Yang ditinggikan seranting
Yang dilebihkan serambut
Yang dimuliakan sekuku
Falsafah Melayu yang sangat bijak diatas, menunjukan kedudukan seorang pemimpin. Pepatah Melayu itu di angkat oleh Prof.Dr.Irwan Abdullah, dari fakultas Ilmu Budaya UGM, dari diskusi yang bertopik “membumikan Keadilan Sosial” di UMY Jogja suatu Senin pagi.
Prof.Irwan mengusulkan salah satu cara untuk membumikan Keadilan Sosial adalah menggali kembali kearifan lokal yang banyak sudah luntur, saat ini. Pepatah itu juga dikutip Hamka dalam Tafsir al Azhar.
Makna dari pepatah Melayu itu sangat dalam dan relevan dengan kondisi saat ini.
Orang bijak jaman dahulu membedakan antara pemimpin dengan yang dipimpin, hanya selangkah, seranting, serambut bahkan se-ujung kuku saja dengan yang dipimpin. Terasa saat ini, justru pemimpin menjauhkan jarak dengan rakyatnya, dengan menerima suap, bahkan sampai puluhan milyar bahkan sampai trilyun. Mereka ingin kaya, sekaya-kayanya.
Ada seorang anggauta DPR dari daerah pemilihan Magelang, yang terjerat OTT KPK dan kini sedang mendekam di jeruji besi, karena terbukti menerima suap 43 milyar, itu hanya dari dua kementerian saja, Kesehatan dan Olah Raga.
Beliau ini memposisikan dirinya jauh diatas konstituen pemilihnya. Suatu saat ia berkunjung menengok ratusan pemilihnya yang tertimpa bencana letusan gunung Merapi. Ia datang ikut prihatin atas musibah ini dan meninggalkan sumbangan ………….. 10 juta rupiah sajah, Alhamdulillah Cuma segitu. (Sadhono Hadi; dari grup WA-VN)-FR