Pagi itu mentari bersinar cerah, menghangatkan pucuk2 pohon hijau. Burung2 berkicau riang, seakan saling berbalas pantun. Sekali2 terdengar suara kera ber-teriak2 seakan ingin suaranya didengar seluruh penghuni hutan. Para pandawa dan Dewi Kunti berdiam diri mengelilingi perapian dari kayu.
Mereka seperti memberi kesempatan Bima beristirahat setelah hari sebelumnya bertempur mati2an melawan Arimba. Mereka berdiam diri, seakan masing2 berkutat dengan pikirannya.
” Bima”, Dewi Kunti membuka dan memecah kesunyian.
” Hmm. Ada apa Ibu?” tanya Bima.
” Sebaiknya kamu berterima kasih ke Arimbi yang membantu memenangkan pertempuran”, kata Dewi.
” Hmm. Aku tidak minta dia membantuku. Semua itu dilakukan atas maunya” jawab Bima.
” Ya, tapi apa jadinya kalau dia tak membantumu? Kamu tewas di tangan Arimba” kata dewi Kunti. Para pandawa yang lain mengangguk, mengiyakan.
” Aku tidak takut mati. Aku mati tidak mengapa” jawab Bima.
” Betul. Tapi apa jadinya kalau kau mati? Kami akan mati. Cita2 mendirikan kerajaan besar akan sirna. Para kurawa akan bersorak” kata Dewi Kunti.
” Hmm” Benar juga. Jika dirinya mati, mereka mati, yang senang para kurawa. Nasib Rakyat lebih buruk.
” Jadi apa yang harus aku lakukan?” tanya Bima.
” Ucapkan terima kasih ke Arimbi yang menolongmu, menolong kita semua” kata Dewi Kunti.
Dewi Kunti lalu membimbing Bima bangkit. Dia berjalan ke arah Arimbi berada, yaitu di bawah pohon besar tidak jauh dari mereka tinggal. Dewi Kunti dan para pandawa ikut langkah Bima.
Arimbi yang merenung sendirian kaget dengan kedatangan mereka. Dia segera berdiri.
” Ada apa kalian ke sini?”, tanyanya tanpa basa basi. Dewi Kunti menggamit Bima.
” Kami ke sini untuk berterima kasih, sehingga aku bisa menang melawan kakakmu”, kata Bima.
” Kami ingin ucapkan ikut berduka atas tewasnya Kakandamu Arimba” sambung Dewi Kunti.
” Iya, iya. Terima kasih” kata Arimbi.
” Ya sudah, kami pamit” kata Bima.
” Mengapa buru2 Bima?” tanya Dewi Kunti.
” Bukankah apa yang menjadi keperluan kita sudah disampaikan ?”, tanya Bima.
” Ya benar. Apa tidak kasihan lihat Arimbi sendirian? Dia tidak ikut kembali ke Pringgadani, lebih memilih di sini bersama kita” kata Dewi Kunti.
” Hmm. Itu bukan urusan kita” jawab Bima yang segera pergi menjauhi tempat itu.
Puntadewa, Arjuna, Pinten dan Tangsen bingung harus bersikap, akhirnya ikut langkah Bima. Dewi Kunti masih di tempat Arimbi beberapa lama. Dia berusaha menenangkan Arimbi yang kecewa dengan sikap Bima, yang kehilangan saudara tuanya.
” Bima, sebaiknya kamu kawini Arimbi”, kata Dewi Kunti di suatu kesempatan.
” Hmm. Aku tidak mau”, jawab Bima.
” Kenapa?”, tanya Dewi Kunti.
” Apa Ibu dan saudara2ku senang punya mantu dan saudara berwajah jelek ?”, tanya Bima.
” Oh, itu persoalannya?” tanya Dewi Kunti.
Bima tak menjawab. Dewi Kunti membujuk Bima menikahi Arimbi yang menolongnya saat bertarung lawan Arimba. Dewi Kunti juga menyadari bahwa Arimbi itu wajahnya raseksi, makanya Bima tidak mau. Dewi Kunti lalu bersemedi, minta kanugrahan dewa agar wajah Arimbi yang raseksi berubah jadi wanita yang cantik jelita. Permintaan semedinya dikabulkan dewa, maka Arimbi berubah jadi wanita cantik.
