Pak Johar bekerja di kota Makassar tahun 1980-an. Waktu itu nama kotanya Ujung Pandang. Suasana kota masih sepi, sebab kendaraan belum banyak. Mengapa? Karena saat itu kredit sepeda motor atau mobil belum ada. Kalau mau beli kendaraan ya harus kontan, kalau belum cukup uangnya harus nabung.
Pak Johar punya teman, namanya Pak Aren, yang saat itu sudah berkeluarga, punya istri. Pada suatu hari Pak Aren jalan2 keliling kota dengan naik vespa bersama istrinya. Selesai keliling kota lalu mau pulang. Karena bensin mau habis, maka Pak Aren singgah di Pom Bensin untuk mengisi bensin.
Tentu istrinya turun, sebab tutup tangki bensin ada di bawah jok. Selain itu memang vespa hanya punya standar besar, sehingga untuk mensatandarkan penumpang harus turun, kalau tidak ya berat dan sulit menstandarkan.
Selesai diisi bensin, vespa distater dengan di-“slag”, dengan diinjak pedal starternya. Motor jreng bunyi. Sekejab Pak Aren sudah melaju dengan motor vespanya. Tiba di depan Kantor Polisi Kota Besar (Poltabes) yang kini menjadi mal, tiba2 vespa Pak Aren dipepet angkot “bahasa slank” di sana disebut “pete pete”.
Pak Aren kaget, lalu membanting vespa ke kiri sampai hampir masuk ke selokan. Kontan saja Pak Aren naik darah. ” Kamu mau cari gara2 ya?!”, kata Pak Aren kepada sopir angkot itu dengan nada tinggi.
Untunglah sopir angkotnya sabar, dia hanya senyum sambil tanya. “ Boss, istrimu mannaaa?”, tanyanya.
” Ini di belakang!”, kata Pak Aren keras, sambil melirik ke istrinya yang ada di goncengan belakang.
Pada saat itu Pak Aren kaget setengah mati, sebab ternyata istrinya tidak ada. “Waduh, ada di mana ya?”, katanya dalam hati.
Pak Aren lalu berhenti dan meng-ingat2 istrinya ada di mana. Setelah ingat dia kaget, sebab istrinya ditinggal di Pom Bensin. Rupa2nya, setelah terisi bensim, vespa distarter dan mensin hidup, Pak Aren segera melaju dengan vespanya, dan lupa menggonceng istri tercintanya. KBY. Kok bisa ya ? (Widharto KS-2017; dari grup FB-ILP)-FR