P2Tel

Suatu Pagi di Setasiun Bandung (FE 024)

Hari masih gelap saat kereta api Turangga memasuki setasiun Bandung. Jam menunjukan 05:30, tepat seperti schedule yang tertulis di ticket KA. Masih ada sedikit waktu untuk, shalat subuh. Sesungguhnya tadi sudah saya lakukan di kereta api, dengan melakukan tayamum, tapi rasanya kurang mantap.

Saya dan hanya beberapa penumpang lain yang memilih pintu keluar Selatan, atau bagian lama dari setasiun. Tidak nyaman memang, karena harus beberapa kali naik turun menyeberang rangkaian kereta lain yang sedang parkir. Pada salah satu peron, seorang petugas yang masih muda, menegur saya,
“Mau kemana pak?”, dari nada bicaranya saya merasakan ia akan melarang saya.
“Mau sholat”, jawab saya menunjuk ke tempat mushola di bagian barat dari sisi setasiun. Alasan saya sangat tepat dan dia membiarkan saya menyeberang satu rangkaian kereta lagi.

Selain ada mushola yang sangat bagus, toilet disini lebih sepi dan lebih nyaman serta bersih untuk membersihkan diri setelah melalui perjalanan malam yang panjang, dibandingkan dengan toilet sisi utara setasiun.

 

Kemudian setelah semua bersih dan segar, saya menelepon sahabat saya yang sedang sakit, apakah sepagi begini (sekitar jam 06:30), saya boleh berkunjung menengoknya? Dia tidak keberatan.

Saya kemudian berjalan berbalik arah kembali sisi utara, karena saya bermaksud naik taxi Blue-Bird yang mangkalnya di pintu keluar sebelah utara. Baru saja saya menyeberang satu rangkaian, petugas yang sama menghadang saya, menanyakan pertanyaan yang sama,
“Mau kemana pak?”, saya tidak punya alasan lagi,
“Mau keluar”, jawab saya.
“Pintu keluar di sana pak”, jawabnya melarang. Tapi saya mendesak lagi,
“Pintunya tertutup pak”, jawab saya karena tadi sempat melirik memang tertutup.
“Ada petugasnya pak”, jawabnya keras, tanpa kompromi.
“Tidak ada pak”, jawab saya, karena memang saya tidak lihat ada petugas tadi.
“Ada pak, mari saya antar”, wah nekat juga petugas ini. Saya jadi sedikit bimbang, apakah kini-jawaban saya tadi masih valid.

“Tuh, kan tertutup”, kata saya sambil menunjuk ke pintu
“Terbuka pak”, ia melangkah pintu itu tidak terkunci. Jadi saya sudah salah, walau hanya 50%. Kami melangkah keluar dan melihat petugas berseragam sedang ngobrol di jalan.
“Tuh pak, petugasnya ada”, ia berkata dengan nada kemenangan. Saya kalah 100%.
“Yah, mustinya petugas di dalam jangan diluar”, jawab saya, hanya jawaban hiburan buat diri sendiri.

Rupanya di bagian selatan setasiun Bandung, tidak ada Taxi Blue-Bird dan terpaksa saya jalan lebih jauh ke selatan melewati warung sate, menyetop angkot yang memutar lewat viaduct dan kembali ke sisi utara setasiun dimana Taxi mangkal.

 

Dengan tas punggung yang lumayan berat, suatu olah raga jalan pagi yang lumayan, tapi mungkin Allah sengaja memperlambat perjalanan saya, karena masih terlalu pagi untuk bertamu. (Sadhono Hadi; dari grup WA-BPTg)-FR

Tulisan Lainnya :

Exit mobile version