(banyuwangi.merdeka.com)-Banyuwangi; Mengawali festival pada Ramadan 2018, Banyuwangi menggelar Festival Hadrah Pelajar Nasional. Ratusan pelajar tingkat SMP/MTs dan SMA/sederajat dari nusantara unjuk kebolehan. Atraksi seni bernuansa Islami ini jadi tontonan menarik bagi pengunjung.
Festival ini digelar di halaman kantor Pemkab Banyuwangi, dibuka Bupati Azwar Anas, (26/5). Ada 131 grup pelajar dari Jawa dan Bali yang meramaikan event ini. Di antaranya, Madrasah Aliyah (MA) Muniroh asal Kabupaten Blora, Jateng; SMKN I Cengkareng DKI; SMA Excellent Al Yasin, Pasuruan; SMKN I Rembang; dan MA Salafiyah Buleleng, Bali serta ratusan pelajar Banyuwangi.
Festival hadrah ini dibuka dengan permainan hadrah kolosal ratusan pelajar putra yang diiringi shalawat kolosal diselingi tarian khas Kuntulan. Mereka menabuh rebana dengan rancaknya sembari sesekali meliukkan badannya mengikuti komando dari dirijennya.
Bupati Anas ikut larut memukul rebana bersama ratusan pelajar. Anas terlihat semangat mengikuti tabuhan rebana pelajar2 ini. ‘Mantap!’ cetus Anas di-sela2 menabuh rebananya. Anas mengatakan, festival ini digelar untuk mengenal kembali sejarah masuknya Islam di nusantara. Islam dibawa ke mari, salah satunya melalui pendekatan budaya. Lewat budaya itulah, Islam masuk dengan damai.
“Maka tak heran, banyak tradisi di Indonesia yang diwarnai nilai2 Islami. Hadrah itu salah satu seni budaya Islami yang berkembang di negara kita. Semoga event ini bisa merajut silaturahim antar peminat budaya Islami. Dan jadi tali perajut nilai keislaman nusantara,” kata Anas. Dia berharap event ini jadi ajang silahturahmi dan konsolidasi antar pelajar dari berbagai penjuru.
“Kami ingin membangun pesan dengan festival hadrah dan sholawat ini agar terbangun budaya Islam santun, toleran, dan inklusif agar negara ini damai”. Festival hadrah ini digelar 2 hari, Sabtu – Minggu (26-27 Mei). Penampilan pertama dibuka grup hadrah dari MTs Sunan Drajat, Banten dan MA Al- Muniro, Blora Jateng. Kedua grup hadrah bermain apik. Masing2 grup menampilkan 2 buah lagu
Menariknya, peserta dari luar daerah menyisipkan program2 pemkab dalam lagu religi yang ditampilkan. Seperi Banyuwangi cerdas dan Siswa Asuh Sebaya (SAS), Gerakan Daerah Angkat Anak Putus Sekolah (Garda Ampuh) yang disisipkan dalam lirik lagu yang dinyanyikan. Pengakuan salah vokal grup hadrah MA Al- Muniro, Aidatus Syaadah, menyenangkan menyayikan program Banyuwangi dalam riligi.
“Asyik aja. Programnya menginspirasi kami ingin bantu teman sebaya,” ujarnya. Festival ini juga jadi tontonan menarik bagi pengunjung. Seperti yang diungkapkan Marie, wisatawan asal Perancis yang mengaku tertarik melihat keunikan seni budaya ini.
“Asyik musik rebana ini. Meski terkesan alat musik sederhana tapi suaranya membahana. Lagu yang disenandungkan penyanyinya tidak pernah saya dengan musik semacam ini” ujar Marie.
Rasa penasarannya wajar. Maklum saja, setiap grup diwajibkan membawakan dua lagu. Yakni shalawat dengan iringan musik albanjari (hadrah dan bass) dan lagu bebas yang dikolaborasikan dengan musik non elektrik (perkusi). Seperti, keplak, marawis, calte, dumbuk, jimbe, bas, tamborin dan tamtam.
“Menarik festival ini karena mengangkat seni dan budaya tradisi Islam. Dan ini tidak pernah saya lihat sepanjang saya traveling ke negara yang telah saya kunjungi,” katanya. (ES/ES; Endang Saputra; Bahan dari : https://banyuwangi.merdeka.com/info-banyuwangi/hadrah-kolosal-warnai-festival-di-banyuwangi–180527c.html)-FatchurR *
(banyuwangi.merdeka.com)-Banyuwangi; Mengawali festival pada Ramadan 2018, Banyuwangi menggelar Festival Hadrah Pelajar Nasional. Ratusan pelajar tingkat SMP/MTs dan SMA/sederajat dari nusantara unjuk kebolehan. Atraksi seni bernuansa Islami ini jadi tontonan menarik bagi pengunjung.
