Sharing Prof. Richard Thaler pemenang nobel ekonomi 2017. Membongkar Irasionalitas Manusia dengan Ilmu Behavioral Economics :
Manusia itu, (saya dan Anda), umumnya suka berpikir tidak rasional/irasional, ujar Prof Dan Ariely – pakar behavioral economics – dalam buku terkenal berjudul Predictably Irrational. Selama ini, kita merasa selalu berpikir rasional dan obyektif. Sayangnya, perasaan ini hanya fantasi. Kita punya banyak bias/thinking error, acap tak kita sadari, dan membuat keputusan banyak hal jadi kacau.
Apa saja thinking error itu? Mari kita ulik. Saya terinspirasi menulis artikel tentang ilmu Behavioral Economics karena minggu lalu salah satu pakarnya, Prof Richard Thaler dinobatkan sebagai pemenang nobel ekonomi 2017. Dia dosen di Fakultas Ekonomi University of Chicago, sosok yang dianggap the Father of Behavioral Economics.
Ilmu behavioral economics itu cabang baru dalam ilmu ekonomi. Premis dasar ilmu behavioral economics adalah : manusia itu tidak rasional, dan suka memasukkan elemen emosi dalam economic decision making. Pandangan itu antitesa dari ilmu ekonomi konvensional yang punya asumsi : manusia selalu rasional dalam mengambil keputusan ekonomi.
Itulah kenapa ekonom2 konvensional agak jengah dengan ilmu behavioral economics : sebab pendekatan ini membuat asumsi ekonomi klasik jadi roboh dan terpelanting. Ilmu behavioral economics dibangun dari kombinasi ilmu ekonomi dan psikologi. Dewa2 ilmu behavioral economics kebanyakan ahli psikologi seperti Prof Daniel Kahneman (juga menang nobel ekonomi 2002), dan Prof Richard Thaler.
Melalui riset, para ahli behavioral economics, ditemukan beragam “bias” atau “systematic thinking eror” yang acap menyelinap dibalik sanubari kita. Diam2 beragam bias itu ini membuat decision making kita jadi tidak obyektif dan rasional. Bias itu membuat kita – saya dan kamu – berulang kali melakukan error yang bersifat sistematis, dan acap membuat hidup kita nyungsep di kegelapan nasib.
Ada banyak jenis error thinking yang dilacak di riset2 behavioral economics. Saya coba mengulas 5 diantaranya. Mari kita lacak.
Error Thinking # 1 : LOSS AVERSION
Puluhan studi ilmu behavioral economics membuktikan kita manusia cenderung takut dengan potensi kerugian, dibanding potensi keuntungan yang diraih. Fenomena itu disebut loss aversion – atau terlalu khawatir dengan potensi kerugian.
Manusia cenderung takut mengambil risiko. Kita semua lebih gentar menghadapi potensi kerugian; daripada bersemangat menjemput peluang keuntungan. Dalam studi terungkap : rasa sakit kita akan kehilangan lebih membekas di hati daripada rasa senang akibat mendapatkan keuntungan.
Dengan kata lain : pengalaman rugi 10 juta ternyata jauh lebih lama membekas di hati, dibanding perasaan senang akibat untung 10 juta. LOSS AVERSION mungkin yang bisa menjelaskan kenapa mayoritas orang agak ragu memulai usaha baru secara mandiri.
Sebelum mulai berusaha, kebanyakan orang takut duluan. Jangan2 nanti rugi. Jangan2 usaha saya gagal. Loss aversion yang bisa menjelaskan kenapa kebanyakan orang agak pesimis dengan peluang keberhasilan yang akan dimiliki. Error thinking ini bisa membuat hidup kita kelak jadi ter-mehek2.
Error Thinking # 2 : ENDOWMENT EFFECT
Efek ini intinya : Anda terlalu menghargai berlebihan barang yang Anda sudah beli atau yang Anda miliki. Begitu Anda beli atau memiliki sesuatu, mendadak muncul rasa cinta pada barang itu, akibatnya Anda memberikan value yang lebih tinggi dibanding harga pasaran atau nilai sebenarnya.
Misal : Anda punya mobil Honda Jazz baru. Setelah lama, Anda ingin menjualnya kembali. Anda mungkin memberikan harga penawaran yang jauh lebih tinggi dibanding harga pasaran. Anda yang punya mobil cenderung memberi penilaian harga lebih tinggi dibanding harga pasaran.
Contoh lain endowment effect : Anda membeli saham Telkom. Setelah beberapa bulan harganya jeblok. Namun karena pengaruh endowment effect, Anda tidak segera cut loss. Anda terus memberi penilaian berlebihan dan membenarkan pembelian Anda, meski makin lama harga makin jatuh.
