Ketika Arjuna merasa menang, bisa mendesak lawannya itu, tiba2 lawannya berhenti dan tertawa lebar.
” Arjuna, kamu kurang waspada. Kamu sengaja aku bawa ke sini, ke wilayahku. Perhatikan sekelilingmu, pasukanku siap mengalahkanmu”, kata raksasa jin itu.
Arjuna sadar, dia dan pasukan kecil yang mengiringinya terkepung oleh prajurit2 raksasa jin yang sangat banyak jumlahnya. Dia terdiam dan berusaha untuk tenang. Arjuna juga menyadari kalau kedua belah pihak bertempur akan sulit menang, jsutru kurban di pihaknya akan besar. Maka dicarilah akal.
” Hai raksasa, siapa kamu dan mengapa mengganggu kami?’, tanya Arjuna, seraya mengulur waktu dan berfikir bagaimana memenangkan pertempuran dengan raksasa2 jin itu.
” Kamu pintar membolak-balik kata. Kalianlah yang mengganggu ketenangan hidup kami yang sudah kami jalani selama ini”, kata raksasa jin itu.
” Baikalah, kami memang memerlukan hutan ini untuk membangun kerajaan, membangun istana, membangun negara”, kaat Arjuna.
” Tidak bisa. Hutan ini milik kami dan warisan leluhur kami sejak jaman dulu. Ketahuilah daerah ini kabupaten kerajaan Cintakapura yang meliputi seluruh hutan rimba ini, naman kadipaten ini Kadipaten Madukara dan aku adipatinya, Adipati Arya Dananjaya atau Kumbang Ali-Ali. Aku adik raja Cintakapura, Prabu Yudistira “, kata raksasa jin yang ternyata bernama Arya Dananjaya atau Kumbang Ali-Ali itu.
” Baiklah, kalau begitu secara resmi Kadipaten Madukara aku minta darimu”, kata Arjuna.
” Silahkan kalau bisa mengalahkan kami”, jawab Adipati Arya Dananjaya yang sakti mandraguna.
” Ayo dan kalau berani kita saja yang bertanding, biar prajurit menonton sambil beristirahat”, kata Arjuna memancing Arya Dananjaya agar tidak melibatkan pasukannya yang jauh lebih banyak dan lebih menguasai medan dibanding prajuritnya. Ternyata pancingan Arjuna berhasil.
” Baiklah. Siapa takut denganmu Arjuna”, kata Arya Dananjaya.
Keduanya terlibat pertempuran yang makin lama makin seru. Akhirnya keduanya mengeluarkan semua jurus pamuncak. Pada suatu kesempatan, Arya Dananjaya lengah, pada saat itu Arjuna berhasil menusuk nya dengan keris sakti. Arya Dananjaya kalah, namun pada saat itu tiba-tiba dia berkata.
” Arjuna, aku kalah. Kini kuserahakan Kadipaten Madukara. Pesanku, janganlah istana dan kadipaten ini kamu rusak se-mena2. Kalau ingin mendirikan bangunan baru, buatlah bangunan baru yang lebih baik. Anak buahku akan bantu. Selain itu pakailah namaku jadi namamu juga. Hduplah berdampingan rakyatmu dan rakyatku” kata Arya Dananjaya yang tubuhnya tiba2 merasuk ke diri Arjuna.
Pada saat itu tiba-tiba pemandangan hutan itu berubah, ada istana kadipaten nan indah, walau tidak besar. Dia dikelilingi jalan, taman penuh bunga yang selama ini tidak nampak. Anak buah Dananjaya menyembah, sebagai tanda takluk kepada Arjuna.
Namun karena mereka berupa raksasa jin, maka mereka bisa menghilang begitu saja. Sekalpiun demikian mereka membantu para prajutit Pandawa membangun negara pandawa. Arjuna juga kelak memakai nama Arya Dananjaya atau Kumbang Ali-Ali.
Di tempat lain, Pinten dan Tangsen terbawa musuhnya ke daerah kekuasaannya. Pinten ke Kadipaten Sawojajar dan Tangsen ke Kadipaten Baweratalun. Peperangan sengit terjadi antara pasukan Pinten melawan musuhnya, yaitu raksasa jin Nakula atau Sapujagad. Begitu pula Tangsen melawan musuhnya.
Adipati Baweratalun, yaitu raksasa jin Sadewa atau nama lainnya Sapulebu. Jin Nakula atau Sapujagad dan jin Sadewa atau Sapulebu ini merupakan adik tiri Prabu Yudistira. Mereka merupakan saudara kembar.
Ketika peperangan berlangsung, tiba-tiba di mana2 tedengar suara riuh. Lalu adalah sorak sorai pasukan pandawa pimpinan Puntadewa, Bima dan Arjuna yang telah mengalahkan musuh2nya. Maka musuh Pinten dan Tangsen menjadi panik. Kemudian mereka bisa dikalahkan.
Adipati Nakula menyerahkan Kadipaten Sawojajar ke Pinten, dia menjelma ke dalam diri Pinten. Sementara itu, Adipati Sadewa menyerahkan kadipaten Bawenatalun dan badannya merasuk ke dalam diri Tangsen. Maka kelak Pinten dan Tangsen lebih banyak memakai nama mereka, Nakula danSadewa.
