P2Tel

Operator seluler jangan temehek-mehek

Surat Bos Indosat Ooreedoo, Alexander Rusli ke Menkominfo, tertanggal 17/7/17 yang “terkuak” di media 3 hari setelahnya, ternyata efektif kuat getarannya di komunitas telekomunikasi Indonesia. Begitulah Alex Rusli yang saya kenal. Lincah berteman dengan jurnalis dan smart (baca: lihai) dalam mengeluarkan jurus2 komunikasi ke masyarakat.

 

Kendati Operator yang dipimpinnya bukan terbesar, tapi pembawaan yang gaul dan supel, tak syak, pak dosen AR saat ini CEO seluler terpopuler di tanah air.

 

AR yang saya tahu bukanlah (mantan) pengusaha taksi, namun dalam “surat terbuka”nya ke Chief RA itu, dia blak2an minta agar pemerintah menerapkan regulasi tarif batas bawah layanan komunikasi data di dalam jasa telepon seluler. Ya, seperti tarif angkutan taksi dalam kota itulah.

Dalam suratnya, AR memilih menggunakan terminologi lama,  “komunikasi data” dan tidak sejenak pun menyebut “internet”, walau itu maksud sesungguhnya. Tarif akses internet melalui ponsel ini yang dia cecar untuk dipatok tarif dasarnya. Dia (Indosat) beranggapan, tarif internet saat ini terlalu murah, tidak sehat dan perang tarif ini suatu hari kelak bikin Operator nyungsep, gak balik modal alias rugi.

Olala Ooreedoo, lupa kali ya? Di medio tahun lalu mereka gagah berani menggelar spanduk, “Cuma IM3 Ooreedoo Nelpon Rp1 / detik. Telkomsel? Gak Mungkin”; kok sekarang bukannya kampanye internet murah Rp1/ KByte, tapi malah minta Kominfo mahalin tarif. Adagiumnya, kalau tarif bisa dibikin mahal kenapa harus dibuat murah….. He he, itulah barangkali ulamsari dan dinamikanya.

Indosat kini, jauh beda dengan saat saya ditugasi Pemerintah dari Telkomsel-Telkom ke Indosat sebagai Direktur Operasi, 17 tahun lalu. Indosat BUMN dulu perusahaan cemerlang penuh inovasi dan berstamina jawara. Dengan investor mayoritas Qatar Telecom, seyogyanya Indosat Ooreedoo lebih bugar dan kuat, tapi setelah jadi non-BUMN, maaf, kok malah melok nyut2 seperti terserang asam urat?

Saya amat berharap bahwa “voice of Indosat” di atas, bukanlah mencerminkan nurani operator seluler Indonesia yang lain (XL Axiata, 3, dan Smartfren). Sang jagoan Telkomsel, walaupun masih berhitung, saya yakin mereka tidak akan vulgar mengusulkan agar tarif internet dinaikkan.

Justru kini tugas pemerintah c/q Kominfo memberi pencerahan ke masyarakat struktur dan formula tarif internet. Berbeda dengan pulsa telepon yang basisnya adalah waktu dan jarak, atau tarif SMS yang per-160 karakter; basis tarif internet rada kompleks karena bersifat “imaginative”.

 

Tanyakanlah pada pelanggan, pastilah mereka masih awam tentang banyak istilah komunikasi data, misalnya kuota byte, throughput, bandwidth dan bps. Karena itulah internet disebut hidup dan bersilancar di dunia maya.

Jumlah operator seluler yang kini 5 pemain di Indonesia pun terlalu banyak. Bisnis ini bukan seperti televisi atau radio FM yang makin banyak makin asyik dan bisa didigitalkan. Indonesia cukup hanya memiliki 3 operator seluler saja, sehingga spektrum frekuensinya efisien dan coveragenya diharapkan akan setara.

 

Penyelenggaraan seluler merupakan bisnis yang padat teknologi, padat modal dan padat kreativitas. Telkomsel adalah role model dari penyelenggaraan seluler Indonesia yang efektif, komitmen dan konsisten terhadap konstituen dan lisensinya.

Kita tunggu keluarnya formulasi tarif internet yang simple dan transparan dari Pemerintah. Begitu pula masyarakat menunggu rancangan konsolidasi dari 5 operator seluler yang ada jadi sekitar tiga operator saja. Ini semua demi mutu jaringan dan layanan prima kepada masyarakat di negeri ini. Dari pada mengeluh dan temehek-mehek?

Jayalah seluler Indonesia. Sejahteralah pelanggannya. Salam Indonesia! (garuda sugardo, mantan BOD Telkomsel, Indosat dan Telkom, sekarang DewanTIK Nasional)-FR

Tulisan Lainnya :

Exit mobile version