Begitulah kata para dalang. Ada juga dalang lain yang mengatakan Dewi Kunti mampu mengubah Arimbi jadi wanita cantik dengan kesaktiannya. Diusapnya wajah Arimbi, seketika wajahnya cantik jelita. Beda sudut pandang, menurut dalang berlogika, prosesnya tidak demikian. Arimbi berubah cantik, tidak serta merta, tapi melalui proses panjang.
Kecantikan seseorang banyak digambarkan jadi kecantikan luar dan kecantikan dalam, kecantikan lahiriah dan batiniah, dalam bahasa bukan bahasa wayang disebut “inner beauty” dan “outer beauty”. Wanita akan sempurna kecantikannya jika kedua hal itu cantik. Banyak wanita lahiriah tidak cantik.
Namun dia dicintai banyak orang, tua muda, besar kecil, laki-perempuan, itu berkat kecantikan batiniahnya. Sebaliknya ada pula wanita yang cantik, namun wajahnya terkesan sangar, ini akibat bagian “inner”, bagian dalam, batinnya ada yang tidak pas. Fisik, Arimbi raksasa wanita. Apa benar demikian?
Raksasa di pewayangan, gambaran manusia. Ada 2 macam penggambaran ber-ujud raksasa, kalau wanita disebut raseksi. Pertama raksasa, gambaran hati, sifat manusia jahat. Raksasa suka makan orang, tangannya bercakar, berkuku tajam siap mencabik orang, giginya bertaring siap menggigit orang. Itu perlambang orang hatinya jahat.
Kalau manusia normal yang dibicarakan besok makan apa, namun manusia berhati raksasa bilang besok mau makan siapa. Makan di sini bisa memakan, merusak, mengambil alih, mematikan, berupa pangkat, jabatan, kedudukan, hak dan bisnis orang lain.
Raksasa dalam wayang sering digambarkan makan rakyat tak berdosa, maka raksasa manusia makan hak rakyat tak berdaya, membuat rakyat susah karena praktek kartel, monopoli, oligopoli dan sebagainya. Memakan harta negara juga termasuk pekerjaan manusia berhati raksasa.
Kadang di wayang ada raksasa hatinya baik. Maka raksasa ini bukan gambaran hati manusia, raksasa ini gambaran orang dalam arti sebenarnya. Biasanya raksasa model begini tinggalnya di hutan belantara. Raksasa ini gambaran manusia terasing yang jauh dari pergaulan manusia yang peradabannya.
Mereka belum kenal : api, potong rambut, gosok gigi, mandi dst. Tinggal di dalam gua atau di atas pohon. Kadang diceritakan mereka suka makan manusia lain. Suku pedalaman, suku terasing. Mereka ini, menurut manusia yang merasa maju di jaman wayang, dianggap raksasa.
Arimbi raseksi, orang yang belum kenal peradaban maju. Oleh pandawa dan manusia jaman wayang, dia dianggap raseksi. Dewi Kunti iba pada Arimbi, apalagi Arimbi menolong Bima dalam situasi kritis. Maka Dewi Kunti ingin Bima menikahinya. Bima menolak. Dewi Kunti paham penolakan Bima. Maka kini Dewi Kunti mengubah Arimbi jadi wanita canti luar dalam, lahiriah dan batiniah. Wanita sejati.
Dalam hal lahiriah, Arimbi pelan2 diajari Dewi Kunti menggosok gigi, mandi pakai sabun. Kulit dan muka yang hitam tersengat matahari diberi lulur buatannya. Rambutnya dicuci sampo, diberi ramuan dedaunan agar kutunya mati dan disisir agar rapi.
Kukunya dipotong rapi, diberi warna dengan bunga pacar air yang banyak tumbuh di hutan. Semua bahan, baik lulur, sabun, sampo dan seterusnya buatan sendiri. Arimbi diajari berhias diri, dari memakai bedak sampai memperbaiki garis alis dan pemerah bibir.
Dia juga diajari cara makan yang baik. Mulut tertutup, tidak boleh berkecap, tidak boleh bunyi. Suapan ke mulut tidak banyak, dengan 3 jari, bukan 5 jari seperti kebiasaan dia. Tidak ambil suapan berkutnya sebelum yang dimulut habis. Tidak ambil banyak2 kalau makan bersama. Tidak mengambil makanan yang jauh letaknya dari dirinya.