Contoh lain lagi : Anda terlibat dalam projek. Setelah beberapa lama projek ini merugi, namun Anda tetap menginvestasikan tenaga, pikiran dan dana yang tersisa meneruskan projek yang merugi ini. Kenapa tak segera cut? Karena ada efek endowment : Anda “sayang” kalau projek yang merugi ini Anda putus ditengah jalan. Endowment effect inil juga membuat Nokia dan Kodak dulu mati ditelan sejarah.
Mereka terjebak endownent effect : terlalu cinta produk sendiri berlebihan. Terlalu bangga dan meniilai berlebihan pada produknya sendiri, hingga abai dengan perubahan mendadak disekelilingnya. Too much love will kill you. Ungkapan romantis ini benar, dibuktikan melalui studi2 ilmu behavioral economics.
Error Thinking #3 : CONFIRMATION BIAS
Error ini intinya Anda terjebak pilihan favorit yang dimiliki; sehingga mengabaikan alternatif pilihan. Anda hanya mau baca info yang meng-konfirmasikan kebenaran pilihan favorit Anda.
Contoh : Anda suka smartphone merk tertentu. Maka saat browsing cari info smartphone baru, Anda menseleksi info yang Anda mau baca. Anda lebih fokus untuk cari info yang membenarkan kekuatan smartphone favorit Anda; dan mengabaikan info yang mengkritisi kekuatan smartphone itu.
Confirmation bias ini masif terjadi saat Pilpres / Pilgub. Saat punya pilihan favorit, maka Anda hanya mau baca info yang membenarkan pilihan Anda; dan enggan baca atau mendadak emosi saat baca informasi yang tidak sesuai pilihan Anda. Semua kubu terjebak confirmation bias. Maka pilihan yang rasional dan obyektif jadi sulit saat semua orang terjebak error thinking ini.
Error Thinking # 4 : HERD BEHAVIOR
Studi2 di ilmu behavioral economics menemukan fakta kelam ini : manusia, saya dan kamu semua, suka bertindak seperti kerumunan bebek. Belok kiri satu, belok semua. Ada yang ke kanan, ke kanan semua.
Kita semua suka latah. Perilaku seperti kerumunan mudah latah dengan perilaku orang2 disekitar kita. Herd behavaior ini memunculkan mania, tren sesaat atau kehebohan sesuatu. Keramaian makin mengundang keramaian. Warung makan pinggir jalan yang ramai, pasti makin ramai. Penjual obat jalanan yang ramai didengar orang, pasti akan makin banyak pengunjungnya.
Buku yang diberi label best seller, pasti makin meningkat jualannya. Toko roti yang antriannya panjang, pasti makin heboh pembelinya. Investasi yang lagi hot, pasti makin banyak yang tertarik ikut. Itu fenomena herd behavior. Sebab kamu dan saya suka latah dan penasaran dengan yang disukai orang2.
Error Thinking # 5 : SURVIVOR BIAS
Bias ini terjadi saat kita ambil kesimpulan berdasar data yang tak valid. Kenapa tidak valid, karena yang sering kita baca hanya yang survive atau sukses bertahan. Yang gagal jarang diberitakan.
Contoh : Steve Jobs, Bill Gates dan Mark Zuckerberg semua mahasiswa drop out atau DO. Tapi sukses. Ada yang bilang, nggak usah takut DO, sebab bisa sukses seperti mereka. Pernyataan itu contoh pikiran terjebak survivor bias. Ini menganggap kasus Bill Gates dkk yang DO tapi sukses itu “kebenaran umum”.
Faktanya : orang DO yang sukses seperti mereka hanya 1%. Mayoritas lainnya tetap jadi pengangguran atau jadi orang miskin. Survivor biasnya cermin kebodohan dalam memahami ilmu statistik. Kasus tertentu yang hanya terjadi pada 1 – 2% orang, dianggap mewakili SELURUH populasi.
Kesalahan generalisasi itu sering terjadi. Hanya karena baca 1 atau 2 kasus di media atau di grup WA, mendadak menganggap semua seperti yang ada dalam kasus tersebut. Ini namanya kegoblokan statistik.
DEMIKIANLAH, lima jenis bias atau error thiking yang berhasil diungkap dalam beragam riset ilmu Behavioral Economics. Lima error thinking ini adalah :
1-Loss aversion : gue takut rugi ah
2-Endowment effect : too much love will kill you
3-Confirmation bias : pilihan gue yang paling hebat
4-Herd behavior : kita semua suka latah
5-Survivor bias : kepalsuan statistik
Harap dikenang selalu 5 bias diatas. Sebab kita semua mungkin akan selalu terjebak didalamnya. (Parwoto; dari grup WA-VN sumber Oleh: Yodhia Antariksa)
Monggo lengkapnya klik aja : (http://strategimanajemen.net/2017/10/16/membongkar-irasionalitas-manusia-)-FatchurR