Jakarta-Beberapa orang berpendidikan tinggi dan didukung kondisi lingkungan memadai, itu syarat penting bisa meraih sukses luar biasa. Tapi kita tak bisa meramal pasti yang bakal terjadi pada karir seseorang di masa depannya.
Buktinya, ada mahasiswa drop out dengan keterbatasannya mencoba membuktikan dia bisa mengembangkan diri menggapai sukses besar dengan caranya. Ia Aaron Levie yang kini sebagai CEO Perusahaan Box, layanan penyimpanan data digital berbasis komputasi awan.
Sebelum sukses, ia pada kondisi dilematis. Dengan keberanian keluar dari zona aman, pria berambut ikal ini membuktikan eksistensi diri bahkan menyabet gelar triliuner muda di usia 30 tahun. Selengkapnya tentang kisah Aaron Levie, bisa rekan-rekan simak pada berikut ini.
Karir Aaron Levie membangun Box
Aaron Levie tertarik pada dunia teknologi sejak muda. Dan langkah besar diambil ketika ia lulus dari Mercer Island High School, lalu melanjutkan pendidikan di University of Southern California. Di sinilah Ia mulai berkeinginan untuk mengembangkan perusahaan teknologi mandiri.
Tepatnya 2004, kala itu Ia dapat tugas kuliah tentang perkembangan penyimpanan data digital di beberapa perusahaan besar. Dari situ ia menangkap peluang bisnis untuk menyediakan layanan penyimpanan data pada komputasi awan atau yang sering disebut cloud storage.
Setelah itu ia berpikir untuk menggali lebih dalam potensi bisnis yang berhasil ia tangkap Ia menelepon puluhan perusahaan dan organisasi untuk menanyakan bagaimana mereka menyimpan data digital. Dari situ keyakinan Levie semakin tinggi pada inovasi bisnis yang ia ingin bangun.
Setelah berpikir matang, bersama seorang rekan yakni Dylan Smith, mereka berdua mulai mengembangkan konsep pelayanan penyimpanan awan yang menyasar target perusahaan dan organisasi di kawasan AS. Di tahun 2005, layanan Box pertama kali tercetus dan mulai membuka usaha.
Drop out kuliah dan berbagai tantangan bisnis
Di 2005 juga, Levie mengambil cuti dari universitas untuk fokus menggarap bisnis Box. Dari kantor awal yang ada di Mercer Island, untuk membawa perusahaan Box naik ke tingkat yang lebih tinggi mereka memindahkan kantor di Berkeley California.
Dari situ perjalanan Levie yang resmi menyandang ‘gelar’ drop out, penuh dengan tantangan. Di 2007, layanan jasa penyimpanan awan sudah mulai banyak dikembangkan oleh perusahaan lain. Bagi perusahaan Box, hal ini tentunya menjadi tantangan sekaligus ancaman keberlangsungan bisnis mereka.
Namun berkat kerjasama yang baik dan juga kerja keras membangun inovasi layanan penyimpanan data digital yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan, perlahan Box terus dipercaya oleh para kliennya yang mayoritas perusahaan besar di Amerika.
Perkembangan layanan box
Di 2012, Box menjalankan perluasan bisnis ke benua Eropa. Layanan Box terus berkembang hingga ‘menjajah’ hampir seluruh dunia. Saat ini pengguna layanan Box, tersebar dan berhasil menjadikan perusahaan ini salah satu pilihan utama jasa penyimpanan data berbasis komputasi awan.
Dari situ pencapaian sang founder Aaron Levie dalam hal finansial juga ikut terdongkrak naik. Dalam taksiran beberapa situs ekonomi dunia, kekayaan dari Levie sudah mencapai lebih dari US$ 100 juta atau sekitar Rp 1,3 triliun kurs saat ini.
Yang menarik dari Aaron Levie, dia terus mempertahankan gaya hidup sederhana sejak masa berjuang dulu. Bersama mobil sedan keluaran lama yang sudah menemani sejak ia berkuliah, Levie terlihat lebih nyaman menyantap menu makanan di restoran cepat saji.
Kabarnya, satu2nya barang mewah yang ia miliki, iPhone untuk berkomunikasi se-hari2. Kerja keras dan keyakinan tinggi untuk sukses, senjata utama Aaron Levie hingga pada posisinya saat ini. Didukung gaya hidup sederhana meski jutawan, jadi pelajaran hidup yang bisa kita contoh. (wdl/wdl; Tung Desem Waringin; https://finance.detik.com/sosok/d-3562284/pria-ini-dropout-kuliah-dan-jadi-triliuner-di-umur-30-tahun)-FR