Kini semua hutan Wanamarta / hutan Mertani dikuasai para pandawa. Para raja dan adipati raksasa jin juga merasuk ke diri para pandawa. Prabu Yudistira ke Puntadewa, Dandunwacana atau Werkudara ke Bima, Dananjaya atau Kumbang Ali Ali ke Arjuna, Nakula ke Pinten dan Sadewa ke Tangsen.
Menyatunya tubuh Prabu Yudistira dan adik2nya, merupakan simbol bersatunya peradaban kota, peradaban modern dengan peradaban setempat, peradaban lokal, klearifan lokal. Kedua peradaban berjalan secara paralel, saling melengkapi.
Rakyat hutan Wanamarta menganggap pandawa sebagai pemimpinnya, karena jiwa raja-raja mereka berada di tubuh para pandawa itu. Para pandawa secara batiniah dipengaruhi oleh Prabu Yudistira dan adik-adiknya. Kedua rakyat juga akhirnya bersatu, karena merasa mereka satu keluarga besar.
Selain itu untuk lebih memper-erat persaudaran pandawa – para jin di Wanamarta, permaisuri mendiang Prabu Yudistira minta Arjuna menikahi putrinya : Dewi Ratri. Arjuna tidak menolak permintaan itu, karena Dewi Ratri cantik jelita dan lama Arjuna memendam rasa padanya. Kelak dari perkawinan itu, Arjuna punya putra bernama Bambang Wijanarka.
Kini pekerjaan membuka hutan untuk membuat berbagai bangunan, daerah pertanian, peternakan dan seterusnya menjadi semakin lancar karena tidak ada gangguan lagi, bahkan para jin membantu para pandawa.
Pembukaan hutan itu tetap dengan mengadopsi kearifan lokal, sesuai harapan Prabu Yudistira beserta adik2 dan rakyatnya. Pohon2 besar usia ratusan tahun yang banyak menghasilkan buah dan biji tetap dipertahankan agar tetap sebagi penghasil bibit unggul. Taman2 dibuat disekeliling pohon besar itu, berkesan teduh dan nyaman, direncanakan ke depan sebagai tempat wisata pendidikan.
Pohon dan hewan itu pohon dan hewan khas daerah dipertahankan, disisakanlah hutan sebagai hutan suaka yang telah diperhitungkan luasnya sehingga bisa menampung banyak hewan dan tanaman asli daerah itu. Begitu juga sumber-sumber mata air dipertahakan, karena akan dipakai msayarakat kelak.
Adat istiadat, seni budaya, bahasa setempat dipertahankan. Bergabung dengan kebiasaan, seni budaya dan bahasa baru yang dibawa pandawa dan prajuritnya, memperkaya negara yang akan dibangun itu. Hal2 itu dilakukan karena belajar dari kejadian di banyak negara lain. Yaittu hutan rimba nan luas dan lebat dibabat begitu saja, tanpa meninggalkan tanaman dan hewan setempat.
Akhirnya anak cucu tidak bisa lagi lihat tanaman dan hewan asli daerahnya, seperti gajah, badak, harimau dan elang. Anak cucu hanya melihat gambarnya saja. Begitu juga tanaman asli hanya bisa dilihat gambarnya, itupun tidak mudah, karena negara itu tidak memprioritaskan pelestarian hutan, tanaman dan hewan asli negaranya.
Negara berkutat pada peningkatan ekonomi yang sekalipun pendapatan perkapita naik dari windu ke windu tetap selalu dirasakan kurang. Juga seni budaya, bahasa, banyak negara lain yang membuka hutan luas tidak memperhatikan soal ini. Apalagi kalau sifatnya penjajahan, bukan hanya adat istiadat dan seni budaya, bahkan bahasapun diganti dengan bahasa penjajahnya.
Hutan Wanamarta mulai berubah. Banyak rakyat optimis hutan itu nantinya akan menjadi daerah yang subur makmur karta raharja. Maka tanpa diminta, tanpa ada program tarnsmigrasi, banyak warga Hastina di daerah lain berdatangan ke Hutan Wanamarta untuk ikut membuka hutan itu. Kelak daerah yang dibangun di bekas Hutan Wanamarta itu akan bernama Negara Amarta.
Para dewapun menaruh perhatian terhadap para pandawa dan Hutan Wanamarta. Bahkan Dewa Indra mengirimkan banyak ahli untuk membantu para pandawa, seperti ahli tata kota, arsitek , ahli dibidang pertanian, peternakan pembuatan jalan, saluran irugasi, bendungan dan sebagainya.
Mereka membantu pandawa merencana induk atau orang kota sering menyebutnya “Master Plan” negara dan ibukota pandawa itu nantinya. Begitu pula pembangunan jalan, bangunan, pengairan, pertanian, perkebunan, perikan dsb. Karena dibantu oleh Dewa Indra, maka kelak negara yang dibangun itu juga disebut Negara Indraprasta.
Begitulah hari ke hari pembukaan Hutan Wanamarta berjalan lancar dan semakin lama semakin luas daerah yang telah dibuka. Para pandawa bersyukur telah melampaui masa sulit membuka Hutan Wanamarta akibat gangguan para raksasa jin.
Namun demikian ada yang mengganjal di hati para pandawa, terutama Bima sebab ada sepasang mata yang selalu mengikuti ke mana para pandawa pergi, terutama Bima. Bersambung Jum’at depan……….; Widharto KS-2017; dari grup FB-ILP)-FR