Dasabala iba pada Dewi Durgandini yang sejak kecil dipelihara seperti anaknya sendiri. Menderita sejak kecil, sudah sakit, disingkirkan dari keluarga istana, sampai jadi tukang satang. Setelah menikah dan punya anak, kini malah ditinggalkan suami dan anaknya untuk waktu lama.
Dasabala menyarankan agar menerima pinangan Prabu Sentanu. “ Bapak Dasabala, bagaimana suami saya, Begawan Palasara. Saya berhutang budi, saya sangat mencintainya?”, kata Dewi Durgandini.
“ Ya benar, Palasara berjasa dan dia suamimu. Tapi Sang Dewi kan sudah berbakti sebagai istri yang baik, telah memberinya anak cerdas, Abiyasa. Kini dia lama pergi dan tak tahu kapan kembali. Menurut UU perkawinan di negeri ini, istri sudah bisa menceraikan suami sepihak”, kata Dasabala.
“ Selain itu, Apakah mau selamanya menderita? Bukankah anda putri raja? Sangat pantas kalau dapat suami raja pula. Sudah waktunya mengakhiri penderitaan dan mulai hidup bahagia sebagai istri raja”.
Dasabala coba yakinkan Dewi Durgandini menerima Prabu Sentanu. Saran ini bisa meyakinkan Dewi.
“ Hm . . .”, gumam Derwi Durgandini.
“ Biar saya jadi istri Prabu Sentanu, tapi anak saya kelak tidak bisa jadi raja, karena saya dengar Prabu Sentanu punya putra : Dewabrata. Buat apa hidup enak, kalau anak saya tak bisa menikmatinya? ”.
“Anda terima pinangan Prabu Sentanu, syaratnya yang mengganti Prabu Sentanu harus keturunan anda, Sang Dewi”, kata Dasabala.
Dewi Durgandini terbuka pikirannya. Saran Dasabala masuk akal. Maka dia setuju saran itu. Beberapa hari kemudian Prabu Sentanu datang untuk mendengar tanggapan Dewi Durgandini. Dewi Durgandini menyatakan dia terima pinangan Prabu Sentanu. Syaratnya anak dengan Prabu Sentanu jadi raja.
Prabu Sentanu terkejut, dia tidak menduga dapat persyaratan berat. Kalau harta benda atau sebagian negara tidak apa2. Ini, minta putranya yang kelak jadi raja. Bagaimana Dewabrata, anaknya dengan Dewi Gangga? Bidadari dari kayangan yang dicintainya dan kembali ke kayangan karena kesalahan dia yang mengecewakan bidadari itu.
Kepulangan Dewi Gangga ke kayangan membuatnya bersalah. Kini putranya dari Dewi Gangga yang dicintai, di-gadang2 sebabagi penerus Astina harus mengalah pada calon istrinya, Dewi Durgandini itu. Prabu Sentanu bingung. Di satu sisi dia jatuh cinta ke Dewi Durgandini, yang mengingatkan istrinya, wajahnya mirip, istri yang dulu dicintainya dan meninggalkannya selamanya.
Mengawini Dewi Durgandini diyakini bisa mengobati rasa rindunya ke Dewi Gangga yang hampir padam, namun kini berkobar, seperti pelita tersiram minyak. Di sisi lain, dia bayangkan, jika mengawini Dewi Durgandini, dia ingin meninggalkan tahta dan menyerahkan tahta ke putra Dewi Gangga, Dewabrata.
Prabu Sentanu benar2 bagai makan buah simalakama. Kalau sebelumnya yang bingung Dewi, sekarang Prabu Sentanu kelimpungan. Prabu Sentanu minta waktu seminggu memikirkan permintaannya. Prabu Sentanu pulang ke Astinapura. Untuk masalah yang dihadapi, Dewabratalah yang berhak menentukan.
Prabu Sentanu bisa saja memutuskan Dewabrata tidak dicalonkan sebagai putra mahkota setelah dia menikahi Dewi Durgandini. Tapi cinta ke putranya yang ditinggal ibunya sejak lahir, tentu tidak tega. Setelah seharian berpikir, Prabu memanggil Dewabrata. Prabu Sentanu mengatakan dia telah melamar Dewi Durgandini. Namun dia ajukan syarat, kelak anak dengan Sentanu pengganti Prabu Sentanu.
Darah muda Dewabrat, yang keinginnanya meng-gebu2, dan ber-cita2 setinggi langit, membayangkan sebentar lagi akan diwisuda jadi raja, terasa disambar petir di siang bolong. Dewabrata menghela nafas panjang. ” Ramanda. Saya bersedia tidak naik tahta Astina ini. Biarlah adik saya, putra Ramanda dengan Ibu Dewi mengganti Rama sebagai raja Astina “. Dia menghela nafas panjang.
“Kebahagiaan Ramanda lebih penting. Kapan lagi membahagiakan ortu. Saya juga ingin membahagiakan Ibunda, tapi hal itu tidak mungkin lagi”.
“ Duh anakku Dewabrata”, kata Prabu Sentanu ter-bata2 memeluk Dewabrata.
” Ramanda bangga pengabdianmu pada ortu”, tak terasa air mata Prabu Sentanu terburai.
Pada hari H, beberapa hari kemudian, Prabu Sentanu mengutus untuk menyampaikan kesediaan Dewabrata tidak minta tahta Astina. Untuk lebih meyakinkan, Prabu Sentanu mengutus Dewabrata menyampaikan hal itu ke Dewi Durgandini.
Sesampai di kediaman Dewi, Dewabrata menyampaikan kesanggupan menyerahkan tahta kelak ke putra Prabu Sentanu dengan Dewi Durgandini, jika Dewi jadi istrinya. “ Nak Mas Dewabrata. Terima kasih tas kesediaanmu menyerahkannya ke anakku kelak dengan Prabu Sentanu”, kata Dewi Durgandini.
“ Tetapi bagaimana saya yakin dengan keputusanmu? Dengan kesediaanmu?”, tanya Dewi Durgandini.
“ Bumi langit menjadi saksi, Ibu”, jawab Dewabrata.
“ Nak Mas Dewabrata, saya percaya padamu. Tapi kelak kamu akan berumah tangga pula. Tentu istri dan anakmu menuntut haknya, agar kamu, anakmu, yang mewarisi tahta Astina”, kata Dewi Durgandini.
Bagai disambar petir Dewabrata mendengarnya. Hal seperti itu masuk akal. Sebagai wayang biasa, wajar istri dan anaknya juga ingin tahta Astina. Dewabrata mematung, jantungnya berdegub kencang. Di kepalanya berkecamuk pikiran-perasaan baur, berputar, berpusar, memenuhi benaknya. Bersambung Jum’at depan….. (Widharto KS-2017; dari grup FB-ILP)-FR