Memikul / menjunjung tinggi tinggi, menanam/mengubur dalam2. Sebuah peribahasa yang populer di kalangan masyarakat jawa, yang juga sebagai falsafah hidup yang selayaknya dijiwai oleh masyarakat pemakainya, yang dimaknai dari segi positifnya.
Mikul dhuwur, Menjunjung tinggi tinggi, mengandung makna; menghargai tinggi tinggi jasa, kebaikan, pertolongan dan bantuan berbentuk apapun dan segala hal yang positif dari saudara, keluarga, kelompok, komunitas, institusi atau paguyuban apapun.
Mandhem jero, mengubur segala kesalahan, kekurangan, kecemaran maupun aib dan segala hal yang sifatnya negatif dari saudara, keluarga, kelompok, komunitas, institusi atau paguyuban apapun dengan melupakan dan menutupi serta tidak membicarakan, apalagi meng-ungkit2nya.
Di sebagian masyarakat, makna itu dipersempit sebatas ke leluhur yang wafat. Populer untuk sambutan pak lurah dalam acara lelayu warganya; “Mugi keluarga saget mikul dhuwur, mendhem jero dumateng almarhum”. Yang kadang disalah artikan, memikul kerandanya tinggi2, mengubur jenazahnya dalam2.
Menghargai jasa2 dan kebaikannya, bukan berarti menyombongkan-menonjolkan mereka, namun semata sebagai bentuk rasa hormat. Demikian juga halnya dengan segala kekurangan dan kesalahannya, bukan berarti tidak mengakuinya, namun semata agar tidak menimbulkan masalah baru.
Petuah Simbah : ” _Kang ora prayoga ; seneng mbukak kekurangan lan alaning liyan, uga ora gelem ngakoni kaluwihan lan kabecikane_. ” (Dyon Soemodihardjo; dari grup WA-VN)-FR