(lifestyle.kompas.com)- Kehadiran medsos punya banyak manfaat, tapi mengapa tidak meningkatkan kebahagiaan banyak orang? Durasi waktu yang dihabiskan orang modern dengan gawainya terus meningkat.
Dalam penelitian terhadap remaja di AS, 82% anak usia (12) ke atas, menggunakan medsos tiap hari. Tak jauh beda dengan orang dewasa. Disebutkan orang dewasa menghabiskan lebih banyak waktunya menggunakan gawai dibanding sebelumnya. Ini berarti frekuensi komunikasi tatap muka dengan orang lain berkurang, termasuk dengan pasangannya.
Ahli2 menganggap, makin sedikit interaksi kita dengan manusia lain, makin rendah tingkat kebahagiaan. Psikolog Mike Brooks, Ph.D, mengatakan, gawai memudahkan kita berkomunikasi dengan teman dan keluarga. “Namun, sosmes membuat kita lebih mudah membandingkan diri dengan orang lain dan memicu perundungan siber (cyber bullying)” kata Brooks dikutip dari Psychology Today.
Kebiasaan mem-banding2kan diri ini juga membuat kita lupa bersyukur dan selalu merasa kurang. Apa yang kita miliki dan semula membahagiakan, kini dirasa tak cukup. Brooks mengatakan, “hedonic adaptation” atau adaptasi hedonic juga menjadi penyebabnya.
Ini kondisi saat kita mengalami kejadian positif atau negatif, lalu kita menetapkan standar bahagia dan saat mengalaminya, tingkat kebahagiaan kita kembali ke dasar. “Bayangkan saat kita punya mobil baru, tas baru, atau ponsel baru, kita bahagia bukan? Seberapa cepat rasa bahagia itu kembali normal? Demikian juga dengan media sosial,” katanya.
Kita tak harus menjauhkan diri dari teknologi. Solusinya moderasi dalam penggunaanya. “Gunakan gawai untuk hal-hal yang sifatnya membantu. Lalu letakkan dan lakukan hal lain yang nyata bersama orang lain. Kita akan lebih bahagia,” kata psikolog Jean Twenge.
(Artikel ini telah tayang di Kompas.com; dengan judul “Mengapa Media Sosial Tak Bikin Bahagia?”, Lysia Kus Anna; Vice News; Bahan dari : https://lifestyle.kompas.com/read/2018/06/20/190000620/mengapa-media-sosial-tak-bikin-bahagia-)-FatchurR