Terlibat sejak dini.
Jika Anda niat mewariskan bisnis keluarga ke generasi berikut, libatkan mereka sejak dini. Ketika bocah dan menggemari sepak bola, Rachmat diwajibkan ke pabrik. “Sejak SD saya disuruh main bola di pabrik sama anak2 karyawan yang tinggal di sekitar pabrik,” tuturnya.
Masa SMP-SMA, ia masuk ke pabrik dan terlibat operasional dari menyapu lantai hingga memasukkan radio ke boks dan ke atas truk. Meski kerap ‘mengutuki’ tugas2nya di kala liburan, Rachmat bersyukur ia terlibat pekerjaan2 ‘kecil’ di pabrik. Keterlibatan ini menyadarkan generasi penerus menghargai pekerjaan2 pendukung yang turut berkontribusi bagi kesuksesan bisnis.
Filosofi perusahaan
Gobel dan mitra Jepangnya, Matsushita, punya nasionalisme dan idealisme kuat tertuang di filosofinya yaitu ‘air mengalir’ dan ‘pohon pisang’. Rachmat Gobel jadi bagian dari ke-2 falsafah yang lekat dengan perusahaan keluarganya itu. Air yang dibutuhkan manusia, mengalir dari atas ke bawah. Sedang pohon pisang, semua bagiannya bermanfaat bagi manusia.
Keteladanan lain pisang adanya kesinambungan, regenerasi. Setelah berbuah, pohon pisang bertunas lalu membagi nutrisinya ke generasi selanjutnya untuk hidup. Jadi, tentukan filosofi perusahaan Anda untuk dapat nilai2 yang bisa terus diwariskan dari generasi ke generasi.
Menanamkan nilai-nilai
Tidak mudah. Nilai dari filosofi bisnis ini diterjemahkan ke prinsip2 perusahaan yang harus diyakini karyawan. Panasonic Gobel memiliki 7 prinsip pegangan karyawan2 dan staf manajemen : Berbakti ke negara melalui industri, jujur-adil dalam usaha, kerja sama dengan keselarasan, berjuang untuk perbaikan, ramah tamah dan kesatria, menyesuaikan kemajuan jaman, bersyukur dan berterima kasih.
“Semua jadi pegangan kami menyadarkan tujuan kami datang ke perusahaan.” Ketika nilai2 tertanam dalam diri orang dalam perusahaan, yakinlah loyalitas bisa jadi satu aset berharga dalam bisnis.
Momen pendelegasian
Jangan bayangkan ada upacara serah terima antara founder dan sukesor. Bersiap tongkat estafet kapan saja. Rachmat Gobel menerimanya ketika ayahnya jelang wafat. Saat mereka berdua, ayah memegang tangannya. ‘Saya minta maaf kalau selama ini saya keras,” ucapnya. Laki2 itu seperti tahu hidupnya tidak lama lagi. ‘Lalu pesan itu meluncur.
“Tolong lanjutkan perjuangan ini. Saya ingin perusahaan ini bisa hidup dari generasi ke generasi. Karena yang saya bangun, bukan untuk keluarga tapi masyarakat dan bangsa.” Itu menyadarkan Rachmat, beban berat beralih ke dia. Bagai tentara, Anda harus siap terima tugas seberat apapun, dan tahu kapan timing tepat menyerahkan tongkat estafet ke generasi berikutnya.
‘Tukang cuci piring’
Bersiaplah jadi ‘tukang cuci piring’ yang membereskan sisa2 pesta semalam. “Saya alami banyak hal. Ortu wafat usia 84 ketika saya 22 tahun. Jadi waktu itu tidak ada yang jaga saya sama sekali,” kenang Rachmat. Ia pun ‘bersih2’ dengan caranya. “Alhamdulillah, semua bisa saya selesaikan”.
Rachmat pesan, jangankan anggota keluarga, profesional tidak bisa dilepas begitu saja. “Sebagai owner kita tetap pegang kendali karena arah perusahaan ada di tangan kita. Di situ peran pemilik dari generasi ke generasi. Harus berpikiran sama dan memahami visi-misi pendiri perusahaan. Jika founder itu ortu.”
Jadi siapkan generasi bisnis Anda berikutnya, untuk ber-basah2 ‘cuci piring’. Bersambung…….; (Artikel ini pernah dimuat di majalah Best Life November 2010)- Prasetya B. Utama-dari grup FB-ILP; sumber dari by ninosantana28 https://membangunindonesiadarirumah.wordpress.com/2014/03/19/tongkat-estafet-gobel-rahasia-mewariskan-bisnis-keluarga/)-FR