Arimbi diajari cara jalan yang baik bagi wanita. Langkah kaki kiri dan kanan tidak boleh melebar, namun harus menurut garis lurus. Jatuhnya kaki tidak boleh di tumit, namun di bagian depan kaki, sehingga tidak berbunyi ketika melangkah. Arimbi juga diajari memasak, bersih2, mencuci pakaian, melipat dan memakai berbagai jenis pakaian, menanam tanaman, merangkai bunga dan membuat dekorasi.
Arimbi diajari agar banyak makan buah dan sayuran yang baik untuk membuang keringat berbau tidak enak. Buah2an bagus untuk membuat wajah, kulit mulus dan berseri. Sayur mayur bagus memperbaiki gerak peristaltik. Membuat otot jadi lentur luar dalam. Di luar akan membuat kulit jadi kencang, tidak keriput dan awet muda. Di dalam akan membuat suami bertambah sayang.
Batiniah, Arimbi banyak diajari agama dan budi pekerti. Menghormati ortu dan yang dituakan, ke suami kelak. Mengasihi orang kecil, sesama manusia. Untuk suami cara menghormarti suami, memperlakukan suami sedikit di atas dirinya, bukan sebaliknya. Dewi Kunti bercerita banyak wanita gagal jadi istri yang baik karena tidak bisa menempatkan diri dengan baik.
Dia menempatkan egonya atau ke-akuannya di atas suaminya. Dewi Kunti mengingatkan tugas istri itu menjaga harta dan kehormatan suami. Banyak wanita yang tidak bisa menjaga kehormatan suami, misalnya suka berhutang, banyak musuh.
Banyak juga yang hobi beli barang2 mahal, pakaian, sepatu, tas, atau perhiasan yang bisa menghabiskan harta suami, atau menjerumuskan suami berbuat curang dalam pekerjaannya. Akibatnya merusak harta dan kehormatan suami.
Arimbi juga diajari merawat diri ketika hamil sampai melahirkan, merawat diri pasca melahirkan. Juga merawat anak sejak bayi sampai dewasa. Membuat tanaman2 dijadikan obat juga diajarkan.
Sebagai kerabat istana Pringgadani dan diharap jadi bagian dari keluarga pandawa, kerajaan Hastina, maka Arimbi diajarkan protokoler kerajaaan. Cara berpakaian, cara jalan, cara makan di acara kenegaraan. Juga cara mengikuti berbagai acara dan upacara.
Istri juga sering disebut iswari, swari, atau suri yang berarti teladan. Maka istri harus jadi teladan, pertama ke anak2nya, lalu ke teman dan handai taulan, ke anak buah dan masyarakat. Apalagi kalau kelak dia jadi istri pejabat kerajaan, dia akan jadi contoh utama, contoh pertama di kerajaannya. Istri nomor satu.
Nomor satu yang juga disebut utama, pertama, pratama, parama. Maka istri raja disebut jadi tauladan utama, swari pertama, iswari parama, parama iswari yang akhirnya berubah jadi prameswari atau permaisuri. Karena itu dia harus jadi wanita terbaik di kerajaannya, contoh, suri teladan bagi rakyatnya.
Demikian ber-bulan2 Arimbi dapat kursus dari Dewi Kunti banyak hal sebagai wanita seutuhnya, sebagai wanita sejati. Mempersiapkan diri agar jadi wanita cantik luar dalam.
Sehari jadi sepekan, sepekan jadi sebulan, sebulan jadi beberapa bulan. Hari demi hari Arimbi nampak makin cantik luar dalam. Cara berjalan, cara bicara, cara makan dan cara bergaul makin lama membaik dan menyenangkan. Akhirnya bisa diterima keluarga pandawa, juga Bima.
Singkat cerita akhirnya Arimbi dinikahkan dengan Bima di hutan Wanamarta itu. Saudara2 Arimbi juga berdatangan ke acara pernikahan yang diselenggarakan dengan sederhana; Bersambung Jum’at depan…… (Widharto KS-2017; dari grup FB-ILP)-FR