P2Tel

Gunungan-Gambaran jagad besar dan kecil

Gambar atau lukisan gunungan di bagian depan dan belakang tidak sama. Di bagian depan ada bangunan keraton dijaga 2 raksasa. Di atasnya ada pohon dengan cabang2 yang dililit ular. Di pohon itu banyak binatang : Harimau, burung monyet dan banteng. Gambar bagian belakang berupa kepala raksasa berambut merah.

 

Gunungan disebut juga ‘kayon’, yang artinya kayu-an. Maksudnya kayon adalah pohon kalpataru, pohon pengharapan, pohon pernghidupan. Makanya di pohon itu ada berbagai binatang yang menggambarkan kehidupan di dunia ini.

 

Namun gunungan yang ada bentuknya bukan rimbun dan rindang seperti pohon beringin, justru bagian atasnya runcing, sementara yang menggelembung bagian tengahnya. Agak aneh memang. Tapi nyeni juga. Mengapa demikian? Jawabannya ada di bagian akhir tulisan ini.

 

Di dalam pertunjukan wayang, sebelum pagelaran mulai, gunungan atau kayon ditancapkan di tengah ‘arena’ berupa ‘kelir’ atau kain putih tempat peraga wayang dimainkan, dengan posisi sedikit miring ke kanan, artinya pagelaran belum dimulai.

 

Jika acara telah selesai, gunungan atau kayon ditancapkan kembali di tengah ‘kelir’ dengan posisi tegak dan disebut ‘tancep kayon’, karena kayon ditancapkan di pohon pisang (untuk menancapkan wayang2 kulit), pertanda pertunjukan utama wayang kulit selesai.

 

Gunungan punya banyak fungsi. Pertama, tanda awal babak pertunjukan, saat pergantian babak. Kedua, sebagai simbol atau peraga keraton, padepokan, atau tempat lain. Maka di awal babak keraton, gunungan dipasang di tengah, Pak Dalang berkata :” Inilah negara bla bla bla …” dan seterusnya.

 

Gunungan bisa berfungsi hutan, pohon, batu, tanah dan gunung. Bisa juga berfungsi air, kalau air mengalir, gunungan digerakkan dengan digetarkan seperti berombak. Bisa juga berfungsi peraga angin dengan menggerakkan dan menggetarkannya. Fungsi lain lagi sebagai api, nah kalau mempergakan api ini gunungan dibalik, yang ditampakkan yang bagian belakang, yang nampak berwarna merah.

 

Bagaimana filosofinya?
Di dunia ini ada dua dunia. Dunia pertama dunia besar, makro kosmos, dunia sesisinya. Kalau lingkup yang kecil ya sebuah kerajaan. Kerajaan itu ada ibukotanya, ada bangunan keratonnya. Maka jika sedang bicara tentang kerajaan, gunungan berperan sebagai bangunan keraton, ibukota sebuah negara. Keraton dijaga oleh dua raksasa, ya kalau bahasa sekarang pasukan pengawal kerajaan, begitulah.

 

Di sebuah negara itu ada tumbuhan, hutan, gunung, air angin, api dan binatang : Harimau, banteng, monyet, burung dsb. Maka gunungan berperan menggambarkannya. Secara garis besar gunungan menggambarkan / memerankan sebagai tanah (tanah itu, batu, gunung dan hutan), air, angin dan api.

 

Dunia kedua adalah dunia kecil, mikro kosmos, yaitu diri setiap manusia. Gunungan dalam hal ini menggambarkan manusia secara utuh. Manusia, di dalam dirinya juga mempunyai ibukota, mempunyai keraton, yaitu hati (lebih tepatnya jantung hati), kalbu, ‘heart’.

 

Manusia secara fisik terdiri dari unsur tanah (bagian padat seperti daging dan tulang), air (darah dan cairan tubuh lainnya), angin (pernapasan) dan api (energi). Manusia hidupnya juga butuh empat hal itu, tanah (maksudnya makanan), air, udara dan api (energi).

 

Manusia dihatinya punya sifat 4 yaitu tanah, air, angin dan api. Tanah itu menawarkan racun, menetralisir tegangan listrik (’grounding’), maka sifat tanah di manusia adalah pemaaf, bisa menampung keluhan, tenang, mengayomi. Sifat air bisa membersihkan, yang kekeringan, mendinginkan yang kepanasan.

 

Sifat manusia bisa membersihkan hati kotor, mendinginkan perseteruan, memberi solusi. Sifat angin bisa merusak (kalau angin ribut), membawa debu dan menyebar penyakit. Di manusia sifat ini me-niup2kan berita buruk, suka membuat isu, menghasut, dengki, fitnah. Sifat api membakar, sifat amarah, tapi tidak selalu jelek lho, sebab kita-kita juga lahir lantaran adanya api, api asmara.

 

Di manakah ‘keraton’ dari sifat manusia itu? Adanya di hati atau benarnya di jantung yang dalam bahasa Inggris ‘heart’, bukan ati, hepar atau ‘liver’. Kalau gunungan kita balik, atas jadi bawah dan bawah jadi atas (lihat gambar gunungan terbalik), maka nampak dia merupakan gambar jantung manusia dengan bilik2nya dan urat2nya

 

Gunungan itu karya seni yang ‘adi luhung’, indah, anggun dan penuh makna. Siapa dan kapan gunungan diciptakan? Gunungan diciptakan Sunan Kalijaga. Kapan? Kita bisa lihat di gunungan itu, kalau gambar gunungan kita lihat bagian belakangnya yang berwarna merah, di situ tergambar api yang merupakan “Candra Sengkala”,

 

Maksudnya ‘Kode’ tahun pembuatan berdasarkan peredaran bulan, alias tahun Saka. Gambar api sengkalanya berbunyi ‘ Geni dadi sucining jagad’. Geni = api = 3. Lalu ‘dadi’ yang artinya jadi = 4. Suci = 4 dan jagad = 1. Jadi menunjukkan angka 3441, membacanya dari belakang, menjadi tahun 1443 saka atau tahun 1517 masehi.

 

Artinya gunungan yang dibuat oleh Sunan Kalijaga ini dibuat tahun 1517 masehi, jaman kerajaan Demak.

Sungguh gunungan merupakan karya cipta yang hebat, luar biasa. Karya anak bangsa Indonesia . . . . .

‘Tancep Kayon’-Tamat……..-(Widartoks 2016; dari grup FB-ILP)- FR

Tulisan Lainnya :

Exit mobile version