Pengalaman saya, ketinggalan di kereta api, biasanya tidak dapat saya temukan kembali, tapi siapa tahu, ketinggalan buku bisa kembali. Buku kan tidak semua orang membutuhkan, atau bisa membacanya, jadi buat apa disimpan.
Saya berharap, buku itu masih disimpan di bagian ‘lost n found’. Dengan berbekal rasa optimis yang menggumpal, jam 05:00 pagi, mobil jemputan sudah saya minta siap di hotel, padahal kereta masih jam 07:00.
Kurang dari satu jam saya sudah memasuki pintu masuk belakang setasiun Gubeng dan segera saya menghampiri petuga di pintu masuk. Saya ceritakan masalah saya dan saya minta ijin masuk ke bagian Cleaning Service.
‘Bapak masih punya ticket lamanya?, tanyanya.
‘Tidak, pak, saya tahu setelah tiba di rumah’, jawab saya.
‘Tapi saya ingat kereta dan tempat duduknya, pak’, sambung saya.
Petugas itu kemudian berunding dengan rekannya namun akhirnya mengijinkan saya masuk,
‘, Bapak menyeberang rel dan langsung kekiri di ujung sana, bagian Polsuska’, sarannya.
Saya berjalan mengikuti saran petugas dan mungkin karena masih terlalu pagi, suasana masih sangat santai. Saya kemudian dipersilahkan duduk dan menceritakan masalah saya. Polsuska yang ramah itu kemudian menunjukan banyak barang di belakang meja.
Ada tumpukan barang, beberapa helm. Tas punggung. Bungkusan. Ada Tripot pengukur tanah . Jadi bukan saya saja yang hari itu barangnya tertinggal. Saya lihat beberapa tas punggung hitam yang isinya menggembung. Kasihan mereka tentu kebingungan barangnya hilang.
‘Ini yang ketinggalan tiga hari ini pak’, katanya.
Saya cari dengan teliti, tapi buku saya tidak ada disitu. Akhirnya saya menyerah.
‘Tidak ada pak’, kata saya lesu.
Kemudian petugas mengajak saya masuk ke sebuah ruangan. Astaga. Mulut saya melongo melihat apa yang ada di ruangan itu. Bersambung………….; (Sadhono Hadi; dari grup WA-VN)-FR