(bbc.com/indonesia)- Bertolak dari rumahnya di kawasan Kendangsari Surabaya, pagi itu Sunarto membawa sekantong plastik besar berisi sampah anorganik ke bank sampah yang berjarak beberapa ratus meter. Proses itu dia ulangi sorenya dengan bawa sampah dari kantor tempatnya bekerja.
Di bank sampah itu, limbah ditimbang, untuk dicatatkan di buku tabungan khusus. Berkat akumulasi sampah yang disetorkannya, Sunarto bisa dapat uang hingga Rp500.000.
“Jadi seperti menabung di bank, dikasih buku tabungan. Habis itu kita setor, ditulis berapa kilo. Setelah itu ditotal nilainya. Pengambilannya jelang Lebaran. Anggota bank sampah banyak, 200 orang,” kata Sunarto ke wartawan di Surabaya, Ronny Fauzan.
Sunarto merupakan bagian dari gerakan bank sampah yang banyak tersebar di Kota Surabaya. Saat ini jumlah bank sampah di kota ini 296 unit ditambah 26 unit rumah kompos untuk pengolahan sampah organik.
Salah satu dari ratusan pengelola bank sampah adalah Tri Siswati. Perempuan yang mendirikan bank sampah di kawasan kendangsari, Surabaya ini, hampir 6 tahun berkecimpung di dunia bank sampah dan memiliki lebih dari 200 nasabah.
Perempuan yang akrab dipanggil Bu Sukri ini mengaku, mengadakan bank sampah di kampung bukan karena sokongan Pemkot Surabaya, namun lebih soal kesadaran lingkungan. “Saya ini orang nekad. Saya nggak punya lahan tapi mengadakan bank sampah. Sampah yang kita koordinir bertumpuk, seketika itu juga pengepul dipanggil, supaya kampung tetap bersih”.
Berkurang drastis
Peranan bank sampah dan rumah kompos di Surabaya ini diakui signifikan oleh Sekretaris Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau Surabaya, Aditya Wasita. Sampah yang masuk ke TPA Benowo Surabaya 1.600 ton/hari. Padahal, jumlah penduduk 3,07 juta jiwa. Dengan jumlah penduduk itu, semestinya jumlah sampah berdasarkan rasio mencapai 2.600 ton per hari.
“Timbunan sampah lainnya yang 1.000 ton ke mana? Berarti kan sudah direduksi di masyarakat, dan di tempat usaha” jelas Aditya. Data yang dipaparkan itu tidak diartikan pihak pegiat lingkungan bahwa pengelolaan sampah dengan basis partisipasi masyarakat di Surabaya sudah sangat bagus.
Koordinator Komunitas Nol Sampah Surabaya, Wawan Some, menilai sampah yang tidak masuk ke tempat pembuangan sampah amat mungkin dibuang begitu saja ke sungai.
“Kawasan Surabaya Barat, Surabaya Utara, dan Timur, masih ada yang belum sepenuhnya terjangkau kebersihannya oleh Pemkot. Ada titik2 yang menjadi area warga buang sampah, terutama di jembatan2. Jadi seharusnya Pemkot Surabaya harus meluaskan area jangkauannya,” jelas Wawan.
Operasi Tangkap tangan
Untuk menertibkan pengelolaan sampah, Walikota Surabaya, Tri Risma Harini, mengklaim pihaknya sudah berlaku tegas dengan cara operasi tangkap tangan (OTT) setiap hari.
“Setiap hari kita selalu OTT, operasi tangkap tangan terhadap pembuang sampah sembarangan. Sudah ada yang di pengadilan. Kalau ada Perda soal buang sampah sembarangan, tapi tidak dilakukan, yo podo wae. Seluruh Indonesia punya perda, karena itu wajib. Jika tidak dilakukan nggak ada gunanya” .
Pelibatan masyarakat dalam pemilahan sampah secara mandiri, harus ditingkatkan. Namun, upaya untuk mengedukasi masyarakat bukanlah hal ringan, dan tidak bisa dilakukan dalam waktu yang singkat.
Dia jabarkan Kota Surabaya memiliki fasilitator Lingkungan Hidup yang punya kader yang disebut Kader Lingkungan Hidup untuk memberi edukasi mengelola sampah kepada masyarakat.
“Tahapannya berat, harus mengerti dulu pentingnya kebersihan. Karena kalau nggak mengerti, dia akan takut kepada Bu Risma. Selama takut, dia akan melakukan itu. Kalau tidak takut, dia akan berubah lagi,” pungkasnya. (Bahan dari : http://www.bbc.com/indonesia/majalah-43939576)-FatchurR