Anda kagum dengan asetnya orang2 kaya seperti Djarum, Sampoerna, dll? Izinkan saya menyampaikan sesuatu: 64 tahun yang lalu, setelah Buya HAMKA kerjasama dengan Yayasan Al-Azhar Indonesia, kini telah memiliki 150 cabang masjid di Indonesia.
Belum lagi aset sekolah2nya: sekarang hampir di tiap provinsi ada Sekolah Al-Azhar. Siapa orang kaya di Indonesia, yang asetnya sebanyak dan semanfaat Al-Azhar?
NU sejak satu dasawarsa terakhir giat membangun sekolah2 modern, rumah sakit dan perguruan tinggi. Saya yakin 20 tahun mendatang akan tumbuh ratusan perguruan tinggi dan RS NU. Belum lagi jika kita bicara masjid2 yang dikelola ormas Islam yang didirikan Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asyari ini, berapa nilai asetnya? Yang pasti fantastis.
Ada contoh lagi yang perlu kusebutkan : Pesantren Darunnajah Jakarta, satu pondok alumni Gontor yang moncer. Baru2 ini, dalam rangka milad ke-54 ia kembali mewakafkan tanah 602 ha atau senilai Rp. 1,6T. Sebutkan padaku, siapa yang berani melepas asetnya 1,6 T dan diwakafkan pada umat?
Gila? Tidak! Aku bahkan menyebutkan sangat waras! Saat banyak orang kaya menghamburkan triliunan rupiah untuk judi dan politik, pesantren berusia 54 tahun kembali mewakafkan angka yang fantastis.
Tahun 2015, aset tanah wakaf Darunnajah 677,5 HA di berbagai wilayah missal: Riau, Kalimantan, Bandung, Jakarta, Bogor, Banten, Lampung, Bengkulu, dsb. Seperti induknya, Gontor yang tanah wakafnya telah mencapai ribuan hektar, dan juga mengelola unit usaha beragam.
Woouw, pesantren seperti perusahaan. Asetnya fantastis. Bedanya, pesantren berasal dari wakaf, perusahaan dari modal. Berarti umat Islam ini umat besar dan kaya dong? Betul sekali! Yang luar biasa dengan aset fantastis itu, kiai pendiri, pengasuh dan keluarganya tidak memiliki satu sen pun, karena telah diwakafkan. Ada garis tegas pemisahan harta pribadi dan harta pondok.
Maka, jangan under-estimate, pesantren tidak bisa apa2. Itu penilaian yang tidak paham, atau tidak mau paham. Tazakka, 6 tahun yang lalu hanya hamparan tanah kosong tak berpenghuni. Dulu kebun cengkeh milik kakekku, hanya 1,6 ha luasnya yang setelah wafatnya 1988 nyaris tak terurus dengan baik.
Tahun 2009, kutekadkan mengubah jadi “kebun manusia”; bukan lagi cengkeh yang akan dipetik, tapi manusia2 masa depan yang akan dipanen, 10, 20, atau 30 tahun yang akan datang, bahkan, ya Rabb, mungkin satu abad, atau 10 abad seperti Universitas Al-Azhar di Kairo itu, tempatku dan adik2ku nyantri.
Kini, wakaf Tazakka berkembang: tanah jadi hampir 10 ha, masjid, gedung2 asrama santri, ruang2 kelas, aula pertemuan, dapur umum santri, kamar mandi, lapangan OR, perpustakaan, dsb. Ya Rabb, bisakah seperti Al-Azhar di Kairo, atau Gontor di Ponorogo? Ya Rabb. Entah, apakah aku masih hidup menyaksikannya atau aku telah tenang di alam kubur. Ya Rabb.
Buya Hamka seandainya masih hidup, KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim Asyari dan juga Kiai Ahmad Sahal, Kiai Fannanie dan Kiai Imam Zarkasyi, mungkin tidak pusing dengan tax amnesty, karena mereka punya rekening gendut di akhirat dan di dunia, biasa2 saja. Yang punya rekening gendut di dunia, pusing di akhiratnya, pusing pula di dunianya.
Seperti yang saya ketahui Hadis : “Ada malaikat Allah yang siap mendoakan orang2 yang ikhlas di jalan Allah yang tak terhitung jumlahnya.” Itulah jalan kemuliaan ulama kita terdahulu. Mereka tidak saja mewariskan nilai2 kehidupan, tetapi juga mewariskan peradaban. Lalu, pertanyaannya, apa yang sedang dan akan anda wariskan kepada generasi yang akan datang?
Maka, ulama kita itu abadi hingga kini. Setidaknya, nama, foto dan silsilahnya segar di ingatan umat dan bangsa. Dengan begitu, mereka selalu didoakan. Duh, nikmatnya mereka, tiap saat kuburnya basah dan jembar (lapang) karena doa2 umatnya yang tiada henti. Bisakah kita kelak seperti mereka? Ya Rabb!
Itulah jalan wakaf, membentang ke depan tak berujung. Wakaf itu seperti (istilah Taufik Ismail) “Sajadah Panjang”, tempat kita menghamparkan diri berinvestasi akhirat yang abadi. Harta yang diwakafkan tidak hilang, tapi tersimpan di rekening akhirat. Ibarat transaksi di bank, para malaikat itulah yang bertugas sebagai teller2nya. (Ust. ihsan Zainuddin Lc MS.i)
“Ada tiga perkara yang mengikuti mayyit sesudah wafatnya, yaitu keluarganya, hartanya dan amalnya.
Yang dua kembali, dan yang satu tinggal bersamanya. Yang pulang kembali adalah keluarga dan hartanya, yang tinggal bersamanya (sampai Akhirah) adalah amalnya.”-HR. Bukhari dan Muslim. (Muchtar AF; dari grup WA-VN)-FR