Festival ini digelar di halaman kantor Pemkab Banyuwangi, dibuka Bupati Azwar Anas, (26/5). Ada 131 grup pelajar dari Jawa dan Bali yang meramaikan event ini. Di antaranya, Madrasah Aliyah (MA) Muniroh asal Kabupaten Blora, Jateng; SMKN I Cengkareng DKI; SMA Excellent Al Yasin, Pasuruan; SMKN I Rembang; dan MA Salafiyah Buleleng, Bali serta ratusan pelajar Banyuwangi.
Festival hadrah ini dibuka dengan permainan hadrah kolosal ratusan pelajar putra yang diiringi shalawat kolosal diselingi tarian khas Kuntulan. Mereka menabuh rebana dengan rancaknya sembari sesekali meliukkan badannya mengikuti komando dari dirijennya.
Bupati Anas ikut larut memukul rebana bersama ratusan pelajar. Anas terlihat semangat mengikuti tabuhan rebana pelajar2 ini. ‘Mantap!’ cetus Anas di-sela2 menabuh rebananya. Anas mengatakan, festival ini digelar untuk mengenal kembali sejarah masuknya Islam di nusantara. Islam dibawa ke mari, salah satunya melalui pendekatan budaya. Lewat budaya itulah, Islam masuk dengan damai.
“Maka tak heran, banyak tradisi di Indonesia yang diwarnai nilai2 Islami. Hadrah itu salah satu seni budaya Islami yang berkembang di negara kita. Semoga event ini bisa merajut silaturahim antar peminat budaya Islami. Dan jadi tali perajut nilai keislaman nusantara,” kata Anas. Dia berharap event ini jadi ajang silahturahmi dan konsolidasi antar pelajar dari berbagai penjuru.
“Kami ingin membangun pesan dengan festival hadrah dan sholawat ini agar terbangun budaya Islam santun, toleran, dan inklusif agar negara ini damai”. Festival hadrah ini digelar 2 hari, Sabtu – Minggu (26-27 Mei). Penampilan pertama dibuka grup hadrah dari MTs Sunan Drajat, Banten dan MA Al- Muniro, Blora Jateng. Kedua grup hadrah bermain apik. Masing2 grup menampilkan 2 buah lagu
Menariknya, peserta dari luar daerah menyisipkan program2 pemkab dalam lagu religi yang ditampilkan. Seperi Banyuwangi cerdas dan Siswa Asuh Sebaya (SAS), Gerakan Daerah Angkat Anak Putus Sekolah (Garda Ampuh) yang disisipkan dalam lirik lagu yang dinyanyikan. Pengakuan salah vokal grup hadrah MA Al- Muniro, Aidatus Syaadah, menyenangkan menyayikan program Banyuwangi dalam riligi.
“Asyik aja. Programnya menginspirasi kami ingin bantu teman sebaya,” ujarnya. Festival ini juga jadi tontonan menarik bagi pengunjung. Seperti yang diungkapkan Marie, wisatawan asal Perancis yang mengaku tertarik melihat keunikan seni budaya ini.
“Asyik musik rebana ini. Meski terkesan alat musik sederhana tapi suaranya membahana. Lagu yang disenandungkan penyanyinya tidak pernah saya dengan musik semacam ini” ujar Marie.
Rasa penasarannya wajar. Maklum saja, setiap grup diwajibkan membawakan dua lagu. Yakni shalawat dengan iringan musik albanjari (hadrah dan bass) dan lagu bebas yang dikolaborasikan dengan musik non elektrik (perkusi). Seperti, keplak, marawis, calte, dumbuk, jimbe, bas, tamborin dan tamtam.
“Menarik festival ini karena mengangkat seni dan budaya tradisi Islam. Dan ini tidak pernah saya lihat sepanjang saya traveling ke negara yang telah saya kunjungi,” katanya. (ES/ES; Endang Saputra; Bahan dari : https://banyuwangi.merdeka.com/info-banyuwangi/hadrah-kolosal-warnai-festival-di-banyuwangi–180527c.html)-FatchurR *