Menjadi orang tua adalah tugas dan tanggung jawab yang mulia. Jadilah orang tua yang dapat dibanggakan oleh anak-anak Anda. Didiklah anak Anda dengan baik, maka anak Anda akan memberikan balasan yang membahagiakan kepada Anda. Mengapa?
Karena kita tidak pernah tahu, anak kita nanti akan terlempar ke bagian bumi yang mana. Maka izinkanlah dia belajar agar mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. Sebagai orang tua, jangan mainkan semua peran. Ya jadi ibu, ya jadi koki, ya jadi tukang cuci.
Ya jadi ayah, ya jadi supir, ya jadi tukang ledeng. Latihlah anak agar benar2 bisa mandiri. Yakinlah anak Anda tidak dalam keadaan bahaya. Berikan anak-anak kesempatan untuk menemukan solusi mereka sendiri. Terutama kemampuan dalam menangani stresnya sendiri.
Menyelesaikan masalah dan mencari solusi, merupakan keterampilan/skill yang wajib dimiliki. Skill anak tidak akan muncul begitu saja hanya dengan simsalabim! Agar anak kita bisa terampil, maka Skill ini harus selalu dilatih.
Kemampuan menyelesaikan masalah dan bertahan dalam kesulitan tanpa menyerah, bisa berdampak sampai puluhan tahun ke depan. Bukan saja bisa membuat seseorang bisa lulus sekolah tinggi, tapi juga lulus melewati ujian badai pernikahan dan kehidupannya kelak.
Jika Anda katakan, apa salahnya kita bantu anak? Tampaknya sepele, tapi jika Anda segera bergegas membantu anak dari kesulitan, maka dia akan jadi orang yang rapuh dan mudah layu. Sakit sedikit, mengeluh. Berantem sedikit dengan pasangan, minta cerai. Kena masalah sedikit, pusing bisa2 jadi gila.
Jika selama ini Anda habiskan banyak waktu, perhatian, dan uang untuk perkembangan IQ nya anak, maka lengkapi juga dengan memperhatikan AQ nya. Apa itu AQ? Yaitu Adversity Quotient. Menurut Paul G. Stoltz, AQ adalah kecerdasan menghadapi kesulitan atau hambatan dan kemampuan bertahan dalam berbagai kesulitan hidup dan tantangan yang dialami.
Bukankah kecerdasan ini lebih penting daripada IQ, untuk menghadapi masalah sehari-hari? Perasaan mampu melewati ujian itu luar biasa nikmatnya. Bisa menyelesaikan masalah, mulai dari hal yang sederhana sampai yang sulit, membuat diri semakin percaya bahwa meminta tolong hanya dilakukan ketika kita benar-benar tidak sanggup lagi.
So, izinkanlah anak Anda melewati kesulitan hidup. Tidak masalah anak sedikit luka, sedikit menangis, sedikit kecewa, sedikit telat, dan sedikit kehujanan. Tahan lidah, tangan dan hati dari membantu. Ajari mereka menangani frustrasi. Kalau Anda selalu jadi ibu peri atau _guardian angel_, apa yang akan terjadi jika Anda tidak bernafas lagi di esok hari? Bisa-bisa anak Anda juga pengin ikut mati.
Sulit memang untuk tidak mengintervensi, ketika melihat anak sendiri sedang sakit atau sedang bersedih. Apalagi menjadi orangtua, insting pertama adalah melindungi. Jadi, melatih AQ ini adalah ujian kita sendiri sebagai orangtua. Tapi sadarilah, hidup tidaklah mudah, masalah akan selalu ada.
Dan mereka harus bisa bertahan. Melewati hujan, badai, dan kesulitan, yang kadang tidak bisa dihindari. Selamat berjuang untuk mencetak anak memiliki pribadi yang kokoh dan mandiri. (Muchtar AF; dari grup WA-VN)-FR
Tambahan :
Mudah2an kita masih inget berita kakak beradik bunuh diri yg lompat dari apartemen di Cicadas tahun lalu? Itu mereka lakukan hanya karena merasa menderita akibat ibunya meninggal dunia. Ternyata kedua korban yg katanya cantik dari Makassar tsb menderita gangguan jiwa setelah ibunya meninggal.
Yang dapat kita pelajari dari kasus tersebut adalah bagaimana melatih mental kemandirian pada anak-anak. Karena orang tua tidak akan pernah mengetahui sampai kapan orang tua dapat hidup mendampingi anak-anaknya.
Setelah orang tua tidak ada maka seorang anak harus tetap dapat bertahan hidup. Baiknya sang orang tua jangan memainkan semua peran tetapi sedikit demi sedikit dapat membantu mengajarkan anak menjadi mandiri (MAF)