P2Tel

Tabi’in Barus (TA 207)

Berita Jokowi mengunjungi makam kuno Al Mahligai di Barus Tapanuli Tengah di Kompas 25/3/17 h menarik perhatian. Batu nisan di makam itu bertarikh tahun 40-an Hijrah atau sekitar tahun 660 Masehi, atau hanya 28 tahun setelah Nabi Muhammad SAW wafat.

Bayangkan, almarhum atau almarhumah itu wafat dan dimakamkan pada keadaan muslim. Katakanlah saat wafat ia menganut Islam 5 tahun, atau ia mulai menganut Islam saat tahun 35 H. Tentu para pedagang Islam yang membeli kapur Barus di Sumatra itu sudah datang sebelumnya.

 

Bila orang Islam itu mengunjungi Barus dua tahun sebelumnya, maka ia menginjak tanah Barus sekitar tahun 33 H, atau sekitar 22 tahun setelah Rasul wafat. Pada tahun 33 H atau 653 M, ketika itu jaman ke Khalifahan Usman bin Affan, situasi sedang bergolak, fitnah dan intrik sedang berlangsung di Madinah.

 

Kelompok Bani Umayah banyak mendapat jabatan yang baik dan penting, sehingga menimbulkan kecemburuan dari kelompok yang lain. Kelompok2 yang tidak puas bukan saja berada di Madinah namun juga di Irak dan Mesir. Mereka siap2 hendak menuntut keadilan ke Khalifah dengan memanfaatkan musim Haji pada tahun2 berikutnya.

Namun, di bidang pemuliaan Al Qur’an berlangsung dengan baik. Khalifah berhasil, untuk pertama kalinya menyusun beberapa buah Mushaf Al Qur’an, semua ditulis tangan. Satu untuk Usman, satu untuk penduduk Madinah, satu untuk Mekkah, satu untuk Kufah dan menurut tarikh Al Qur’an ada juga mushaf untuk Basrah dan Syam.

Kembali ke Barus, besar kemungkinan pedagang yang datang dari jazirah Arab itu salah seorang sahabat nabi, sekalipun saat Nabi hidup ia masih remaja. Jadi kesimpulannya, tokoh yang dimakamkan di Barus itu seorang Tabi’in. Ia tentu banyak mendengar riwayat kehidupan Nabi dan ajarannya dari tangan pertama. Masya Allah.

Itu hipotesa awal. Saya tidak tahu apakah pernah diteliti masalah ini, atau setidaknya menulis disertasi tentang peristiwa yang berskala internasional dan multidimensional ini. Aspek2, sosial, teknologi (saat itu), hukum , ekonomi, politik dan tentu saja agama, bercampur menjadi satu peristiwa sejarah Islam yang sangat penting di Indonesia. (Sadhono Hadi; dari grup WA-BPTg)-FR

Tulisan Lainnya :

Exit mobile version