perlu dibuang. Kita desak dilakukan reformasi arsitektur keuangan global, menghilangkan dominasi kelompok negara atas negara2 lain” katanya.

Presiden menyebut hanya 20 negara menikmati kekayaan. Sementara 1.2 miliar jiwa tak berdaya dalam kemiskinan. Negara2 kaya seolah berposisi lebih superior dalam menentukan perekonomian global. Fokus pernyataan Jokowi bukan pada Bank Dunia, IMF atau ADB, tapi pada dominasi.

 

Menghilangkan dominasi kelompok negara atas negara2 lain dan mengharap keadilan. ituh! Inilah kenapa setiap Presiden ke luar negeri, selalu yang dibahas investasi. Mereka diajak berinvestasi di Indonesia secara terbuka, adil dan proporsional.

Jokowi terlihat percaya diri membatalkan kerjasama kereta cepat dengan Jepang, meski mereka sudah uji kelayakan. Sempat ada isu Jepang hengkang dari Indonesia. Nyatanya mereka bertahan. Belakangan Indonesia pilih China sebagai investor, karena China menawarkan nilai proyek lebih murah, 5,5M dollar.

 

Jepang lebih mahal, 6.2M dollar. China tidak minta jaminan pemerintah atau pembiayaan dari APBN. Jepang minta jaminan pemerintah dan resiko ditanggung Indonesia. China lebih adil dan menarik, sebab penggunaan konten lokal 58% serta menawarkan transfer tekhnologi secara terbuka.

Perlu nyali besar membuat kebijakan sekrusial itu, mengingat Jepang investor terbesar ke-2 setelah Singapura. China menempati urutan ke-4, itu baru melonjak 2015. Kalau sampai Jepang benar hengkang dan mencabut investasi2nya di Indonesia, bisa sekarat negeri ini. Tapi ya itulah Jokowi, nekat

Gaya kepemimpinan Jokowi yang bebas aktif menerima investor dan cari ‘harga terbaik’ ini beda dengan presiiden lain. Pada 2011, JP Morgan secara khusus menemui SBY sebagai Presiden, ditemani besannya Hatta Rajasa Menko Ekonomi, Mensesneg Sudi Silalahi, BKPM Gita Wirjawan dan Seskab Dipo Alam.

Pasca pertemuan itu, JP Morgan menyanggupi investasi untuk sektor2 pertambangan, pelabuhan dan infrastruktur. Setelah itu JP Morgan mengajak investor masuk ke Indonesia. Dari sebelumnya 3 investor setahun, meningkat jadi 5 investor. Pemerintah kelabakan dan dituntut untuk menampungnya.

“Jadi kita harus banyak men-create project pembangunan kita terutama untuk infrastruktur,” kata Hatta Rajasa. Ajaib. Investornya masuk dulu, proyeknya kemudian. Beda dengan Jokowi, dia maju sebagai pimpinan, menawarkan investasi terbuka, sehingga investor bersaing memberi penawaran terbaik.

 

Mana lebih menguntungkan, itu yang dipilih. Tak ada lagi cerita JP Morgan datang ke Indonesia membawa investor, sebab tiap Jokowi ke luar negeri, selalu ada investor menemuinya. Gaya kepemimpinan  ini menurut saya jadi ‘masalah’ bagi JP Morgan. Sehingga tingkah JP Morgan jadi aneh2.

 

Berulah. 2015, JP Morgan menyarankan investor melepas rupiah dan obligasi di Indonesia. Dampaknya lumayan, rupiah nyaris menyentuh 15,000/dollar. Beruntung pemerintah tenang, sehingga itu tak lama, investor kembali percaya Indonesia dan rupiah kembali positif.

Mereka kembali berulah lebih aneh, mendowngrade Indonesia lebih buruk dibanding Brazil yang resesi. Beruntung Sri masuk ke Indonesia, jadi ulah2 JP Morgan ini cepat direspon. Mungkin JP Morgan lupa kalau Sri kembali ke Indonesia. (By Alifurrahman https://seword.com/ekonomi/analisis-ulah-buruk-jp-morgan-dan-respon-keras-sri-mulyani/)-FatchurR

Tulisan Lainnya :

Exit mobile version