P2Tel

Ratusan Fintech Bodong(2/2)

(economy.okezone.com)-Pihaknya meminta Kemenkominfo agar memblokir aplikasi pada website dan medsos. Langkah lain yang dilakukan OJK mencegah timbulnya praktik illegal, mengumumkan ke media massa daftar nama fintech p2P lending yang tidak terdaftar.

 

OJK juga akan menyampaikan Iaporan informasi kepada Bareskrim Polri.  “Kami juga minta bank memblokir rekening fintech P2P lending yang tak terdaftar. Tanggung jawab pada pengguna (nasabah) agar segera diselesaikan oleh entitas yang melakukan kegiatan tanpa izin,” paparnya.

Di bagian lain, OJK mencatatkan penyaluran kredit melalui fintech P2P lending atau platform pinjaman langsung tunai mencapai Rp6T. Angka ini penyaluran sepanjang Desember 2016 hingga Juni 2018. Direktur Humas OJK Agustinus Hari Tangguh Wibowo menyatakan, penyaluran kredit itu berdasar entitas yang terdaftar di OJK dan segala pergerakkan bisnisnya terawasi dengan baik.

 

“Transaksi dari entitas yang terdaftar sudah lebih dari Rp6 triliun per Juni 2018,” ujarnya. Berdasarkan Peraturan OJK No. 77/2016 tentang penyelenggaraan peer to peer lending, maka tiap entitas wajib mendapat izin dari OJK dalam menjalankan bisnisnya. Hal ini membantu otoritas melindungi masyarakat yang melakukan atau memberikan pinjaman.

“Perlindungan paling enggak dengan adanya aturan itu,” katanya. Saat ini terdapat 63 fintech P2P lending yang mendapat izin dari OJK. Untuk mengetahuinya, masyarakat bisa melihat daftar itu melalui website resmi OJK yakni ojk.go.id.

 

Di bagian lain, Ketua Kelompok Kerja peer to peer lending Asosiasi FinTech Indonesia (Aftech) Reynold Wijaya mengungkapkan, untuk mencegah kerugian, masyarakat yang ingin mengakses kredit online melalui fintech P2P lending sebaiknya memilih  platform yang terdaftar di OJK. Masyarakat juga harus memilih platform yang kredibel dan bisa dipercaya.

“Dari situ bisa ditelusuri website dan kinerja platform itu” kata Reynold yang juga CEO Modalku itu.  Dari tahapan2 seperti itu, masyarakat bisa mempelajari risk and rewards dari pemilik produk layanan P2P tersebut. “Kalau dirasa nyaman, masyarakat bisa beraktivitas di platform itu” ungkapnya.

Pengamat TI Heru Sutadi berpendapat, fintech itu masa depan ekonomi digital. Harus memberi kepercayaan pada masyarakat dengan mendapatkan izin dari OJK dan untuk Bank Indonesia (BI) untuk fintech yang bisnisnya berupa payment atau pembayaran.  Disayangkan perizinan operasional fintech dirasa sulit. “Izinnya harus dipermudah. Urus izin ke OJK sulit. Harusnya tidak dipersulit” bebernya.

Menurut Heru, bila perizinan dipermudah maka fintech yang ilegal seharusnya berkurang bahkan tidak ada.  “Kalau tetap ilegal ya diumumkan ke masyarakat dan kenakan sanksi,” tandasnya.

Selain itu, OJK perlu memperluas sosialisasi agar penyedia fintech mau urus izin. “Menginformasikan prosedurnya. Dan harus perketat pengawasan” sebutnya. (Kmj; Kunthi Fahmar Sandy/Okezone/Ant; Bahan dari : Koran Sindo dan https://economy.okezone.com/read/2018/07/28/320/1928596/awas-ratusan-fintech-bodong)-FatchurR * Tamat………

Tulisan Lainnya :

Exit mobile version