P2Tel

DOB Kabudaya perbatasan Kaltara didukung Antropolog Swiss

Nunukan-Rencana pemerintah bentuk DOB Kabudaya di kawasan Perbatasan Kalimantan Utara dengan Sabah Malaysia dapat dukungan. Kali ini dari keluarga Antropolog Swiss yang fokus mengkaji Budaya di wilayah Kabudaya Kab-Nunukan dan Sabah Malaysia yaitu Adrian Linder dan Margrit.

Menurut Adrian Linder, dari pengalaman di berbagai negara dan di Indonesia terbukti pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) di wilayah tertinggal dan termarjinalisasi dapat mengatasi ketimpangan itu selama pemerintahan dijalankan jujur, demokratis,  profisional dan jauh korupsi, kolusi dan nepotisme.

Usaha dan program pembangunan baik dari pemerintah, swasta dan organisasi NGO dan LSM konsep pembangunan harus melihat berbagai potensi yang dapat dikembangkan di daerah tersebut dari aspek  budaya setempat.

“Misalnya produk hutan non-kayu atau kerajinan tradisional yang populer di kalangan perempuan Dayak Agabag jarang diperhatikan sebagai sumber pendapatan. Padahal anyaman dari rotan itu populer dan disukai di negara Swiss dan hal ini jadi sumber income yang baik untuk daerah”, papar Adrian Linder dalam SINDOnews (16/4/17).

Lebih lanjut suami dari Margrit ini menjelaskan, sebagai peneliti yang me-riset di daerah Kaltara dari 2009-2013 khususnya daerah yang populer dengan sebutan Kabudaya secara pribadi dan keluarga mendukung rencana pemerintah membentuk suatu daerah otonomi baru di wilayah tersebut.

Karena secara geneologis, adat,  budaya, suku dan bahasa di wilayah Kabudaya erat dan berkarabat dengan Murut di Sabah, dari sudut pandang antropologis dan sosiologis wilayah ini cocok dijadikan satu wilayah otonomi. Selain karena geografis jauh dari pusat Pemkab Nunukan dan cenderung “terbiarkan”. Padahal Kabudaya memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia yang memadai.

Anggapan kerabat mereka di Sabah Malaysia  lebih maju serta lebih diperhatikan oleh pemerintahnya secara psikologis akan terus mengerus dan menggorogoti jiwa nasionalisme mereka.

“DOB Kabudaya memperkuat kedaulatan RI dan mengurangi tendensi dwi kewarganegeraan yang sering ditemukan di perbatasan selain itu kebijakan ini mempercepat kesetaraan sebagai upaya mengimbangi pembangunan pesat dibagian Sabah yang cenderung jadi “kiblat” masyarakat perbatasan,” timpalnya.

Sebagai informasi beberapa jabatan  profesional pernah dijabat Adrian Linder diantara Dosen di Universitas Bern Swiss, Direktur Badan Misi Asia Tenggara, Tenaga Ahli  di Kemenkum (komisi Nasional untuk Migrasi).

 

Selain itu dia peneliti di Jawa Barat untuk Yayasan Nasional Swiss kerjasama dengan LIPI dan Unpad  Bandung, pernah menuntut ilmu Master antropologi, linguistika di Universitas Bern Swiss dan University of Washington Seattle, USA. Terkait mengalirnya dukungan dari komunitas kabudaya dari mancanegara mendapat apresiasi dari Anggota DPR RI Komisi II Hetifa Syaifuddin.

“Saya terharu masyarakat kabudaya di mancanegara dan beberapa profesional dari negara luar memberi perhatian perbatasan, harusnya jadi cambuk untuk memperjuangkan dan memprioritaskan pembangunan perbatasan dengan melihat tingkat urgensi di bentuk nya DOB yang dari luar saja melihat bahawa DOB kabudaya itu ugen direalisasikan apalagi kita dari dalam,” ungkapnya.

Hal yang senada juga disampaikan oleh Ketua Umum Aliansi Masyarakat Sipil Untuk Indonesia Hebat (Almisbat), Teddy Wibisana. Kabudaya adalah wilayah Indonesia di perbatasan. Jadi interaksi dan pergerakan masyarakatnya juga diketahui baik oleh kita dan juga Negara.

 

Mengalirnya dukungan dari luar negeri adalah hal yang sangat positif untuk Kabudaya artinya analisa objektif dari antropolog dan profesional luar negeri apalagi sudah pakar di bidangnya akan bisa menjadi referensi bagi pihak yang terkait selaku ledding sektor terhadap pembentukan DOB.

“Intinya dengan DOB Kabudaya persoalan terjawab di perbatasan itu paket kebijakan menyelesaikan semua”.  (sms; Manuel Jeghesta; https://daerah.sindonews.com/read/1197542/174/dob-kabudaya-di-perbatasan-kalimantan-utara-didukung-antropolog-swiss-1492329928)-FatchurR

Tulisan Lainnya :

Exit mobile version