Kedua foto yang tersaji ini mengambil lokasi dan angle yang sama, tapi dipisahkan waktu seratus tahun. Lokasi yang dipilih Kelok Sembilan, lokasi berjarak kira2 70 km dari Bukittinggi arah ke Pekanbaru. Sesuai namanya, Kelok Sembilan punya 9 buah kelok (bahasa Minang = tikungan) dengan sudut putar 180°.
Sebuah cara dibuat Belanda dalam menyiasati beda tinggi yang mencolok antara jalan bagian bawah dan atas. Cara ini efektif memperpendek jarak tempuh karena tidak perlu memutar mengelilingi bukit. Selain disini, kelok banyak terdapat di Kelok 44 (Maninjau) dan Sitinjau Laut (Padang-Solok).
Terbayang waktu itu, apa yang ada dalam pikiran para penumpang mobil ketika berjalan dalam naungan batang kayu raksasa di kiri-kanan jalan. Alangkah beraninya
Foto kedua, 100 tahun kemudian. 2010. Perbedaan mencolok, jalan sudah dilapisi aspal mulus lus lus. Kemudian kepekatan hutan terlihat berkurang dan tidak seseram foto seratus tahun sebelumnya. Yang pasti masih sama adalah konstruksi dinding penahan tanahnya. Dari kedua foto dapat dipastikan dinding itu adalah dinding yang sama.
Dilihat dari bentuk dan alur-alur yang ada di permukaan dinding. Seratus tahun menantang panas dan hujan tidak membuat dinding itu lapuk dimakan usia. Jangankan rubuh, sompel pun tidak! Hanya ada penambahan dinding di sebelah kiri arah jurang. Mungkin untuk pencegahan karena sudah banyak pembalap jalanan yang terjun ke dalam sana.
Terakhir, ternyata kedua foto ini memperlihatkan bahwa lebar jalan di sana tidak berubah selama 100 tahun. Padahal kendaraan yang lewat sudah berbeda jauh ukurannya. Pantas saja sering macet….:)
Ntonk; http://minanglamo.blogspot.co.id/2011/04/seabad-kelok-9-1910-dan-2010.html)-FatchurR
Keterangan gambar :
1-Kelok sembilan : Tahun 1910 (Sumber : Koleksi KITLV, Leiden)
2- Kelok sembilan: Tahun 2010 (Sumber : subkiskeigoblogspot.com)-FR