P2Tel

Tel U Raksasa Pendidikan Baru (5) ME 018

Pajero warna kuning cerah bergaris hijau, hari itu dengan pelan meninggalkan taman Cisanggarung yang saat itu berwarna merah menyala oleh tebaran bunga flamboyant yang tumbuh indah di sisi utara taman. Mobil berbaur dengan lalu lintas di jalan Diponegoro.

 

Lalu lintas makin ramai ketika jalan Diponegoro tumpah ke jalan Dago. Dengan kecepatan sedang, mobil menyusur jalan Merdeka, pohon-pohon karet raksasa di seberang selokan memberikan kesejukan pada menjelang siang hari yang lumayan terik itu.

 

Sampai di selatan Alun2, sebelum deretan pohon beringin habis, mobil masuk ke halaman lumayan luas dengan pagar tua, yang terbentuk dari sepertiga lingkaran bersusun menyerupai sisik ikan. Pagar yang pernah menjadi pagar yang paling cantik di Bandung ini, hanya tersisa sedikit di sisi selatan Alun-alun dan sedikit di sudut mesjid Agung.

 

Bagian barat sudah habis terkubur dibawah perluasan masjid dan gedung bertingkat Swarha, yang tidak berpenghuni. Penumpang Pajero itu Dirkap/Dirpem Telkom, turun dan masuk ke Kantor Bupati Bandung. Kolonel AA Nasution, yang mengenakan pantalon biru tua, kemeja putih lengan panjang dengan dasi polos berwarna merah tua, menuju ke ruang Bupati.

 

Setelah ia kenalkan diri ke sekertaris, dipersilahkan masuk ke ruangan. Pintu jati tebal dan tinggi, berderit ketika petinggi Telkom itu masuk. Pintu belum lagi rapat tertutup, ketika pak Nas disergah ucapan keras, “Naon Siah?”, suara sang Bupati, Kolonel Sani Lupias Abduracman, tertawa akrab.

 

Keduanya dari kesatuan yang sama, Siliwangi, bedanya pak Nas lulusan AMN 64, pak Sani dari angkatan 45. Pak Nas menceritakan rencananya akan mendirikan sebuah sekolah Tinggi Teknik Telekomunikasi, lengkap dengan gedung kuliah, asrama dan Laboratorium Teknik. “Hade ! Eta mah Hade !”, kata pak Bupati sambil mengangkat jempolnya.

 

Namun pak Nas, mengemukakan hambatannya, lokasi Dayeuh Kolot itu di kawasan industri yang padat dengan pabrik2 dan pemukiman buruh. Bukan lokasi untuk kampus pendidikan. “Ceuk saha?”, sergah pak Bupati.

 

“Ongkoh Pendidikan pan industri oge”, kata pak Bupati.

“Jadi boleh?”, tanya pak Nas

“Sok wae. Lanjut”, wah ternyata mulus2 saja, pikir pak Nas. Bersambung…..     (Sadhono Hadi; dari grup WA-VN sumber: Pak AA Nasution)-FR

Tulisan Lainnya :

Exit mobile version