Dulu … rumahku ramai dengan anak2 ku, tawa mereka, tangis mereka juga pertengkaran antara mereka. Buku2 berserakan ditiap sudut ruangan, pensil , baju , mainan bertebaran di atas tempat tidur. Karena jengkelnya aku berteriak : “cukup, jangan buat kekacauan dirumah, ayo masing2 barang nya dibereskan susun rapi di tempatnya” ..
Di pagi hari jelang waktu sekolah, seorang anakku mengadu : “Ummi, buku dan penaku hilang entah dimana?”. Anak kedua berkata : “Ummi, mana bedaknya?”. Anakku ketiga merengek :” Ummi, susunya tumpah “. Yang ke-4, sambil pegang kakiku mengadu cemas : “Ummi, aku belum mengerjakan PR”
Semua … semua mereka mengeluhkan kelalaian nya masing2 …
Saat ini, aku sudah tua, anak2 sudah dewasa. Aku berdiri di depan pintu kamar anak2 ku, tempat tidur
tersusun rapi. Kosong tidak ada lagi yang tidur disana. Di lemari hanya ada sedikit pakaian2 masa kecil milik mereka, di rumah kini sepi sekali, tidak ada lagi yang tersisa selain aroma harum tubuh anak2 ku.
Tiap anak2 ku memiliki bau khas bagiku. Aku menghirup udara dalam2 … bau tubuh mereka seakan kembali, meringankan rasa rindu yang menyesakkan dadaku. Kenangan2 itu datang kembali : Kala aku marah pada seorang anakku, ia langsung berlari dan memeluk kakiku : “Maafkan aku ummi ” rintihnya dan tak terasa air mata jatuh. Anak2 kini mandiri, hidup di tempat2 jauh dengan keluarga masing2.
Satu persatu meninggalkan rumah dengan ucapan yang sama : ” Jazakillah khairan ummi, untuk semua kebaikan, semua kasih sayang. Aku tak akan pernah bisa membalas jasa ummi. Mohon doamu ummi ” Ya ALLAH … ingin rasanya kembali ke masa lalu … waktu dimana anak2 masih kecil2.
*Pesanku untukmu wahai para ibu, nikmatilah tangisan, rengekan dan suara teriakan anak2 mu. Nikmatilah bila buku2, pena, mainan2 mereka berserak dan bertebaran. Nikmatilah tiap ketidak-rapian rumah disebabkan ulahnya. Jangan membentak, jangan berteriak. Semua itu akan jadi kenangan manis, kenangan yang indah.
Setiap ibu pasti mengalami seperti yang kini ku alami. Hari2 tiap anak, satu persatu keluar meninggalkan rumah tempat lahir mereka. Setiap satu anak ku keluar dengan membawa/ menyeret tas / koper nya, ia ikut serta membawa/menyeret hatiku bersamanya. Ku peluk pintu itu setiap satu anak pergi, aku memeluk pintu itu karena lututku gemetar.
Separuh jiwaku seakan terbang pergi bersamanya, lalu aku kembali mengumpulkan kekuatanku menghadapi sisa hidup sepi yang harus ku jalani. (Budi Juwono-72 sumber dari https://imioo.wordpress.com/2017/05/20/catatan-dari-buku-harian-seorang-ibu/)-FR