Pagi di bulan Mei 1996 itu jalan Setiabudi Bandung belum terlalu padat. Mayjen AA Nasution, yang baru dua hari yang lalu dilantik sebagai Dirut Telkom dengan ditemani oleh alm Hari Supangkat, Direktur Keuangan, meluncur kearah Utara. Jalan mulai tersendat ketika sampai di Traffic Light Gegerkalong Hilir.
Belokan itu sudah seperti terminal angkot bayangan. Lepas dari belokan yang sedikit ruwet itu, pada sisi kiri sudah nampak gedung-gedung bertingkat dengan nuansa merah bata exposed. Kemudian ketika jalan menurun masuk ke komplek Divisi Pelatihan Telkom, seakan memasuki oase yang hijau sejuk.
Rindangnya pepohonan dan halaman rumput yang luas menjadi sekat2 yang harmonis, menjadi pemisah blok-blok gedung admisnistrasi, ruang belajar, laboratorium dan tentu saja asrama peserta pelatihan.
Latar belakang prajurit yang membuat pak Nas, tidak pernah mangabaikan perhatian kepada Pendidikan/Pelatihan dan Penelitian. Di kompleks itu, selain akan meninjau Divisi Pelatihan, Dirut baru ini juga akan meninjau Divisi Riset dan Teknologi. Dua unit yang menjadi penunjang utama operasi Telekomunikasi.
Pimpinan kedua unit ini selalu diseleksi dari pejabat yang memiliki leadership kuat, pengetahuan dan pengalaman yang mumpuni dan yang penting memiliki visi yang jauh kedepan, yang pemikirannya jauh melampaui jamannya. Dari sejarahnya, bahkan Kadivlat pernah dijabat oleh mantan Kepala Wilayah Jakarta bahkan Direktur Operasi.
Usai berkunjung ke kedua unit itu, pak Nas kemudian kembali menuju ke utara. Namun di simpang mesjid Divlat, ia berbelok ke barat dan masuk ke komplek Sekolah Tinggi Manajemen Bandung (STMB). Ia teringat sekitar enam tahun yang lalu bernama MBA Bandung.
Pak Nas yang memiliki rencana-rencana strategis dengan sekolah ini diterima oleh Ketua STMB, Dr,Ir. Bambang Baroto. Pak Bambang Baroto berkantor di salah satu bekas rumah dinas, ada kawasan yang asri, dekat dengan gedung kampusnya yang 4 lantai, berwarna sejuk krem dan coklat.
Mereka bertiga membahas ketentuan baru mengenai keharusan sekolah MBA memiliki juga Strata S1. STMB tidak dapat mengajak STT untuk bergabung, karena bidang studynya berbeda. Pak Nas kemudian memerintahkan membuat S1 sendiri.
Pak Hari Supangkat menambahkan, S1 harus spesifik STMB. Pak Bambang Baroto menyanggupi tahun ajaran Juli 1997, S1 bisa dibuka, namun Pak Nas memerintahkan untuk bisa dibuka tahun ini juga, Juli 1996. Ketua STMB diminta melaporkan secara intens perkembangan tugas ini dan bila terjadi masalah di lapangan, Direksi akan fully support.
Begitulah, ‘keajaiban’ telah terjadi, hanya dalam waktu 3 (diulang tiga!) bulan S1 STMB, akhirnya terwujud juga. Bravo. (sumber pak AA Nasution) (TAMAT)
Catatan Penulis,
Dengan segala kekurangannya, penulis yang saat itu diluar lingkaran proyek hebat ini, tidak mampu menuliskan lebih akurat dan lebih lengkap. Penulis juga mohon maaf, karena kesibukan, tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengadakan riset yang lebih mendalam guna menyusun tulisan2 ini.
Namun, sekalipun bukan tulisan akademik, apa yang dialami dan dituturkan oleh para nara sumber, penulis meyakini adalah benar dan apa adanya. Diluar itu, wallahu a’lam bishawab. Salam. (Sadhono Hadi; dari grup WA-VN)-FR