Dulu sekali, jaman Pak Sabar masih bujangan, dia sering mengisi Teka Teki Silang (TTS) yang ada di malajah atau koran. Setelah diisi lalu dikirim ke redaksinya. Tentu dengan harapan akan mendapat hadiah, kalau istilah anak muda sekarang ngarep.dot.com.
Tapi ternyata dia belum pernah memperoleh hadiah itu. Dia berfikir keras bagaimana caranya mendapat hadiah. Akhirnya dapat akal, dia bukan mengisi TTS namun membuat TTS lalu di kirim ke sebuah majalah. Karena diterima dan diterbitkan, Pak Sabar lalu mendapat honor.
Ketika bekerja, pernah Pak Sabar tiap hari naik kendaraan umum dua kali pindah. Di salah satu kendaraan umum itu, hampir setiap hari, dia harus berdiri lamanya 1,5-2 jam. Sudah begitu penumpang selalu penuh. Kalau mau cari hiburan misalnya baca koran, membuka korannya sulit, saking penuhnya.
Bahkan kalau satu kaki diangkat, “tidak bisa turun lagi”, karena di lantai sudah penuh kaki penumpang lain. Dua jam berdiri mau bagaimana? Tidur jelas tidak bisa, sebab berdiri. Hal ini tentu bisa membuat stres. Pak Sabar lalu mencari akal bagaimana caranya membuang stres itu.
Dia lalu tiap hari-istilahnya-berdzikir, membaca bacaan yang mengingat Allah, berupa rasa syukur, memuji kebesaran-Nya dan sebagainya. Kemudian ditarget, sekali jalan harus sekian kali. Maka ketika membaca dalam hari sekian kali, tak terasa kendaraan sudah sampai tujuan.
Mengingat Allah itu kalau secara agama jelas diperintahkan. Namun kalau secara “duniawi” dengan mengingat Allah orang akan merasa selalu diawasi. Dia akan merasa tenang, sebab ada yang selalu memperhatikannya. Dia juga akan menjauhi perbuatan jelek karena merasa diawasi itu.
Contoh berbeda.
Suatu ketika Pak Sabar pergi jauh bersama rombongan dengan bus. Waktu itu belum ada “hand phone”. Ternyata bus yang ditunggu tidak juga datang, 10 menit, 30 menit, 1 jam, 2 jam belum datang. Ada seseorang mengomel, me-maki2 :” Ini bus bagaimana, dasar sopirnya begini2. Kalu menabrak baru rasain” dsb.
Apa menyelesaikan masalah? Tentu tidak, justru dia membuat masalah baru, sebab orang lain yang tadinya tenang menjadi mulai gelisah. Apalagi dia juga seakan mendoakan agar bus menabrak, tentu hal ini membuat sepanjang perjalanan menjadi tidak nyaman bagi banyak penumpang lain.
Demikian, orang2 tiap hari pasti punyai masalah, namun jika bisa mengubahnya jadi berkah, akan sangat baik. Berkah artinya kebaikan yang bertambah. Sebaliknya kalau ada masalah kemudian orang mengeluh, bahkan memaki-maki tidak menyelesaikan masalah, malah akan menambah masalah baru.
Kalau pangsiun, pendapatan turun, ya nikmati saja. Karena banyak di rumah, kita bisa menjaga makanan agar “low” kolesterol, “low” asam urat, dst. Tidak ada “paksaan” makan2an berkolesterol tinggi seperti di kantor saat rapat misalnya. Yang jelas irit biaya.
Justru saat pangsiun banyak waktu menekuni hobi, misal musik, tanaman, peliharaan, menulis dan lebih banyak waktu mendekatkan kepada Allah, beribadah, sebab sudah tidak ada “alasan”, yaitu ” tidak ada waktu”. Kalau dulu lebih banyak menyumbang dengan uang, sekarang bisa juga lebih banyak dengan tenaga dan pikiran.
Semoga kita semua bisa mengubah masalah menjadi berkah. Kalau tidak bisa semua masalah, setidaknya jika ada masalah tetap bersabar, karena pastilah ada hikmah di balik masalah itu.
Mengubah masalah menjadi berkah, kalau dalam bahasa lain, mengubah tantangan menjadi peluang, mengubah keluhan menjadi senyuman, boleh juga mengubah makian menjadi nyanyian. (Widartoks 2017; dari grup FB-ILP)-FR