(Jokir OR-03); Ada cerita dari senior di Telkom yang pernah mengikuti pertandingan tenis antar perusahaan yang dilaksanakan di negara Afrika Selatan. Katanya, ada 16 lapangan yang digunakan sedangkan jumlah panitia hanya 4 orang.
Tugasnya mengatur pemain siapa lawan siapa, bermain di lapangan berapa, kemudian mencatat hasil-hasil pertandingannya. Juga menyediakan bola untuk setiap pertandingan. Para pemain menghitung sendiri dan tentu saja mengambil bola sendiri, tanpa ada ballboy (kacung).
Kita memang sudah terbiasa main tanpa wasit dan tanpa kacung, ketika latihan maupun dalam pertandingan persahabatan. Bermain tenis tanpa wasit diperlukan lebih sportif dan lapang dada.
Ada pemain yang ingin menang sampai berdebat soal masuk atau keluarnya bola. Kalau sampai demikian, maka salah satu tujuan tenis yaitu untuk hiburan akan terganggu. Dia sendiri dan lawan mainnya tidak nyaman, menjadi tidak ‘hepi’ dalam bermain.
Kalau saya berpendapat begini. Adakalanya penglihatan kita saat menerima bola karena keras/ cepatnya menjadi kurang jelas melihat jatuhnya bola, di dalam atau di luar lapangan. Oleh karena itu, maka tidak perlu kita bertahan atas pendapat kita. Cukup sekali saja dalam menawar atas pernyataan lawan.
Misalnya lawan mengatakan keluar, padahal menurut penglihatan kita masuk, bolehlah kita katakan masuk. Tetapi ketika lawan bertahan mengatakan keluar ya sudah itulah yang diakui bersama. Jadi, sekali saja protesnya.
Kalau ditulis akan begini: Keluar! Masuk! Keluar! … selesai. Atau Keluar! Masuk! ya Masuk!
Atau bisa jadi: Masuk! Keluar! Masuk! … ya sudah. Keputusan diberikan kepada orang yang pertama kali mengatakan.
Kalau sama2 bisa menerima kebiasaan seperti itu akan nyaman dan tetap santai. Toh jarang sekali kemenangan atau kekalahan hanya ditentukan oleh kesalahan satu atau dua kali.
Selamat bermain tenis, kalau tidak sepakat ya silakan berdebat, meramaikan suasana lapangan. Ha…ha.
Salam olah raga. (Jokir-OR-03); (Sadhono Hadi; dari grup WA-VN)-FR