Gatutkaca terbang ke kotaraja negara Hastinapura. Di angkasa matanya mengawasi jalan2 di bawah mungkin bisa menemukan petunjuk siapa yang telah berbuat tak pantas, merayu Dewi Banowati. Dugaan Kresna tak meleset. Setelah cari ke sana kemari, Gatutkaca menemukan seseorang yang berpakaian persis dirinya.
Orang itu bergegas jalan dengan arah menjauhi kotaraja negara Hastina. Langkahnya buru2. Di bibirnya tersenyum, senyum kemenangan atau kepuasan. Tak ayal, Gatutkaca turun tepat di depan orang itu, lalu orang itu didatangi dan dihajarnya. Tapi dia juga melawan dengan sengit.
Gatutkaca berhenti bertempur, dia perhatikan orang di depannya. Wajahnya mirip dirinya, Gatutkaca tak bisa menduga dia siapa. ” Hei siapa kamu? Berani2nya mengganggu Uwa Banowati”, kata Gatutkaca.
” Lihatlah dengan jelas. Aku ini Gatutkaca, lalu siapa kau yang berani menyamai aku?”, kata orang itu.
” Mengakulah dan menyerahlah, nanti aku bawa ke pengadilan Uwa Prabu Duryudana. Siapa tahu bisa diberi keringanan hukuman”, kata Gatutkaca.
” Kamu ini siapa? Berani2inya menggurui aku. Aku ini Gatutkaca asli”, kata orang itu lagi.
” Wah, tidak bisa diajak bicara. Terimalah ini”, kata Gatutkaca sambil melayangkan tinjunya.
Orang itu telah siaga, maka dia segera menghindar, bahkan menyerang balik dengan melayangkan tinju juga. Maka kini pertempuran keduanya jadi ramai. Saling pukul, saling tendang diantara keduanya. Setelah duel lama dan ber-guling2, pakaian dan make-up berantakan, ketahuan penyaru Gatutkaca itu Brajadenta. Gatutkaca mundur dan berkata :” Lho, paman Brajadenta. Paman kok begitu sih?”.
” Terus terang (kalau bahasa dalang Jawa, bilang :” Tanpa tedeng aling2″), saya dendam atas kematian kakang Arimba di tangan ayahmu. Karena itu kini kamu harus menebusnya. Kini saatnya kamu mati di tanganku”. Kata Brajadenta. Mereka debat, adu mulut dan duel lagi. Lama duel dan debu beterbangan, maka banyak orang jadi tahu dan membuat banyak penonton.
Lama2 Gatutkaca mulai kalah. Saat itu muncul Brajamusti yang selama ini me-mata2i Brajadenta, karena mereka lama tak sepaham soal Gatutkaca. Brajamusti menganggap Gatutkaca kemenakan yang disayangi, sebaliknya Brajadenta memandang Gatutkaca sebagai anak musuh. Gatutkaca yang tidak tahu masalah, sangat menyayangi kedua pamannya itu.
” Kakang Brajadenta, sadarkah apa yang Kakang lakukan”, tanya Brajamusti.
” Mengapa kau tanya lagi? Kamu yang tak punya prinsip. Penglihatanmu kurang awas. Dia anak musuh bebuyutan, Bapaknya yang telah membunuh Kakang Arimba, kakak tertua dan raja kita”, jawabnya.
” Oh, jadi selama ini Kakang Brajadenta dendam ke Gatutkaca? Lalu mengapa Kakang Brajadenta mengganggu Dewi Banowati yang tak tahu masalah?”, tanya Brajamusti. ”
Aku sengaja mengganggu Dewi Banowati untuk mempermalukan Gatutkaca”, jawab Brajadenta.
” Oh, bagus sekali tindakanmu Kakang”, kata Brajamusti.
“Kamu membuat malu keluarga Pandawa, juga membuat malu keluarga kita, keluarga Pringgadani”.
” Brajamusti”, kata Brajadenta. Nadanya meninggi.
” Kau tak usah menggurui. Nasi sudah jadi bubur. Minggir kamu, aku akan bunuh Gatutkaca”.
Brajadenta dan Brajamusti adu argumentasi. Setelah nalar gagal bicara, mereka berkelahi seru. Gatutkaca malah menonton bingung. Gatutkaca beberapa kali melerai, tapi kena tendang Brajadenta.
Perkelahian itu lama. Mereka saling tendang, saling pukul, dan karena berujud raksasa, mereka kadang saling menggigit. Banyak tanaman, bebatuan hancur kena terjangannya. Debu beterbangan ke angkasa. Gatutkaca berusaha melerai, namun tak berdaya. Pertama karena Gatutkaca tidak tega menyakiti salah satu dari kedua paman, adik ibunya itu, yang keduanya disayangi Gatutkaca.
Dan mereka juga mengasuh Gatutkaca sejak kecil. Kedua, ilmu mereka tinggi, sehingga pukulan dan tendangannya dilambari tenaga dalam yang ampuh. Akhirnya perkelahian itu masuk tahap berbahaya, karena keduanya mulai mengeluarkan jurus andalannya. Gatutkaca kembali mencoba melerai. Saat itu Gatutkaca di tengah2 antara Brajadenta dan Brajamusti.
Kedua tangan Gatutkaca menahan badan kedua pamannya, memisahkan mereka. Ketika kedua tangan Gatutkaca tidak kuasa menahan lagi keduanya, Brajadenta dan Brajamusti yang dipuncak pengeluaran ilmunya, menubrukkkan diri satu sama lain. Kepala mereka beradu dengan kekuatan penuh. Akibatnya, terdengar suara menggelegar.
Gatutkaca selamat, sebab sebelum kepala Brajadenta dan Brajamusti beradu, Brajamusti menyepak Gatutkaca dan terpental. Suara gelegar beradunya kepala Brajadenta dan Brajamusti itu memekakkan telinga. Kepala mereka sepertinya hancur. Kejadian aneh, tiba2 tubuh Brajadenta menghilang masuk ke telapak tangan kanan Gatutkaca. Tubuh Brajamusti masuk ke telapak tangan kiri Gatutkaca.
Maka, Gatutkaca kini justru lebih sakti lagi, sebab kedua tangannya mengandung kekuatan yang setara dengan kekuatan kedua pamannya itu. Jika tangan kanan dipakai memukul dan menyebut Brajadenta, maka tangan kanan itu sekuat Brajadenta, karena sukma Brajadenta ikut memukul. Jika tangan kiri memukul dan menyebut Brajamusti, maka tangan kiri itu sekuat Brajamusti, sebab sukma Brajamusti ikut membantu.
Dengan kata lain Gatutkaca memperoleh ajian baru, Brajadenta-Brajamusti. Bersambung Jum’at depan. Catatan :
Episode 25 dan 26 ini kalau di pagelaran wayang, biasanya diberi judul lakon : Gatutkaca Kembar atau Brajadenta -Brajamusti, atau bisa juga Brajadenta Mbalela. (Widharto KS-2017; dari grup FB-ILP)-FR